"Sistem, apa kau yakin ini tempatnya?" tanya Zevan, yang tengah bersembunyi dari balik tembok pagar sebuah rumah mansion besar dan mewah.
[Tentu saja Tuan! Konfigurasi pelacakku pada Rara, tidak akan pernah meleset satu sentimeter pun!]
Zevan telah berhasil menapakkan kakinya, didepan sebuah rumah mansion milik keluarga besar Dirgantara, yang diketahui merupakan bangunan termahal di pusat kota.
Meski hanya bermodalkan nekat, Zevan berusaha untuk mencari tahu, apa kebenaran yang tersimpan dibalik pertunangan Rara, dengan pemimpin dari bisnis keluarga Dirgantara grup tersebut.
[Tuan. Apa anda ingin menyusup kedalamnya?]
"Ya! usahakan agar penghuni rumah tidak bisa melacak keberadaanku," jawab Zevan, selagi pandangan matanya terpusat pada dua orang pengawal, yang berdiri didepan pintu mansion.
[Baiklah Tuan!]
[Sistem! Mode Stealth, diaktifkan!]
Zevan mendapati seluruh tubuhnya menjadi transparan, dan tak mampu dilihat oleh siapapun. "Sistem, dimana keberadaan Rara sekarang? Aku ingin cepat-cepat bertemu dengannya," tanya Zevan, yang mulai melangkahkan kakinya menembus gerbang mansion.
[Sistem, melacak keberadaan Rara, diaktifkan!]
Langkah kakinya seketika terhenti, tepat didepan pintu rumah mansion. "Rara, cukup bilang kau bahagia dengan orang itu, maka aku akan berhenti melakukan hal ini kepadamu," batin Zevan, dengan menundukkan wajahnya sambil menutup kedua mata.
[Tuan! Rara berada di lantai dua! Tepatnya disebuah kamar, dengan pintu yang berwarna putih!]
"Baik!" Perkataan itu, seiring dengan melangkahkanya kedua kaki Zevan, yang berjalan menuju tangga rumah mansion. Ia menghiraukan banyak orang-orang, yang tengah memenuhi lantai satu rumah tersebut.
Setelah menapakkan kakinya di lantai dua, Zevan tak sengaja melihat Tommy dari kejauhan, yang tengah berjalan menuju tangga rumah, bersama beberapa orang pengawalnya.
"Apa semua sudah direncanakan dengan baik?" tanya Tommy, kepada salah satu pengawalnya.
"Tentu saja Tuan muda. Anda tak perlu khawatir lagi soal acara pernikahannya," jawab sang pengawal, yang tengah berjalan dibelakang Tommy.
"Bagus!" ucap Tommy, tanpa menyadari bila dirinya telah berpapasan dengan Zevan.
Tommy dan beberapa pengawalnya segera menuruni anak tangga, menuju lantai satu. Sedangkan Zevan, sempat menghentikan langkahnya, saat tak sengaja mendengar percakapan mereka.
[Tuan, tetaplah fokus!]
"Hmm." Zevan mengerjapkan matanya berulang-ulang, dan mulai melangkahkan kakinya, menuju pintu kamar berwarna putih, yang mulai nampak dalam pandangan matanya.
Zevan terkejut, saat masuk menembus pintu kamar, dan mendapati Rara tengah terduduk didepan cermin besar, sambil mengenakan gaun pengantin.
"Ra—" Perkataan Zevan yang sempat terpotong itu, mampu didengar oleh seluruh penghuni dalam kamar tersebut, tak terkecuali Rara.
"Zevan?!" ucapnya sambil menoleh ke arah belakang, dan tersadar bila suara yang dikenalnya itu, hanyalah ilusi semata. "Perasaan aku tadi mendengar suara Zevan ... apa mungkin halusinasiku saja?" batinnya, dan kembali menoleh ke arah cermin besar.
Zevan yang tengah membungkam mulutnya, hampir saja merebut perhatian semua orang dalam kamar itu. "Ah! Aku lupa kalau sedang dalam mode Stealth!" ucap Zevan dalam hatinya, dan mulai berjalan menghampiri Rara.
"Kalau dilihat-lihat, Rara cantik juga. Apalagi kalau pakai baju seperti ini, sungguh terlihat seperti bidadari," puji Zevan dalam hatinya, yang merasa terpukau saat menatap pada Rara.
"Nona Rara, apa yang sedang mengganggu pikiranmu?" tanya salah seorang perias pengantin, yang tengah mengukur pinggang Rara.
