#04

"Setiap kali melihat Tuan guru dan mendengar dia bicara, hatiku kok langsung adem ya, Pak Adin. Tapi sayang sekali, Tuan Guru terlalu cepat menyuruh kita pulang. Padahal saya sudah kasih tahu ibunya anak-anak di rumah. Saya sudah berniat di pesantren sampai subuh nanti," kata pak Mas'ud sambil tetap fokus memperhatikan jalan di depannya yang disorot lampu mobilnya. Adinullah hanya tersenyum. Ia mulai mengingat kembali apa yang di dengarnya dari Tuan Guru Alamsyah Hasbi beberapa menit lalu.

"Gak biasa Tuan Guru seperti itu. Biasanya beliau selalu mengajak kita begadang hingga subuh tiba," sambung pak Mas'ud. Adinullah mendesah.

"Mungkin Tuan Guru terlalu capek, Pak Mas'ud. Lagi pula besok mau ke Mataram," jawab Adinulah. Pak Mas'ud mengangguk kecil. Ia kembali mendesah. Kali ini diikuti oleh gelengan kepala.

"Penyesalan itu selalu datangnya kemudian ya, Pak Adin. Jika dari dulu saya dekat dengan Tuan Guru, mungkin saya tak akan terpengaruh pergaulan yang tidak baik," kata pak Mas'ud menyesali diri.

Adinullah meletakkan peci hitam lusuhnya di atas dashboard mobil. Tubuhnya di sandarkan di kursi mobil.

"Ilmu itu adalah proteinnya hati, Pak Mas'ud. Seperti halnya orang sakit, dia akan mati jika selama tiga hari tak dikasih makan, minum, juga obat. Begitu juga halnya dengan hati. Jika hati tak dikasih makanan berupa ilmu, nasehat dari para ulama selama tiga hari, maka hati juga akan mati. Dia tidak akan bernafsu untuk memerintahkan kita mengerjakan kebaikan. Setelah mendengar wejangan dari Tuan Guru, Pak Mas'ud sudah bercerita bahwa hati pak Mas'ud sekarang terasa damai. Benar begitu Pak Mas'ud?" kata Adinullah sembari menoleh ke arah pak Mas'ud. Pak Mas'ud mengangguk mantap.

"Betul itu, Pak Adin. Ck,ck,ck, saya benar-benar merasa damai. Bahkan saya pinginnya cepat-cepat pulang biar langsung shalat," kata pak Mas'ud. Adinullah tersenyum.

"Saya ini tak tahu apa-apa, Pak Adin. Dari dulu hidup di terminal terus. Urusan akhirat sama sekali tak pernah terpikir. Beda dengan Pak Adin yang sudah puluhan tahun ikut Tuan Guru. Pasti sudah banyak ilmu yang telah diberikan Tuan Guru kepada Pak Adin."

Mendengar itu, Adinullah merasa tersanjung. Rasa tinggi hati tiba-tiba muncul. Ia merasa memang apa yang dikatakan pak Mas'ud itu benar adanya. Tapi apa yang di dengar tadi dari Tuan Guru adalah sesuatu yang tak mengagetkannya lagi. Bahkan ia merasa, ia hanya terpaut beberapa tingkat dari Tuan Guru Alamsyah Hasbi. Bisikan-bisikan kesombongan mulai memenuhi hatinya. Itu terlihat dari badan yang sebelumnya agak membungkuk, kini ditegakkannya hingga hampir menyentuh atap mobil.

"Sebenarnya pak Mas'ud gak perlu jauh-jauh ke pesantren. Kalau seputar obrolan kita dengan Tuan Guru tadi, pak Mas'ud bisa dengar dari saya. Bahkan lebih dari itu," kata Adinullah mulai sombong.

"Benar begitu, Pak Adin?"

"Sering-seringlah datang ke ladang waktu saya sendiri, Pak Mas'ud. Nanti saya bisa jelaskan tentang masalah Sir yang tadi dijelaskan Tuan Guru. Lagi pula, pak Mas'ud tidak akan mendapatkan yang lebih detail dari Tuan Guru. Kita harus mencarinya sendiri dengan ilmu yang kita dapatkan dari Tuan Guru. Seperti kata Tuan Guru, jika sifat dasar kita adalah bodoh, maka perbanyaklah ibadah. Tapi jika kita sudah punya pemahaman walaupun itu sedikit, ibadah itu akan menuntun kita untuk memahami lebih dalam," kata Adinullah. Ketertarikan pak Mas'ud membuatnya punya harapan besar menjadi orang terhormat dan banyak pengikut seperti halnya Tuan Guru Alamsyah Hasbi. Ia yakin, dari mulut pak Mas'ud, orang-orang perlahan akan datang mengaji kepadanya.

"Tapi caranya harus bisik-bisik, Pak Mas'ud. Saya malu jika Tuan Guru mengetahuinya. Bukannya Tuan Guru akan memarahi saya, ini hanya sebagian adab saya kepada Tuan Guru. Dan sebenarnya, saya ini secara tidak langsung sudah diangkat Tuan Guru sebagai Badal beliau dalam tarekat ini," kata Adinullah.

