"Selanjutnya, kita ke mana lagi, Nona Violete?" tanya Ricko dengan nada menggoda. Saat ini dia sudah memegang banyak belanjaan. Ia cukup merasa tersiksa karena ternyata bukan hanya belanja satu atau dua saja. Melainkan sudah belasan tempat didatangi.
Belanja hari ini membuat Ricko tersiksa karena keinginan Violete yang tidak ada habisnya. Mengeluh pun tidak ada gunanya karena telah dia yang menjanjikannya.
"Kurasa ini sudah cukup. Pak direktur yang terhormat, terima kasih telah membelikan ini semua. Besok-besok lagi, yah, hehehe," kekeh Violete. Bak seorang gadis belasan tahun, melangkah dengan lincahnya, berjalan sambil melompat-lompat.
"Dasar tidak tahu umur. Umur segitu memang lagi lucu-lucunya," seloroh Ricko.
"Kakak bilang apa?" sahut Violete, menengok ke belakang. Sebenarnya merasa kasihan melihat orang yang menolongnya malah diperlakukan seperti itu. Namun itu adalah kesempatan emas karena memiliki seorang kakak yang didambakan sejak dulu.
Menjadi anak tunggal dari sebelum berganti identitas, lantas membuatnya melampiaskan kesempatan yang ada. Apalagi menjadi adik seorang CEO muda dan tampan seperti Ricko.
Bahkan beberapa orang menganggap mereka sebagai pasangan kekasih. Baru setelah dijelaskan hubungan mereka kakak beradik, barulah mereka diam. Memaklumi sikap manja seorang adik perempuan kepada saudara laki-lakinya.
"Memang mereka terlihat cocok jika dipasangkan sebagai sepasang kekasih. Tapi menjadi kakak beradik pun mereka cocok. Bagaimana mungkin gadis cantik bisa sebegitu akrapnya. Juga sikapnya yang manja, memang begitu layaknya."
Orang-orang memaklumi kedekatan keduanya. Di pusat perbelanjaan yang besar itu, selama seharian berkeliling dan juga berbelanja. Setelah sebelumnya Violete merasa sedih saat bertemu anak dan suaminya di kehidupan nyatanya. Namun beberapa saat kemudian sikapnya berubah menjadi manja.
Bukan tanpa alasan Violete melakukan itu semua. Wanita itu hanya mencoba lari dari pemikirannya. Sengaja melakukan hal-hal yang bertentangan dengan sikap aslinya, menjadi seorang gadis manja yang begitu sempurna.
"Oke ... sini bantu aku membuka mobilnya. Kamu ambil kunci di sakuku." Karena membawa beban banyak di kedua tangannya, Ricko tidak bisa membuka pintu mobil. Maka meminta pertolongan Violete untuk melakukannya.
"Iya-iya. Maafkan aku yang bikin repot ini, hihihi. Nanti aku masakin di rumah, bagaimana?" tawar Violete. Dengan senyuman yang memperlihatkan giginya yang rapi.
Melihat senyuman yang menawan itu, cukup membuat jiwa seorang kakak tersenyum. Andaikan itu adiknya yang asli, alangkah bahagianya. Yang harus dilakukan adalah bersyukur karena adanya Viola yang menggantikan Violete. Setidaknya dapat membuat rasa rindunya pada sang adik berkurang.
'Kamu benar-benar sempurna, Viola. Maksudku Violete. Setidaknya aku membutuhkanmu saat ini. Hingga aku bisa mengungkap misteri adikku selama ini.'
"Apakah kamu baik-baik saja? Kapan kamu mau masukin belanjaan ke bagasi? Ini, aku bukain bagasinya sudah dari lima menit yang lalu," tandas Violete. Sebenarnya tidak ada lima menit sejak membuka pintu bagasi. Hanya saja melihat orang bengong terus, membuatnya mengatakan hal itu.
"Ap-ap-apa? Lima menit aku bengong?" Baru sadar Ricko karena terlalu banyak beban pikiran. Namun ia harus menerima kenyataan, kehidupannya harus tetap berlanjut.
"Sini aku bantuin masukan!" serobot Violete. Ia langsung merebut belanjaan dan dimasukan ke dalam bagasi. "Ngelamun terus, awas nanti jadi bujang tua," gerutunya.
"Siapa yang kamu panggil bujang tua, hah? Yang ada kamu yang akan menjadi perawan tua," timpal Ricko tidak terima. Ia meletakan semua belanjaan ke dalam bagasi.
