Adinullah menutup telinganya rapat dengan kedua telapak tangannya. Suara keras pintu gerbang yang dibuka menggelegar seperti suara guntur. Dari dalam gerbang terlihat beberapa kilatan menyambar. Adinullah segera duduk dengan posisi jongkok dengan kedua telapak tangan tetap menutup telinganya. Matanya tetap awas dan tak berpaling ke arah pintu gerbang.
Adinullah terperangah. Suasana yang tadinya gelap di balik gerbang yang dibuka kini perlahan benderang. Bahkan kini cahaya yang muncul dari balik gerbang itu muncrat ke atas dan menyebar memenuhi langit. Seketika malam yang gelap berubah seperti siang hari. Bahkan cahaya yang kini dilihatnya begitu bening sehingga penampakan sekitarnya terlihat indah. Lebih indah dari segala keindahan yang pernah dilihatnya semasa hidupnya.
Adinullah melonjak kaget ketika ada tangan lembut menyentuh tangannya dari arah belakang. Ia perlahan menoleh. Sekali lagi ia terperangah dengan mulutnya yang menganga ketika melihat gadis berambut panjang berdiri sembari tersenyum kepadanya. Adinullah merasakan tubuhnya tak bisa digerakkan. Ketakjubannya akan kecantikan perempuan berambut panjang di depannya kini membuat kakinya seperti terhunjam dalam ke dalam tanah tempatnya berpijak.
Perempuan berambut panjang itu meraih tangannya dan membantunya berdiri. Tubuh Adinullah bergetar hebat. Tatapan matanya seperti telah terpatri untuk tak menoleh sedikitpun selain ke wajah perempuan berambut panjang itu.
"Kamukah bidadari surga itu?" tanya Adinullah dengan suara gemetaran. Perempuan berambut panjang itu tersenyum. Ia menganggukkan kepalanya.
"Akulah bidadari yang dipersiapkan untukmu. Kau telah melewati panjang ujian dalam perjalanan tarekatmu. Sudah saatnya aku menjemputmu. Aku adalah milikmu," kata perempuan berambut panjang itu. Adinullah tersenyum. Matanya berbinar-binar ceria. Hatinya berbunga-bunga penuh kebahagiaan.
"Benarkah? Apa aku sudah mencapai derajat para wali sehingga aku mendapatkan anugrah besar seperti ini?" kata Adinullah. Perempuan itu mengangguk.
"Bahkan lebih dari itu. Selangkah lagi kamu akan mendapatkan gelar sulthonul Auliya. Kamu hanya harus melewati satu syarat lagi. Jika syarat itu telah kamu penuhi, maka gelar itu sudah bisa kamu dapatkan. Bahkan kamu aan bertemu langsung dengan Tuhan."
Adinullah tersenyum. Ia menoleh kesana kemari. Kebahagiaan yang kini dirasakannya seperti tak mampu ditampung hatinya.
"Katakan, syarat apakah itu," kata Adinullah bersemangat.
"Lupakan Tuan Guru Alamsyah Hasbi. Dia bukan guru spritualmu lagi. Sekarang drajatmu lebih tinggi dari dia. Apa yang diajarkannya tak akan membawamu ke tempat tertinggi seperti saat ini. Ini murni karna kesungguhanmu,"
Adinullah menganggukkan kepalanya mantap.
"Saksikanlah. Mulai malam ini aku sudah tidak ada kaitannya lagi dengan Tuan Guru Alamsyah Hasbi."
Perempuan berambut panjang itu tersenyum puas. Ia menyodorkan kedua tangannya yang putih dan bercahaya kepada Adinullah. Mata Adinullah bergerak kesana kemari dengan cepatnya. Seperti hendak keluar dan menelusuri setiap jengkal lengan tangan perempuan berambut panjang itu.
"Peganglah. Aku sudah sah menjadi milikmu. Peluklah aku dan jangan ragu." Perempuan berambut panjang itu membuka lebar-lebar kedua tangannya. Kedua buah dadanya yang menyembul ketat dengan bodinya yang tinggi dan indah, membuat tubuh Adinullah lemas dan terjatuh di tanah.
Perempuan berambut panjang itu tersenyum. Tubuh Adinullah dipapahnya berdiri. Tubuh Adinullah kemudian dipeluknya. Jantung Adinullah berdegup kencang. Darahnya berdesir. Kepalanya kini tepat berada di tengah-tengah kedua payu dara Perempuan berambut panjang itu.
"Malam ini kita punya waktu panjang untuk menikmati kebersamaan kita. Kamu akan aku ajak melihat Tuhan kita, sekaligus untuk meresmikan pernikahan kita," bisik Perempuan berambut panjang itu lembut. Adinullah tersenyum dan tak mau menggerakkan kepalanya. Harum tubuh perempuan itu membuat sesuatu di antara pusar dan pahanya menjerit tak tahan.
Perempuan berambut panjang itu memegang kepala Adinullah.
"Bersabarlah. Kamu akan mendapatkan apa yang kamu mau di kamar pengantin kita. Untuk saat ini, hubungan itu belum boleh kita lakukan. Harus ada penyaksian dari Tuhan kita," kata Perempuan berambut panjang itu.
"Aku sudah tidak tahan lagi. Dimana aku bisa bertemu dengan tuhan," kata Adinullah. Perempuan berambut panjang itu membalikkan tubuh Adinullah. Perempuan berambut panjang itu menunjuk ke arah beberapa lingkaran putih sepanjang jalan menuju gerbang.
"Apa kamu tahu apa yang tertulis di tengah lingkaran itu?" tanya Perempuan berambut panjang. Adinullah memperhatikan dengan seksama tulisan arab yang ada dalam lingkaran-lingkaran itu. Adinullah mengangguk.
"Itu tulisan Allah dan Muhammad," jawabnya. Perempuan berambut panjang itu tersenyum.
"Jika kamu ingin bertemu dengan tuhan kita, kamu harus menginjaknya sampai habis di depan gerbang. Di balik gerbang itulah tuhan kita berada,"
Adinullah mengerutkan keningnya. Ia menoleh ke belakang dan menatap Perempuan berambut panjang. Perempuan berambut panjang itu tersenyum dan mengangguk.
"Itu adalah Allah dan Nabi kita. Kenapa aku harus menginjaknya?" tanya Adinullah heran.
"Itu adalah nama-nama ilusi yang diberikan oleh orang-orang awam yang belum mencapai tingkat tertinggi. Nama-nama yang di dunia diagungkan itu, di sini, kamu harus melakukan sebaliknya. Dengan menginjaknya, kamu akan menyatu ke dalam keduanya." Perempuan berambut panjang itu mendesah.
"Tapi itu semua terserah kepadamu.Jika kamu tidak mau, berarti sampai di sinilah akhir perjuanganmu. Kamu tidak akan pernah lagi berjumpa dengan Yang Maha Agung," sambung Perempuan berambut panjang. Ia melangkah hendak meninggalkan Adinullah. Melihat itu, Adinullah panik dan segera memegang tangan Perempuan berambut panjang itu.
"Baiklah, aku akan melakukannya," kata Adinullah. Perempuan berambut panjang itu tersenyum. Ia mendekat ke arah Adinullah. Bibirnya yang indah dan merona merah di dekatkannya ke telinga Adinullah.
"Panggil aku Zabarjad. Zabarjad itu tingkatan tertinggi bidadari di syurga. Zabarjad hanya untuk manusia yang telah mencapai drajat tertinggi," bisik Perempuan berambut panjang yang mengaku bernama Zabarjad itu. Adinullah tersenyum.
Perempuan berambut panjang itu kemudian melangkah mundur. Ia lalu memberi isyarat dengan salah satu tangannya agar Adinullah memulai langkahnya.
Perlahan Adinullah melangkah. Satu persatu tulisan dalam lingkaran-lingkaran itu diinjaknya. Hingga tak terasa, ia sudah sampai di depan pintu gerbang.
Tiba-tiba saja, langit yang benderang seketika menjadi gelap gulita. Segelap-gelapnya gelap. Tanpa ada suara apapun yang terdengar di telinganya. Suasana hening yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Adinullah merasa sedang berada di dalam kuburan. Ia mulai merasa ketakutan. Tangannya meraba kesana kemari mencari keberadaan Perempuan berambut panjang. Tak ada siapapun.
Tiba-tiba, suasana yang tadinya gelap kembali berubah terang seperti sedia kala. Kali ini, Adinullah bisa melihat dengan jelas bintang-bintang dan planet di depan matanya. Begitu dekat dan terlihat indah dengan cahayanya yang berkilauan. Inikah alam malakut itu? Batin Adinullah takjub.
"Aku adalah tuhan."
Adinullah menoleh ketika terdengar suara menggema di telinganya. Kembali ia terperangah ketika melihat sosok berjubah tinggi meraksasa menjulang jauh ke atas sana. Saking besarnya sosok itu, Adinullah tidak bisa melihat dimana letak kepalanya. Bintang-bintang dan planet yang seperti tergantung di atasnya seperti kelereng di tangan anak-anak.
"Ya Amdinullah, Akulah yang maha besar itu. Aku pencipta Alam semesta ini. Akulah tuhanmu."
Adinullah tersungkur di tanah dan bersimpuh. Kepalanya mendongak dengan tatapan jauh ke atas sana.
"Kamu adalah hambaku yang telah bersungguh-sungguh untuk bertemu denganku. Sekarang dengarkanlah. Hari ini aku telah halalkan bagimu apa yang telah aku haramkan. Kamu terbebas dari semua dosa dan kesalahan sekalipun kamu melakukan hal-hal yang terlarang. Perkenalkan pengikutmu tentang aku, tuhan yang sebenarnya. Perhatikan aku baik-baik dan ceritakan mereka bagaimana rupaku."
"Adinullah! kembalilah!" Sebuah teriakan yang entah datang dari mana tiba-tiba merubah suasana di sekitarnya. Sosok tinggi besar di depannya tiba-tiba saja berubah menjadi asap. Begitu juga dengan planet dan bintang-bintang. Semuanya tiba-tiba saja melebur menjadi asap. Suasana terang benderang kembali menjadi gelap gulita. Adinullah terdiam. Ia mengenal suara yang tiba-tiba terdengar dan merubah suasana di depannya jadi gelap seperti sedia kala. Tak ada yang terlihat lagi. Gerbang maupun Perempuan berambut panjang. Dia kembali mendapati dirinya berada di tengah-tengah semak. Di pertengahan menuju puncak bukit. Adinullah mendesah kesal. Suara itu adalah suara Tuan Guru Alamsyah Hasbi. Suara yang telah menghancurkan sejengkal lagi dirinya bersatu dengan tuhan dan Zabarjad, Si perempuan cantik berambut panjang.
"Pak Adin?"
Adinullah menoleh. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya karna silau dengan sinar senter yang berkelebat di depan matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
🧭 Wong Deso
ini amdinullah Bang
2024-02-01
1
🧭 Wong Deso
nyimak...
2024-02-01
0