Pak Mas'ud mengernyitkan dahinya. Ia melirik ke arah Adinullah.

"Badal? Apa itu Pak Adin," tanya pak Mas'ud. Adinullah tersenyum. Ia mendesah panjang. Sudah lama ia menginginkan seseorang datang kepadanya untuk bertanya masalah itu. Sebenarnya, Dia tak pernah mau ada yang menemaninya menemui Tuan Guru Alamsyah Hasbi. Dia selalu sendiri dengan maksud ilmu-ilmunya tentang tarekat lebih tinggi dari yang lain. Dengan itu, ketika ada orang yang membicarakan tentang tarekat, ia bisa menjawabnya dengan lancar seperti yang dijelaskan Tuan Guru Alamsyah Hasbi. Ia merasa, inilah saatnya orang-orang menghormatinya sebagai kaki tangan Tuan Guru Alamsyah Hasbi di kawasan hutan.

"Badal itu artinya pengganti, Pak Mas'ud. Jadi, gak mesti harus ke Tuan Guru. Cukup ke badal saja. Nanti kalau memang badalnya kurang tahu, baru ke Tuan Guru," kata Adinullah mantap memberi penjelasan. Pak Mas'ud mengangguk faham.

Jalanan yang mereka lewati nampak sepi dan lengang. Hujan yang beberapa menit tadi sudah reda, kini mulai diawali dengan gerimis. Pak Mas'ud segera menyalakan wiper mobil dan suara wiper mulai terdengar berdenyit membersihkan kaca depan mobil dari gerimis yang turun.

Asap mulai mengepul di dalam mobil ketika Adinullah menyulut rokok. Tak mau ketinggalan, pak Mas'ud juga mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya dan meletakkannya di bibirnya. Ia belum bisa menyulutnya sebab jalan di depannya berlubang panjang. Melihat itu, Adinullah mengambil pemantik api di dashboard mobil. Ia menyalakannya dan membantu pak Mas'ud menyalakan rokoknya. Adinullah menurunkan sedikit kaca mobil ketika melihat asap-asap rokok berkumpul menyesakkan nafas.

Sesaat suasana kembali hening. Tak ada pembicaraan lagi yang terjadi antara mereka. Masing-masing mata fokus ke depan mengikuti kemana cahaya lampu mobil mengarah menghindari jalan berlubang.

Adinullah menguap. Kantuk mulai menyerang keawasan matanya. Rokok yang hampir saja terlepas dari tangannya di buangnya keluar. Kantuk yang menderanya perlahan mulai memaksa matanya terpejam perlahan.

"Berhenti, Pak Mas'ud!" kata Adinullah tiba-tiba. Ia seperti melihat sesuatu saat matanya hendak terpejam sempurna. Seorang perempuan berambut panjang. Seperti perempuan yang ia lihat di ladang sore tadi. Dia melhat perempuan itu seperti sedang melambaikan tangannya memberi isyarat agar mobil yang ditumpanginya berhenti. Pak Mas'ud yang kaget mendengar Adinullah, segera menghentikan mobilnya. Tubuhnya dan tubuh Adinullah dibuatnya menubruk bagian depan mobil karna perhentian yang mendadak.

"Astaghfirullah, ada apa, Pak Adin," kata pak Mas'ud sambil mengusap dadanya. Ia menoleh ke arah Adinullah.

Adinullah tak menjawab. Ia tiba-tiba saja turun dari mobil dan berlari kecil ke arah semak-semak di tepi jalan. Pak Mas'ud hanya melihat kebingungan saat tubuh Adinullah hilang di balik semak-semak. Untuk beberapa saat, ia hanya diam menunggu di dalam mobil. Ia merasakan bulu kuduknya berdiri.Hawa berbeda terasa sekali di sekelilingnya.

Adinullah terus berjalan menyusuri jalan setapak di balik semak-semak. Semakin ke depan, jalan di depannya semakin lebar, bahkan ia sudah tidak sedang berjalan di atas tanah, tapi jalan beraspal yang mulus tanpa lubang satupun.

"Tunggu!" teriak Adinullah ketika tubuh seorang perempuan dengan rambut terurai hingga lutut kakinya terlihat di depannya. Sosok perempuan itu tak menoleh. Ia terus saja menjauh. Adinullah semakin mempercepat langkah kakinya.

Adinullah menghentikan langkahnya. Ia memperhatikan sekelilingnya dengan tatapan heran. Suasana yang tadinya gelap dan mencekam tiba-tiba saja berubah menjadi terang benderang. Semak-semak yang memenuhi hampir sepanjang jalan kini sudah tidak ada lagi. Yang ada hanyalah bangunan megah yang berderet memenuhi pinggir jalan. Lampu dengan beraneka macam bentuknya yang indah berjejer dengan jarak sangat dekat di sepanjang jalan. Ia merasa tengah berada di sebuah peradaban sepuluh kali jauh lebih modern dengan dunia yang ia tempati. Jembatan layang yang terbentang di depannya, bahkan seperti melayang di angkasa, ditambah lagi dengan mobil-mobil yang bergerak amat cepat, membuatnya menganga takjub.

"Tempat apakah ini?" tanya Adinullah dalam hati. Ia masih terpana melihat pemandangan luar biasa di depan dan sekelilingnya. Gerimis yang mulai membesar tak dihiraukannya. Matanya terus memandang takjub apa yang kini terpampang di matanya.

"Kamu sedang berada di sebuah tempat hasil dari riyadah dan kesungguhanmu dalam mencari Allah, Adinullah. Mendekatlah! Selangkah lagi kamu akan menemukan hakikat hidup yang sebenarnya." Tiba-tiba telinga Adinullah berdenging keras. Saking kerasnya, ia menutup telinganya dengan kedua tangannya keras. Ketika suara dengingan itu hilang, terdengar suara menggema dari kejauhan.

Terpopuler

Comments

🧭 Wong Deso

🧭 Wong Deso

hal gaib memang ada, bahkan mungkin kita sering melaluinya setiap hari, hanya saja kita gak sadar

2024-01-25

0

🧭 Wong Deso

🧭 Wong Deso

setiap kali baca nama dari tokoh utamanya, selalu saja kepleset jadi Abdullah, habis gak jauh beda

2024-01-25

1

lihat semua
Episodes
1 #1
2 #02
3 #03
4 #04
5 #05
6 #06
7 #07
8 #08
9 #09
10 #10
11 #11
12 #12
13 #13
14 #14
15 #15
16 #16
17 #17
18 #18
19 #19
20 #20
21 #21
22 #22
23 #23
24 #24
25 #25
26 #26
27 #27
28 #28
29 #29
30 #30
31 #31
32 #32
33 #33
34 #34
35 #35
36 #36
37 #37
38 #38
39 #39
40 #40
41 #41
42 #42
43 #43
44 #44
45 #45
46 #46
47 #47
48 #48
49 #49
50 #50
51 #51
52 #52
53 #53
54 #54
55 #55
56 #56
57 #57
58 #58
59 #59
60 #60
61 #61
62 #62
63 #63
64 #64
65 #65
66 #66
67 #67
68 #68
69 #69
70 #70
71 #71
72 #72
73 #73
74 #74
75 #75
76 #76
77 #77
78 #78
79 #79
80 #80
81 #81
82 #82
83 #83
84 #84
85 #85
86 #86
87 #87
88 #88
89 #89 Pertarungan Zabarjad dan Tuan Guru Alamsyah Hasbi
90 #90
91 #Akhir Zabarjad
92 #92
93 #93
94 #94
95 #95
96 #96
97 Tiga Hari menuju penyerangan
98 #98
99 #99
100 Tertawannya Adinullah
101 #101
102 #102
103 103
104 #
105 #105
106 #Pertempuran di kediaman Tuan Guru Alamsyah Hasbi
107 107
108 108
109 109
110 110
111 111
112 112
113 113
114 114
115 115
116 116
117 117
118 118
119 119
120 120
121 121
122 Kembalinya Istana Bako Tinggi
Episodes

Updated 122 Episodes

1
#1
2
#02
3
#03
4
#04
5
#05
6
#06
7
#07
8
#08
9
#09
10
#10
11
#11
12
#12
13
#13
14
#14
15
#15
16
#16
17
#17
18
#18
19
#19
20
#20
21
#21
22
#22
23
#23
24
#24
25
#25
26
#26
27
#27
28
#28
29
#29
30
#30
31
#31
32
#32
33
#33
34
#34
35
#35
36
#36
37
#37
38
#38
39
#39
40
#40
41
#41
42
#42
43
#43
44
#44
45
#45
46
#46
47
#47
48
#48
49
#49
50
#50
51
#51
52
#52
53
#53
54
#54
55
#55
56
#56
57
#57
58
#58
59
#59
60
#60
61
#61
62
#62
63
#63
64
#64
65
#65
66
#66
67
#67
68
#68
69
#69
70
#70
71
#71
72
#72
73
#73
74
#74
75
#75
76
#76
77
#77
78
#78
79
#79
80
#80
81
#81
82
#82
83
#83
84
#84
85
#85
86
#86
87
#87
88
#88
89
#89 Pertarungan Zabarjad dan Tuan Guru Alamsyah Hasbi
90
#90
91
#Akhir Zabarjad
92
#92
93
#93
94
#94
95
#95
96
#96
97
Tiga Hari menuju penyerangan
98
#98
99
#99
100
Tertawannya Adinullah
101
#101
102
#102
103
103
104
#
105
#105
106
#Pertempuran di kediaman Tuan Guru Alamsyah Hasbi
107
107
108
108
109
109
110
110
111
111
112
112
113
113
114
114
115
115
116
116
117
117
118
118
119
119
120
120
121
121
122
Kembalinya Istana Bako Tinggi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!