Zevan ingin Reina melupakan semua yang telah disaksikannya, karena takut gadis itu akan membongkar seluruh rahasia yang di milikinya suatu saat nanti. "Sistem, apa kau bisa menangani gadis ini?" tanya Zevan dalam hatinya, selagi tubuhnya dalam pelukan Reina.
[Oh, tentu saja Tuan!]
[Sistem! Mendoktrin pikiran target: Reina Melati, diaktifkan!]
[Sistem! Menenangkan pikiran target: Reina Melati, diaktifkan!]
[Sistem! Teleportasi target: Reina Melati, diaktifkan!]
[Tuan, anda ingin memindahkannya kemana?]
"Satu-satunya tempat yang paling aman untuknya, adalah rumah," jawab Zevan, yang mulai melepaskan pelukannya dari tubuh Reina, sementara gadis itu, telah kehilangan kontrol kesadarannya.
[Baik Tuan!]
[Teleportasi target, diaktifkan!]
Zevan mendapati tubuh Reina bersinar dan memudar seketika, lalu menghilang menuju rumahnya. Ia sempat menatap penuh iba pada wajah gadis itu, namun tak ingin berlarut-larut merasakannya.
[Tuan, teleportasi selesai!]
Perhatian Zevan seketika tertuju, pada jasad seluruh anggota berandalan yang telah dilumpuhkannya. "Sistem, apakah tidak masalah membiarkan mereka disini?" tanya Zevan.
[Tenang saja Tuan!]
[Sistem! Mengunci Target: Empat orang berandalan, diaktifkan!]
[Sistem! Penguburan massal, diaktifkan!]
Keempat tubuh berandalan yang telah tewas itu, seketika meresap kedalam tanah secara perlahan, yang membuat Zevan sempat menutup kedua matanya. "Semua ini bukanlah keinginanku, tapi karena kejahatan-kejahatan yang telah mereka perbuat selama hidup didunia ini," pikirnya seraya mengepalkan kedua tangannya erat-erat.
[Tuan, semua aman terkendali!]
Zevan mulai melangkahkan kakinya keluar dari gang buntu tersebut. "Baik, terimakasih sistem," ungkapnya sambil mengibas-ngibaskan seragamnya dari debu dan kotoran yang menempel, akibat pertarungan yang telah dilaluinya barusan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Ada saja hal-hal yang menggangu pikiran Zevan, selama berjalan menuju gedung apartemennya. "Semakin lama waktu berlalu, semakin banyak kejadian-kejadian aneh yang harus kulalui. Apakah aku harus pindah, dari apartemen itu?" Zevan bertanya-tanya dalam hatinya, imbas dari kecemasannya atas apa yang telah terjadi selama ini.
[Tuan, apapun dan siapapun yang membuatmu pikiranmu terganggu, aku takkan segan-segan melenyapkannya!]
"Tunggu dulu sistem! Jangan terlalu bertindak gegabah!" tegur Zevan dalam hatinya, selagi kakinya mulai membawanya masuk kedalam gerbang apartemen. "Kita harus menyelidiki terlebih dahulu, siapa dalang dari semua kejadian ini," ucap Zevan dalam hatinya, seraya memasuki pintu otomatis lobby apartemen.
Wajahnya terus menunduk, karena semakin berkonsentrasi dan berpikir keras untuk mengantisipasi segala tantangan selanjutnya, tanpa menyadari bila Rara telah berdiri dihadapannya.
(Boing!)
Langkah kakinya pun terhenti, seiring dengan wajah yang membentur belahan dada Rara. Gadis itu berdiri seraya berkacak pinggang, seperti sedang merasakan sesuatu pada Zevan.
"M-m-maaf Rara! Aku tidak fokus dalam berjalan!" ungkap Zevan sambil menempelkan kedua telapak tangannya dihadapan Rara.
Rara seketika menoleh kearah meja resepsionis. "Na! Aku tinggal dulu yah!" ucapnya pada rekan kerjanya, yang tengah berdiri dibalik meja.
Rara lalu menarik tangan Zevan, dan menggiringnya menuju pintu lift. "Ada yang sangat-sangat ingin kubicarakan padamu, Zevan," katanya seraya membawa Zevan masuk kedalam lift, setelah pintu lift itu terbuka lebar.
Zevan menjadi terheran-heran, dengan sikap yang ditunjukkan Rara terhadapnya. "Rara ad—" Perkataannya pun sempat terpotong, saat Rara sontak menatapnya, dan menunjukkan raut wajah sebalnya.
Sambil mendengus, Zevan akhirnya pasrah dalam menghadapi apa yang akan dilakukan gadis itu padanya. "Sistem, apa kau tahu, kenapa Rara bersikap dingin padaku?" tanya Zevan, selagi Rara membawanya keluar dari pintu lift, saat mereka tiba dilantai 42.
[Tuan, sepertinya Rara sedang merindukanmu]
"Merindukanku? Apa maksudnya itu?! Kenapa Rara tidak mengungkapkannya lansung?!" Zevan semakin bertanya-tanya dalam hatinya.
Rara seketika menghentikan langkahnya tepat didepan pintu kamar Zevan. "Buka pintunya," seru Rara pada Zevan, sambil memperkuat genggamannya pada tangan anak itu.
Zevan yang turut berdiri menghadap pintu kamarnya pun segera merogoh saku celana sekolahnya. "Sistem! Jangan bilang Rara ingin melakukan hal itu lagi!" duga Zevan dalam hatinya, seraya membuka pintu kamarnya.
[Tuan, nikmati saja!]
Zevan pun sontak tercengang, saat mendapati Rara tiba-tiba masuk kedalam kamarnya, dan terduduk diatas ranjangnya. "Haaaa?!" Kakinya menjadi enggan untuk melangkah masuk kedalam kamar.
"Zevan! Kemari!" Rara terduduk dengan bersedekap tangan, sambil melipat kaki kanannya dan bertumpu pada paha kiri, yang membuat bagian bawah pahanya tersingkap.
Zevan berusaha untuk tetap tenang, lalu menghela nafasnya dengan perlahan. "Rara, jika ada yang ingin kau katakan, katakanlah sekarang," ucapnya seraya melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar, dan mengunci pintu kamar rapat-rapat.
"Sini!" Rara menepuk-nepuk sisi kanan ranjang, seakan memberikan isyarat pada Zevan untuk duduk disampingnya, yang membuat anak itu akhirnya menuruti perintahnya. "Zevan, apa kau tahu, kemana perginya Pak Herman?" tanya Rara, yang menghadapkan tubuhnya ke arah Zevan.
Zevan menjadi gemetaran, karena belahan dada gadis itu terlalu nampak jelas dalam pandangan matanya. "Situasi ini ... benar-benar gawat!" batinnya.
"Zeevaaan!" Rara sontak menggengam kedua pundak Zevan, dan memaksa anak itu untuk berbicara seraya menghadap padanya.
Namun, Zevan tak sengaja membuat Rara kehilangan keseimbangan tubuhnya, hingga membuatnya terjatuh dan terbaring tepat diatas ranjang.
Rara menjadi tercengang, saat tubuhnya berada dibawah tubuh Zevan, dan wajah anak itu, terlalu dekat dengan wajahnya. "Zevaan ... kalau kau mau, sekarangpun tak masalah," ucap Rara dengan pipi yang sontak memerah, seraya memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Rara, apa yang kau bicarakan tadi? Aku sungguh-sungguh belum memahaminya," kata Zevan sambil terus menatap wajah Rara, tanpa menyadari, bila dirinya telah mengacuhkan dan mengalihkan pembicaraan gadis itu.
"Pak Herman, sudah seharian menghilang dan tak dapat ditemukan keberadaannya. Apa kau tahu kemana perginya orang itu?" tanya Rara, yang mulai menggigit jari kirinya, dan berusaha menahan gairah asmaranya pada Zevan.
Zevan pun turut memalingkan wajahnya ke arah lain. "Tidak! Yang ku tahu, terakhir kali aku melihatnya masuk kedalam lift," jawab Zevan dengan kepolosan, tanpa menyadari bila batang kem*luannya telah mengeras, yang membuat Rara sontak mendesah kecil, saat benar-benar merasakannya.
{Hadehh ... yang satu malu-malu kucing, yang satu tidak peka! Aku sudah bosan melihat ribuan adegan ini dalam novel-novel romansa!}
Sistem menunjukkan kemampuan misteriusnya, yang dapat berbicara tanpa mampu didengar oleh Tuannya.
{Tapi, kalau seperti ini, tidak buruk juga sih}
"Zevaann ...." Rara semakin tak dapat menahan gairah s*ksualnya, dan mulai membelenggu tubuh Zevan dengan kedua kakinya.
Zevan mengedipkan matanya berulang-ulang, seakan tengah merasakan sesuatu yang aneh. "Astaga!" ucapnya seraya sedikit menoleh kearah bawah, dan mulai menyadari bila dirinya telah membuat Rara semakin bergairah.
"M-m-maaaaf!" Zevan berusaha melepaskan dirinya, namun Rara sontak memeluk tubuhnya, dan menahannya untuk bangkit. "Raraaaa ...." Ia tak dapat mengelak, saat wajahnya menempel erat pada belahan dada Rara, karena gadis itu semakin memeluknya dengan erat.
{Hmm ... sepertinya, aku harus bertindak}
[Sistem! Meningkatkan nafsu birahi Tuan menjadi maksimal, diaktifkan!]
Zevan mendapati hasrat *****alnya memuncak, dan mulai menguasai tubuh Rara, lalu melucuti pakaiannya satu persatu. Sistem tak pernah keberatan, bila Tuannya berkeinginan untuk merasakan kenikmatan duniawi, karena memang sudah tugasnya membuat Tuannya bahagia.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam pun datang, seiring dengan gemerlapnya cahaya bulan, yang semakin menerangi seluruh penjuru kota metropolitan.
Dengan tubuh yang tak mengenakan sehelai kain apapun, Zevan mulai membuka kelopak matanya secara perlahan, dan sontak bangkit dari tempatnya terbaring, karena terkejut saat mendapati Rara tertidur disampingnya.
Rara pun turut terbangun karena tindakan anak itu. "Zeevaaan, kau sudah banguun ...." ucap Rara, dengan mata yang memicing seakan enggan untuk membuka lebar-lebar.
Zevan akhirnya mendengus, karena tak dapat lagi melawan kenyataan yang tengah dialaminya itu. "Aku harus menikahi Rara, secepatnya!" pikirnya dalam hati, dan kembali merebahkan tubuhnya sambil menyandarkan kepalanya pada kedua telapak tangan.
Rara sontak bersembunyi didalam selimut, seraya memeluk erat tubuh Zevan dari dalam selimut. Gadis itu tiba-tiba meneteskan air matanya lalu menangis dalam kesunyian, karena merasakan suatu hal yang membuatnya amat gelisah, dan tak berani diungkapkannya pada Zevan.
...****TBC****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
GilangRamadhan
lah bucin
2023-02-26
2
Taaku
𝓶𝓪𝓷𝓽𝓪𝓹 𝓽𝓱𝓸𝓻
2023-02-11
1
Jimmy Avolution
Ayo...
2023-01-31
1