Rara yang sedikit merentangkan tangannya pun berkata, "Tidak ada. Aku hanya sedikit gugup saja," jawab Rara, meski matanya semakin menatap sayu ke arah cermin besar.
"80 sentimeter. Ukuran yang cukup ideal untuk gadis sepertimu. Aku bahkan sampai iri padamu, nona Rara," ucap sang perias pengantin, yang tengah meletakkan alat pengukurnya ke atas meja. "Nona Rara, tunggulah sebentar disini. Kami akan memilihkan gaun pengantin yang cocok untukmu," ujar sang perias pengantin.
Mereka lalu keluar dari kamar, dan menutup pintu kamarnya rapat-rapat, yang membuat Zevan segera memanfaatkan kesempatan itu, untuk berbicara dengan Rara.
Zevan beringsut mundur dan berdiri sedikit menjauh, dibelakang Rara. "Sistem!" ucapnya, yang telah percaya apa yang harus dilakukan sistem kepadanya.
[Baik Tuan!]
[Sistem! Mode Stealth, dinonaktifkan!]
Seluruh tubuh Zevan kembali terlihat dengan jelas, dan rasa penasaran yang kian membesar dalam hatinya, membuatnya segera melangkah menuju Rara. "Sistem, buatlah waktu terhenti. Aku dan Rara adalah pengecualian," perintah Zevan, demi memudahkan upayanya tersebut.
[Baik Tuan!]
[Sistem! Mengunci target: Tuan dan Rara Safitri, diaktifkan!]
[Sistem! Menghentikan perputaran waktu, diaktifkan!]
"Rara," himbau Zevan, yang telah berdiri tepat dibelakang gadis itu.
Rara pun sontak terkejut, saat mendapati sosok Zevan dari dalam cermin besar. "Zevaaan?!" Ia lalu menolehkan wajahnya ke arah belakang, dan benar-benar tak menyangka, bila anak itu adalah Zevan. "Zevaan?! Kenapa kamu bisa ada disini?!" tanya Rara seraya bangkit dari kursinya, dan berdiri menghadap Zevan.
Zevan mendengus. "Aku yang seharusnya bertanya, kenapa kamu bisa ada disini? Apa kamu sudah tidak lagi bekerja di apartemen?" Pertanyaan Rara pun dilemparkan kembali, oleh pertanyaan-pertanyaan yang terlontarkan dari mulut Zevan, yang membuat gadis itu semakin terheran-heran.
"Aku?! Aku memang sudah seharusnya berada disini!" jawab Rara, dengan raut wajah herannya, dan tak berani mengungkapkan apa alasan sebenarnya.
"Oh. Kalau begitu, aku juga memang sudah seharusnya berada disini," sambung Zevan, yang mulai menguji kesabaran Rara.
Rara kembali menduduki kursinya, dan sontak menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. "Cepat pergi Zevan ... aku tak ingin kamu berlama-lama disini," ucap Rara, yang seketika membungkukkan badannya, dan menyembunyikan raut wajah sedihnya dibalik kedua telapak tangan.
Zevan dengan polosnya beringsut menuju Rara, lalu menggenggam kedua pundak gadis itu. "Apa benar, kau telah terikat perjanjian dengan Tommy?" tanya Zevan.
Rara sontak membelakakkan matanya lebar-lebar. "D-darimana kau tahu soal itu? Siapa yang telah mengatakannya padamu?" tanya kembali Rara, yang merasa terkejut dengan pertanyaan Zevan.
[Aku :p]
Zevan kembali mendengus, dan melepaskan genggamannya pada kedua pundak Rara. "Rara, jika kamu benar-benar merasa tertekan, maka sebaiknya jangan dilanjutkan," Ia lalu menyodorkan telapak tangannya disamping gadis itu. "Ayo, kita pergi dari sini," seru Zevan dengan penuh percaya diri.
Namun yang terjadi, tak seperti yang diharapkan Zevan. Rara sontak menjauhkan tangan anak itu, hingga membuat suasana semakin memanas diantara mereka.
"Pergi. Atau aku panggil pengawal!" gertak Rara, yang semakin tak tahan dengan sikap Zevan kepadanya.
Zevan pun tertegun. "Kenapa?! Apa yang salah dariku?" Ia benar-benar tak menyangka dengan respon yang diberikan Rara, atas tindakannya itu.
Rara sontak berdiri dari kursinya. "Pergiii!!!" bentaknya dengan sungguh-sungguh seraya menunjuk ke arah pintu kamar, yang membuat Zevan sempat terperanjat.
[Tuan, ayo pergi dari sini. Aku tidak tahan melihat gadis itu semakin mempermalukan anda!]
Dengan nafas yang mulai menyesakkan dadanya, Zevan akhirnya menuruti permintaan Rara, dan berjalan menuju pintu kamar. "Baiklah. Kalau memang itu maumu, aku akan pergi," ucapnya.
Langkah kakinya pun sempat terhenti, tepat didepan pintu kamar. "Apa karena aku hanyalah seorang bocah ingusan, yang tak tau apapun tentang dirimu. Dan kau lebih memilih pria tampan yang memiliki banyak harta itu?" Zevan masih belum menerima perlakuan Rara, dan ingin memastikan yang sebenar-benarnya dari gadis itu.
Rara kembali menduduki kursinya, dan menatap sosok Zevan dari dalam cermin besar. "Aku anggap, kau sudah mengerti Zevan. Tolong jangan terlalu mencampuri urusanku," ucap Rara, meski hatinya berat untuk mengatakannya.
Zevan mengepalkan kedua tangannya dengan erat, dan sontak berbalik badan. "Kenapa kau sangat tunduk pada perjanjian kontrak itu?! Apa yang membuatmu tak mampu mengingkarinya? Apa karena hutang?! Aku yang akan membayar seluruh hutang-hutangmu!" Ia tak mampu menahan amarahnya, saat gadis itu semakin dan semakin mempermalukan dirinya.
[Gawat! Aku belum memeriksa jumlah saldo Tuan!]
[Sistem! Cek jumlah saldo rekening Tuan!]
[•••••Zevan Ardiansyah•••••]
[Keuangan: luar biasa!]
[Jumlah kekayaan: Rp. 10,189,763,916]
[Huft! Aman!]
Rara sempat termenung, namun kembali beranjak dari kursinya, dan berdiri seraya menghadap kearah Zevan. "Jangan sok tahu dengan masalahku! Aku sudah berhutang banyak pada Tommy. Kalau bukan karena kebaikannya, Orangtuaku takkan mungkin bisa membayar seluruh hutang keluarga kami. Aku dan Tommy sudah berteman sejak kecil,"
Rara menyeka airmatanya, yang sedari tadi jatuh mengucur membasahi pipinya. "Keluarga kami bahkan sudah dekat, jauh sebelum kami lahir. Aku takkan bisa mengkhianati kebaikan Tommy, meski perasaanku belum bisa menerima dirinya sepenuhnya," ungkap Rara panjang lebar.
[Huhu, aku sungguh terharu mendengarnya]
"Sistem, diam!" Zevan menarik nafasnya dalam-dalam, lalu mengeluarkan secara perlahan. "Lalu, apa artinya hubungan kita, yang dimulai sejak persetubuhan malam itu?" tanya Zevan, yang mulai sedikit memahami keinginan Rara. Ia kembali menghadapkan tubuhnya, pada pintu kamar, dan berdiri membelakangi gadis itu.
Rara sontak memalingkan wajah. "Kalau soal itu," Kedua pipinya pun memerah, dan sempat menggigit bibir bawahnya. "Kuakui, aku memang menyukaimu Zevan. Tapi," Rara seketika berjalan menghampiri Zevan, lalu memeluk tubuhnya dari belakang. "Takdir kita, sepertinya takkan pernah menyatu," ungkap Rara, seraya mengencangkan pelukannya, pada punggung anak tersebut.
[Takdir? Maksudmu, benang merah?]
"Sistem, diam!" Zevan benar-benar terganggu dengan perkataan sistemnya.
Sudah tak ada lagi yang mampu dan layak diupayakan Zevan, setelah Rara semakin membuatnya mengerti, apa maksud dari perkataan-perkataannya.
"Baiklah." Zevan melepaskan tubuhnya dari pelukan Rara, dan mulai membuka pintu kamar. "Aku akan berdoa, semoga kau selalu hidup bahagia bersamanya," ungkapnya, seraya berjala melewati pintu, lalu menutup kembali pintu kamar rapat-rapat.
Rara akhirnya jatuh bersimpuh dan semakin berlarut-larut dalam tangisnya. Ia tetap percaya bila keputusannya, adalah yang terbaik, untuk dirinya dan Zevan. Meski sebenarnya, hatinya sangat mencintai anak tersebut.
...****TBC****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Alghifarrie
Bisa gitu ya
2023-06-29
1
GilangRamadhan
ngarep amat Van
2023-02-26
0
Taaku
𝓶𝓪𝓷𝓽𝓪𝓹.
2023-02-11
0