Menuju gelapnya fajar, menjelang pukul lima dini hari, Rara yang telah mengenakan seluruh pakaiannya pun berusaha membangunkan Zevan. "Zevaaan, banguun ...." ucapnya seraya menggoyang-goyangkan tubuh anak tersebut.
Zevan akhirnya membuka kedua matanya secara perlahan, dan mendapati Rara tengah berjalan menuju pintu kamar. "Rara? Kamu mau kemana?" tanya Zevan, sambil berusaha bangkit dari tempatnya terbaring.
Rara membuka pintu kamar, dan keluar sambil menundukkan wajahnya. "Mungkin, ini adalah pertemuan terakhir kita, Zevan," ucapnya, lalu menutup pintu kamar rapat-rapat, yang membuat Zevan sontak beranjak dari ranjangnya.
[Biarkan dia Tuan!]
Langkah kaki Zevan pun terhenti, tepat sebelum tangannya membuka pintu kamar, saat mendengar perkataan sistem. "Sistem, apa kau mengetahui apa yang tengah dirasakannya?" tanya Zevan, dengan segala kebimbangan dalam hatinya.
[Tidak. Aku tidak tahu apa-apa. Tuan bahkan belum memintaku untuk memindai perasaannya]
Zevan pun sontak termenung, namun kembali meraih kesadarannya. "Pindai perasaanya, sistem!" perintah Zevan dalam hatinya, seraya menunjuk ke arah pintu kamar.
[Baik Tuan!]
Selagi sistem melakukan pemindaian, Zevan segera beranjak menuju kamar mandinya. Perasaannya semakin gelisah tak menentu, saat mendapati perubahan sikap yang ditunjukkan Rara.
[Sistem! Memindai perasaan Rara Safitri terhadap Tuan, diaktifkan!]
[•••••Rara Safitri•••••]
[Rasa suka: 40%]
[Rasa kagum: 30%]
[Rasa segan: 5%]
[Rasa benci: 0%]
[Rasa hormat: 1%]
[Apakah Tuan ingin membuka data baru?]
"Ya!" Zevan sontak mengangguk didepan cermin wastafel, selagi dirinya menggosok-gosokkan gigi, dengan sebuah sikat gigi yang telah berada dalam genggamannya.
[Baik Tuan!]
[•••••Membuka Data Baru•••••]
[Rasa dendam: 0%]
[Rasa ingin membunuh: 0%]
[Rasa dilema: 24%]
[•••••Pemindaian Selesai!•••••]
[Kesimpulan: Rara Safitri benar-benar sangat mencintai Tuan. Namun, ada suatu hal yang mengganjal dalam hatinya]
Zevan sontak berkumur saat mendengar laporan sistemnya, dan mengarahkan semburan air bisa pasta gigi ke lubang wastafel. "Mengganjal? Apa penyebabnya?!" tanya Zevan dalam hatinya, seraya menatap cermin wastafel dengan penuh kebingungan.
[Ada perintah lagi Tuan?]
"Sistem! Cari tahu apa penyebabnya!" perintah Zevan dalam hatinya, dan mulai bergegas membersihkan tubuhnya.
[Baik Tuan! Mohon tunggu sebentar!]
Zevan mempercepat gerakan mandinya, seiring dengan terkikisnya rasa kesabarannya, dalam menanti laporan dari sistem. "Sistem, apa sudah selesai?" tanya Zevan, yang tengah menggosok-gosokan rambutnya dengan sebuah cairan shampoo.
Namun, yang didapatinya hanyalah keheningan. Setelah menunggu beberapa menit, Zevan akhirnya menyudahi kegiatan mandinya, dan segera beranjak keluar dari kamar mandi. "Sistem?" himbaunya dalam hati.
Zevan lalu beringsut menuju lemarinya, dan bergegas mengekanan seluruh pakaian sekolahnya. "Sisteeeeem!" Ia terus menerus menghimbau sistemnya, yang belum juga kembali dalam menyelidiki, apa yang telah diperintahkan olehnya.
Perhatian Zevan seketika tertuju pada sebuah pita rambut, yang tergeletak diatas ranjangnya. "Inikan ... pita rambutnya Rara!" pikirnya seraya meraih pita rambut tersebut. "Aroma ini ...." Zevan tergugah saat menghirup aroma wangi, yang membekas pada pita rambut itu.
[Tuan! Aku kembali!]
Zevan sontak terkejut setelah mendengar suara sistemnya. "K-k-kemana saja kau?! Apakah harus selama ini?!" keluh Zevan dalam hatinya, sambil terus menggenggam erat pita rambut berwarna putih tersebut.
[Maaf Tuan! Aku tadi sedang mengawasi pergerakan Rara, dan melihat gadis itu telah memasuki sebuah mobil, bersama seorang pria didalamnya]
Mendengar laporan dari sistemnya, membuat Zevan sontak terduduk lalu termenung di atas sisi ranjangnya. "Lalu, bagaimana kelanjutannya?" tanya Zevan sambil menatap tajam pita rambut milik Rara, yang berada dalam genggamannya.
[Baiklah Tuan. Anda akan menyaksikan apa yang sebenarnya terjadi]
Sistem seketika meluncurkan layar proyeksi tembus pandangnya, lalu menampilkan Rara bersama seorang pria tampan, berpakaian jas mewah, dan tengah mengendarai sebuah mobil bersama gadis itu.
[Sistem! Pengeras suara, diaktifkan!]
Zevan yang tengah menatap ke arah layar proyeksi pun, akhirnya dapat mendengar suara percakapan, dari kedua orang tersebut.
"Rara, apa kau sudah mempersiapkan mentalmu?" tanya sang pria, kepada Rara yang tengah terduduk sambil menunduk, dengan pandangan yang menatap kosong ke arah bawah.
"Ya ... aku sudah siap." Rara saling menggenggam kedua jemarinya, seraya menggesek-gesek kedua ibu jarinya, yang menandakan kegelisahan semakin menjalar, dalam hati dan pikirannya.
Pria itu seketika menjulurkan tangan kirinya, dan menggenggam erat kedua telapak tangan Rara. "Jangan khawatir. Aku akan selalu memberikan kebahagiaan untukmu," ucap sang pria, dengan menampakkan senyuman yang mencurigakan diwajahnya.
Kedua tangan pun Zevan bergetar hebat, saat menyaksikan dan mendengar percakapan kedua orang tersebut, hingga tak sengaja menjatuhkan pita rambut milik Rara. "Sistem, lacak informasi tentang pria itu!" pinta Zevan dalam hatinya, dan mulai bergegas keluar dari kamar, setelah mengenakan tasnya.
[Baik Tuan!]
[Sistem! Memindai Informasi target, pria yang tengah mengendarai mobil, diaktifkan!]
[•••••Memulai Pemindaian•••••]
[Nama: Tommy Dirgantara]
[Umur: 25 tahun]
[Pekerjaan: CEO]
[Kesehatan: 94%]
[Keuangan: Luar biasa]
[Kemampuan: -]
[Tinggi badan: 175 cm]
[Berat badan: 60 kg]
[Informasi: Tommy Dirgantara, merupakan penerus dan pemimpin dari induk perusahaan Dirgantara Grup, yang memiliki aset kekayaan senilai 17 triliun rupiah. Merupakan tunangan Rara Safitri]
[•••••Pemindaian Selesai•••••]
Zevan semakin memperkuat pegangannya, pada sabuk tas yang menggantung di kedua sisi ketiaknya. "Jadi, Rara sengaja meninggalkanku, dan lebih memilih seorang pria CEO tampan itu?" Ia tak dapat menahan rasa cemburunya, saat mengetahui Rara telah bertunangan dengan orang lain.
[Tidak, Tuan! Anda salah paham]
Mendengar teguran sistemnya, membuat Zevan sontak menghentikan langkah kakinya, tepat didepan pintu lift yang tengah terbuka. "Salah paham? Sudah jelaskan, apa yang ditampilkan dalam layar proyeksi itu? Nasib asmaraku memang benar-benar tidak beruntung!" gumam Zevan dalam hatinya, tanpa menyadari bila pintu lift telah menutup, hingga membuatnya harus menunggu kembali selama beberapa saat.
[Tuan, jika anda memperhatikan raut wajah Rara, tentu Tuan akan memahami maksud dari perkataanku]
Zevan termenung sejenak, dan mulai mengingat kembali apa yang telah dilihatnya, dalam layar proyeksi sistem. "Aku merasakan, kegelisahan yang terpampang jelas dalam raut wajah murung Rara," ucap Zevan dalam hatinya, selagi menunggu kedatangan lift.
[Bingo! Rara benar-benar tak menginginkan pertunangan itu! Dia seperti terpaksa melakukannya, karena desakan orang-orang tertentu!]
"Kegelisahan itu, seakan menandakan dirinya sedang berada dalam jebakan seseorang. Sistem! Cari tahu apa dan siapa yang telah mendesak Rara!" perintah Zevan, seraya menggertakan giginya.
[Baik Tuan!]
[•••••Sedang Menganalisis ... Mohon Tunggu Sebentar!•••••]
Pintu lift pun akhirnya terbuka, yang membuat Zevan segera masuk kedalamnya. Ia lalu menunggu mesin lift, membawanya turun menuju lantai lobby.
[Tuan! Aku dapat informasi baru!]
"Apa itu?!" tanya Zevan dalam hatinya, dan mulai melangkahkan kakinya keluar dari lift, setelah pintu lift tersebut terbuka dengan sendirinya.
[Rara diketahui telah membuat perjanjian kontrak dengan Tommy, karena suatu insiden yang melibatkan kedua orang tua mereka dulu. Isi dari perjanjian itu, telah memaksa Rara untuk bersedia menikahi Tommy, meski hatinya tidak sama sekali mencintai pria itu]
"Oh ... telah terikat perjanjian kah?" Zevan sontak tersenyum, karena merasa bila dirinya tidak layak untuk mencampuri urusan Rara. "Ya sudahlah! Biarkan saja!" Ia pun akhirnya menyerah, dalam mencari tahu apa penyebab kegelisahan gadis yang pernah tidur bersamanya itu.
[Tuan, anda yakin?]
Zevan yang telah melewati pintu utama apartemen pun sontak menghentikan langkah kakinya, seraya tersenyum menyeringai ke arah depan.
"Tentu saja tidak! Aku tidak akan pernah membiarkan Rara bersedih!" pikirnya sambil mengepalkan kedua tangannya dengan erat, dan mulai melangkahkan kakinya menuju gerbang apartemen.
Zevan mulai menyusun segala rencana, untuk mencari tahu kebenaran dibalik pertunangan Rara dan Tommy. "Sistem, kau sudah mengerti rencana apa yang ada dalam pikiranku bukan?!" tanya Zevan, seraya mempercepat langkah kakinya, menuju gedung sekolah.
[Tentu saja, Tuan! Karena aku adalah pusat pikiran anda!]
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
(Tringgg!)
Setelah melewati kegiatan belajar mengajar selama tujuh jam, Zevan akhirnya beranjak dari kursinya, dan mulai melangkahkan kakinya dengan terburu-buru menuju pintu kelas. "Sistem, bagaimana kondisi Rara sekarang?" tanya Zevan, seraya menatap pada kedua telapak tangannya.
[Baik Tuan, mohon tunggu sebentar!]
[•••••Sedang memantau Rara Safitri•••••]
Belum sempat Zevan keluar dari kelas, Reina tiba-tiba bangkit dari kursi, dan mengejarnya dari belakang.
"Zevan!" himbau Reina, dengan detak jantung yang semakin berdegup kencang tak karuan. Ia lalu berjalan mendahului Zevan, dan berhenti tepat dihadapan anak itu.
Zevan pun turut menghentikan langkah kakinya, saat mendapati Reina menghalanginya keluar dari pintu kelas. "Reina? Ada ap—"
Reina tiba-tiba mendekatkan wajahnya, dan sontak mencium bibir Zevan, seraya merangkul kedua pundaknya. "Zevan, aku sangat mencintaimu," batinnya, sambil terus mengecup bibir lelaki yang telah menyelamatkannya itu.
Zevan pun tercengang atas perbuatan gadis tersebut. Ia merasakan kehangatan dan kelembutan yang terasa jelas dari bibir Reina.
Reina lalu melepaskan ciumannya, namun tetap mempererat rangkulannya pada pundak Zevan. "Ini adalah ungkapan terimakasihku untukmu, karena telah menyelamatkanku kemarin," ucapnya, dan kembali mencium Zevan dengan penuh rasa cinta.
Tak ada satupun orang dalam kelas mereka, yang membuat Reina semakin leluasa dalam melakukan aksinya itu.
[Tuan— Wow!]
"Sistem, bantu aku!" Zevan tak dapat mengelak, saat bibirnya dil*mat habis-habisan oleh bibir Reina. Kaki kiri gadis itu bahkan terangkat dan membelenggu pinggang Zevan, seakan memberikan isyarat, bila dirinya benar-benar sangat menginginkan anak tersebut.
[Baiklah Tuan. Apa yang harus kulakukan?]
Zevan pun terkejut dengan pertanyaan sistem, yang seperti pura-pura tidak tahu, apa yang harus dilakukan. "Apapun itu, lakukan! Agar aku bisa terbebas dari gadis ini!" pinta Zevan, dengan pandangan mata yang semakin membelalak lebar ke arah mata Reina, karena tak menyangka dengan tindakan spontan gadis itu.
Permintaan Zevan pun seakan didengar oleh Reina, yang segera menarik bibirnya, serta melepas rangkulannya pada pundak Zevan. Ia lalu tersenyum, dan mulai melangkahkan kakinya menuju pintu kelas. "Sampai jumpa esok hari, Zevan!" ucap Reina yang telah berdiri dari luar pintu, seraya melambai-lambaikan tangannya ke arah Zevan.
Zevan masih berdiri mematung dan tercengang, atas perbuatan yang sama sekali tidak diduga-duga olehnya barusan.
[Tuan, anda baik-baik saja?]
Mulutnya yang tengah menganga lebar pun sontak menutup, saat mendengar suara sistemnya. "Sistem! Sejak kapan kau mulai lengah, hingga membiarkan Reina menciumku?!" keluh Zevan dalam hatinya.
[Maaf Tuan! Aku benar-benar tak memprediksi tindakan gadis itu! Gerakannya terlalu cepat!]
{Maaf Tuan, sebenarnya aku sangat menanti-nantikan adegan ciuman itu :p}
Zevan seketika menghirup nafasnya dalam-dalam, lalu membuangnya secara perlahan, dan mulai melangkahkan kakinya menuju pintu kelas. "Sistem. lain kali, berhati-hatilah," tegur Zevan dalam hatinya, seraya berjalan melewati pintu kelasnya.
[Baik Tuan! Dimengerti!]
{Aku menanti adegan selanjutnya, Tuan :p}
...****TBC****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
GilangRamadhan
saingan tuh
2023-02-26
2
Taaku
𝓶𝓪𝓷𝓽𝓪𝓹
2023-02-11
1
Jimmy Avolution
Ayo...ayo...
2023-01-31
0