Salah jika Ricko mengatakan hal itu pada seorang wanita yang sudah menikah dan memiliki anak. Tapi adiknya memang tidak punya pacar, yang ia tahu selama ini. Sikap Violete menjadi murung.
Ia tidak sakit hati jika dipanggil perawan tua, nyatanya ia bukan lagi seorang perawan. Juga menyadari usia sebenarnya, tidak pantas jika itu dirinya yang dahulu. Namun ini peran yang harus ia lakukan. Bagaimanapun juga, ia harus menunjukan keseriusannya dalam menjalankan perannya.
'Ingatlah pada dirimu sendiri, Violete. Kamu adalah gadis muda yang ceria dan manja. Tidak mengapa kamu bertingkah seperti ini. Ayo, jalankan peranmu dengan baik.'
Dalam benak, Violete meyakinkan diri sendiri. Bagaimana ia bersikap dan bertanggung jawab menjalani kehidupan kedua. Membuang nama Viola jauh-jauh dari pikirannya. Meski itu sulit baginya, dirinya bukanlah wanita lemah lembut dan dewasa seperti dahulu.
"Maaf, perkataanku barusan." Ricko yang melihat Violete terdiam, mengerti. Tidak ada maksud lain untuk mengatakan hal yang tidak seharusnya.
"Tidak apa. He-he-he. Aku memang bodoh, yah. Sudahlah ... lebih baik kita jalankan peran seperti ini saja. Aku tidak apa-apa, kok. Ayo kita pulang ke rumah, Kak. Heh, apa yang terjadi padaku? Aku tidak menangis dan membuatmu malu, kan?"
"Hei, apa yang kamu katakan? Cepatlah naik mobil dan masakin aku di rumah. Aku sudah sangat lapar!" Meski tahu ada ganjalan besar dalam diri Violete, Ricko hanya mengalihkan suasana saja.
Mereka masuk ke dalam mobil dan segera tancap gas meninggalkan area parkir yang berada di lantai atas. Meninggalkan pusat perbelanjaan yang membuat perasaan campur aduk.
Mobil hitam melenggang menyusuri jalanan kota. Menuju ke tempat di mana Ricko tinggal. Hanya ada Ricko dan beberapa pekerja di rumah itu. Apalagi Violete juga akan tinggal di tempat yang berbeda dengannya. Hari ini mungkin hari terakhir bersama. Namun keputusan Violete untuk tinggal sendiri sudah bulat. Karena tidak ingin terlalu ikut campur urusan perusahaan yang tengah diperjuangkan oleh Ricko.
"Kita tidak bisa mengulang masa lalu. Tapi kita bisa mengubah masa depan dengan tekad, usaha dan doa. Apakah kamu akan melakukannya, bukan?" Sebuah suara yang terdengar dari luar mobil. Seorang pria dengan pakaian badut, beratraksi di tengah jalan. Di perempatan lampu merah.
Ricko dan Violete melihat dari balik kaca mobil, tanpa membukanya. Karena lampu merah menyala di perempatan jalan, maka kendaraan harus berhenti sejenak. Namun siapa sangka ada beberapa orang yang sedang melakukan pertunjukan menaiki sepeda roda satu tanpa berpegangan. Tangan kirinya memegang cup mie bekas.
"Kenapa ada badut di sini? Bahkan seorang pria harus bekerja siang dan malam hanya demi sesuap nasi. Demi memenuhi kebutuhan keluarga. Mohon para dermawan untuk membantu kesulitan kami." Badut itu berkata pada dirinya sendiri sambil berkeliling meminta uang receh. Dengan menyodorkan cup mie instan.
Kata-kata yang diucapkan sang badut itulah yang terngiang dalam kepala. Itu seperti ditunjukkan kepada Ricko ataupun Violete. Keduanya memang harus berusaha untuk menyelesaikannya. Selagi memiliki kesempatan.
"Terima kasih banyak. Semoga kalian bisa mencapai apa yang diinginkan. Hidup dengan bahagia dan saling menyayangi. Dari badut jalanan yang numpang nyari nafkah."
"Sama-sama." Hanya kata itu yang diucapkan Ricko setelah memberikan uang kepada sang badut. Meski tidak banyak, sikapnya yang tidak ingin menunjukan kekuasaan atas harta yang dimiliki. Karena memberi tidak dihitung dari jumlahnya, namun dari keikhlasan hati.
Violete heran dengan Ricko yang hanya memberikan sedikit uang kepada badut itu. Saat Violete hendak memberikan lebih, tangannya dihentikan oleh Ricko.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments