Adinullah hanya bisa menatap takjub ketika melihat di bawah ranjang, mengalir dengan beningnya air yang entah sumbernya datang dari mana. Seperti merembes begitu saja melalui celah-celah mutiara yang menempel di dinding ruang. Dan anehnya lagi, ada tiga warna air yang mengalir di bawah ranjang itu. Warna biru dan putih susu mengapit warna bening yang berada di tengah-tengah. Keadaan yang dilihatnya di bawah ranjang persis dengan apa yang dilihatnya saat pertama kali turun dari burung gagak. Lantai di bawah tempat tidur terbuat dari kaca perak yang tembus pandang. Di bawah aliran air nampak juga berkilauan permata-permata dan berlian dengan dasar berwarna putih. Benar-benar menakjubkan. Air tiga warna yang mengalir itu tetap terpisah dan tak bercampur satu sama lainnya.
Mata Adinullah bergerak mengikuti kemana arah air itu mengalir. Lagi-lagi Adinullah heran. Air itu mengalir di sebuah aliran yang berada di bawah bangunan dan seperti menembus dinding ruangan. Apakah saat ini ia sedang berada di dalam istana Raja Sulaiman. Istana yang membuat Ratu Bilqis terkagum-kagum? Batin Adinullah penuh tanda tanya. Dan jika benar, maka hanya para wali yang bisa menyaksikannya. Jika semua ini benar adanya, maka ia yakin saat ini ia sedang berada di alam malakut. Alam yang sering ia dengar dari Tuan Guru Alamsyah Hasbi saat pengajian. Adinullah tersenyum menganggukkan kepalanya bangga. Dia benar-benar seorang rajanya para wali. Dan makhluk besar yang ia lihat kemarin, yang bintang gemintang di sekitarnya seperti titik-titik kecil di hadapanya, adalah benar-benar Tuhan yang Maha Besar.
"Adinullah." Suara panggilan lembut menggema dalam ruangan. Adinullah menoleh pelan sembari bangkit dan pelan membalikkan badannya. Ia melihat Zabarjad tersenyum ke arahnya. Sebelumnya ia pernah melihatnya. Tapi ia tidak tahu apa yang terjadi sehingga tiba-tiba ia mendapati dirinya berada dalam ruangan itu.
Tubuh Adinullah kembali bergetar hebat. Nafasnya tertahan. Dadanya berdebar. Melihat kecantikan Zabarjad, ia seperti telah lupa dengan keajaiban-keajaiban yang baru saja di saksikannya. Baginya saat ini, Zabarjadlah puncak keajaiban itu.
"Adinullah, suamiku. Duduklah. Akan aku beritahukan kepadamu apa yang harus kamu ketahui," kata Zabarjad sambil mendekat memegang tangan Adinullah mengajaknya duduk di sisi ranjang. Aroma tubuh Zabarjad yang wangi serta sentuhan tangannya yang lembut membuat akal Adinullah seperti terbang meninggalkan kepalanya.
Zabarjad tersenyum melihat Adinullah yang masih menganga memandangnya.
"Sudahkah kamu merenungi apa yang telah kamu lihat dalam ruangan ini? Pernahkah kamu mendengar cerita tentang sebuah ruangan yang menakjubkan. Dimana di dalamnya mengalir beberapa sungai dengan aneka warna dan rasa?" Zabarjad kembali tersenyum.
"Kamu belum sepenuhnya melihat keajaiban-keajaiban di tempat ini. Perhatikanlah lagi dengan seksama, suamiku," sambung Zabarjad. Kedua mata Adinullah disentuhnya lembut. Adinullah tersadar dari ketertegunannya. Ludahnya terdengar ditelannya dalam-dalam.
Zabarjad menepuk kedua telapak tangannya tiga kali. Tak beberapa lama kemudian, beberapa perempuan berpakaian putih. Di tangan mereka kendi-kendi dan gelas-gelas berukir indah, yang terbuat dari pualam dan dilapisi emas dan perak. Mereka berjejer di depan keduanya duduk. Zabarjad bangkit. Satu gelas diambilnya dari salah satu nampan yang dipegang perempuan-perempuan itu. Ia lalu meminta salah satunya untuk menuangkan minuman dalam kendi.
Ini adalah khamr. Di tempat ini, yang haram sudah tak menjadi larangan lagi. Ini adalah keistimewaan yang diberikan tuhan untuk hamba-hambanya yang telah mendapatkan derajat di sisinya." Zabarjad mendekat ke arah Adinullah. Gelas berisi minuman di tangannya diberikannya kepada Adinullah. Adinullah memperhatikan sejenak minuman berwarna merah di dalam gelas. Terlihat begitu menyegarkan. Bahkan sebelum meminumnya saja, dahaganya telah terpuaskan.
Tangan Adinullah bergetar saat mengambil gelas dari tangan Zabarjad. Adinullah meneguknya pelan. Adinullah terdiam. Dia merasakan ada sensasi berbeda yang ia rasakan saat minuman itu mengalir di tenggorokannya. Otak dan tubuhnya seketika terasa segar. Penglihatannya semakin jernih. Ia merasakan sel-sel dan darah dalam tubuhnya bergerak lebih cepat. Seperti sedang mengganti sistem-sistem yang rusak dalam tubuhnya. Kali ini ia merasa sepadan bersanding dengan Zabarjad.
Suamiku, mungkin di alammu kamu tidak pernah melihat pemandangan menakjubkan seperti ini, tapi aku yakin kamu pernah mendengar cerita indahnya tempat seperti ini," kata Zabarjad setelah beberapa lama membiarkan Adinullah terlena dengan perubahan yang terjadi pada dirinya.
Adinullah menundukkan kepalanya. Dahinya mengerut keras seperti sedang berpikir keras. Setelah itu ia kembali mengangkat kepalanya dan memandang ke arah perempuan-perempuan cantik yang masih berdiri berjejer menundukkan kepala di depannya. Pandangannya kemudian bergantian memandang ke sekitarnya hingga pandangannya berakhir ke wajah Zabarjad.
"Syurga?" desah Adinullah. Zabarjad menoleh dan tersenyum sembari mengangguk kecil.
"Benarkah sekarang aku sedang berada di surga?" tanya Adinullah penuh penasaran walaupun tak bisa mengalahkan raut bahagia di wajahnya. Kembali Zabarjad tersenyum menganggukkan kepalanya.
"Baiklah, biar aku perjelas." Zabarjad memperbaiki posisi duduknya. Kali ini ia tidak lagi menghadap ke arah perempuan-perempuan di depannya. Wajahnya kini begitu dekat dengan wajah Adinullah. Seketika darah kelaki-lakian Adinullah bangkit. Semua anggota tubuhnya seperti melonjak hendak menerkam tubuh indah Zabarjad.
"Tentu kamu pernah mendengarnya. Luas surga itu seluas langit dan bumi. Ada sungai-sungai yang mengalir bersusun-susun dengan aneka warna dan rasa. Dan di surga itulah kita bisa melihat tuhan," kata Zabarjad. Kening Adinullah kembali mengernyit.
"Melihat tuhan? Tuhan yang pernah aku lihat itu?"
Zabarjad tersenyum.
"Kamu masih melihat tubuhnya, tapi kamu belum bisa melihat wajahnya. Tentu kamu tahu, bahwa keindahan sesuangguhnya adalah memandang wajah tuhan kita," kata Zabarjad. Ia tersenyum.
"Bahkan kamu akan melupakanku ketika sudah melihat tuhan kita yang maha indah,"sambung Zabarjad.
"Katakan, kapan aku bisa melihat wajahnya," kata Adinullah tak sabar. Zabarjad kembali tersenyum.
"Setelah kamu bisa mengajak orang-orang mengikuti ajaran dari tuhan yang sebenarnya." Zabarjad berdiri. Perempuan yang berbaris segera mengatur posisi sehingga membentuk jalan panjang ke depan.
Adinullah bangkit ketika melihat Zabarjad berjalan anggun. Ia segera mengikuti Zabarjad. Zabarjad menoleh dan menggandeng tangan Adinullah. Adinullah benar-benar merasa seperti raja bersama permaisurinya.
"Katakan pada mereka, bahwa Tuhan yang ia sembah dari dulu itu adalah Tuhan yang salah, Tuhan yang sebenarnya adalah Tuhan yang pernah kamu lihat kemarin. Nabi Muhammad yang mereka percayai juga tidak ada. Jika ada diantara orang-orang itu yang mempercayaimu, kamu diijinkan untuk membawanya ke tempat ini. Kamu juga akan dibekali beberapa mukjizat untuk mengalahkan nama besar Tuan Guru Alamsyah Hasbi. Tenggelamkan ia dan buat ia tidak punya pengikut sedikitpun. Dia itu Dajjal. Dajjal yang telah menyesatkan ajaran yang sebenarnya. Kamu akan menggantikannya dan menjadikan pengikutnya berpaling kepadanya. Jika itu bisa terlaksana, maka kamu bisa melihat tuhan kita secara langsung dengan segala keindahannya," kata Zabarjad.
"Benarkah?" Wajah Adinullah berbinar ceria. Senyumnya mengembang.
"Aku akan melakukan apapun untuk melihat wajah tuhan," lanjut Adinullah.
Zabarjad hanya tersenyum. Ia menghentikan langkahnya ketika sampai di pintu besar dengan dua orang penjaga berpakaian serba hitam di depannya. Pintu itu berwarna hitam dengan berbagai ukiran sosok makhluk mengerikan memenuhi permukaannya. Sosok-sosok mengerikan dengan kepala binatang buas. Adinullah terdiam menatapnya. Pemandangan yang sangat kontras dengan pemandangan yang ia lihat di belakangnya. Ia mengernyitkan dahinya dan menoleh ke arah Zabarjad.
" Lukisan-lukisan yang ada di pintu ini adalah gambaran orang-orang yang bukan termasuk golongan kita," kata Zabarjad menjawab kebingungan Adinullah sebelum Adinullah menanyakannya. Ia lalu menunjuk ke arah dua penjaga agar membuka pintu.
Adinullah menutup matanya dengan lengan tangannya ketika cahaya yang begitu terang menyilaukan matanya saat pintu terbuka. Zabarjad mendekatinya dan menyingkirkan pelan lengan Adinullah yang menghalangi matanya.
Mata Adinullah kembali terbuka lebar saat melihat pemandangan di balik pintu. Sepanjang mata memandang, yang ia lihat adalah pemandangan hijau dan menyejukkan mata. Luas sekali. Benar-benar indah dan tak pernah ia saksikan.
Zabarjad memegang tangan Adinullah dan mengajak lebih dekat. Adinullah memperhatikan sekelilingnya dengan perasaan takjub. Ia benar-benar tak menyangka bahwa saat ini ia sedang berada di balkon sebuah bangunan megah. Ia sempat melonjak kaget dan mundur beberapa langkah ketika ia menyadari saat ini ia sedang berada di tingkat paling atas bangunan itu.
"Ayo, jangan takut. Mendekatlah," kata Zabarjad. Tangan Adinullah di tariknya pelan ke tepi balkon. Kedua kaki Adinullah bergetar ketika kembali menengok ke arah bawah. Namun ketakutannya sirna ketika melihat air terjun tiga warna seperti keluar dari bawah balkon.
"Air terjun itu berasal dari ruanganmu. Ruanganmu adalah paling tingginya tempat. Inilah surga firdausmu," kata Zabarjad seolah-olah tahu Adinullah akan menanyakannya.
Adinullah membusungkan dadanya. Dia benar-benar di buat istimewa dengan keajaiban-keajaiban yang sepertinya dikhususkan untuknya. Maqomnya kini lebih tinggi dari Tuan Guru Alamsyah Hasbi. Dia yakin, Tuan Guru Alamsyah Hasbi tak pernah melihat apalagi menempati tempat yang begitu menakjubkan seperti yang dialaminya kini.
Zabarjad membalikkan badannya. Telunjuknya yang tanpa ruas menunjuk ke arah pintu.
"Maksud pintu dengan lukisan menyeramkan itu ada di tengah-tengah keajaiban ruanganmu dan balkon ini adalah gambaran orang-orang yang mendustai junjungan kita. Mereka kelak akan disiksa sembari menangis melihat kemewahan yang diberikan kepada pengikut-pengikut kita," kata Zabarjad. Adinullah mengangguk mantap.
"Lalu kapan aku akan diberi mukjizat dan keajaiban itu, istriku," kata Adinullah. Ia mendekat dan merangkul tubuh putih Zabarjad. Gesekan kulitnya di tubuh halus Zabarjad membuatnya terangsang.
"Baik, ucapkan apa yang aku katakan," kata Zabarjad. Ia membalikkan badannya dan kini berhadap-hadapan sangat dekat dengan wajah Adinullah.
"Tidak ada tuhan selain iblis," ucap Zabarjad. Adinullah menatap wajah Zabarjad. Dahinya mengerut dengan mata memincing. Seperti ingin meminta penjelasan pada Zabarjad. Zabarjad tersenyum.
"Apa yang diajarkan Tuan Guru Alamsyah Hasbi dan Tuan Guru-tuan Guru yang lain adalah salah. Jika ia mengatakan junjungan kita iblis adalah musuh manusia, pada dasarnya itu adalah penipuan dan kesesatan. Iblis lah tuhan kita," kata Zabarjad.
Adinullah yang awalnya sempat ragu, akhirnya mengangguk mantap.
"Aku percaya tidak ada tuhan selain Iblis," kata Adinullah mantap. Zabarjad tersenyum puas.
"Sekarang, lihatlah ke depan sana. Tunjuk satu benda yang kamu lihat dan pikirkan, mau kamu jadikan apa benda yang kamu tunjuk itu," kata Zabarjad. Pandangannya yang lurus jauh ke depan mengarahkan pandangan Adinullah.
Untuk sesaat Adinullah terdiam fokus menatap pepohonan yang terlihat tumbuh rapi di kejauhan sana. Ia kemudian tersenyum.
"Aku ingin kuda bersayap..., Belum habis kata-kata yang ingin diucapkannya, tiba-tiba dari kejauhan, ia melihat sebuah benda melayang mendekat ke arahnya.Semakin dekat dan ia melihat dengan jelas seekor kuda hitam mengepakkan sayapnya ke arahnya. Adinullah terdiam terpana. Ia belum sempat mengatakan warna kuda itu. Itu masih dalam pikirannya. Dan ajaibnya, kuda yang keluar sesuai yang ia pikirkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments