...💞💞💞...
...We...
...|Delapan belas|...
...Selamat membaca...
...[•]...
Seperti yang sudah pernah terjadi sebelumnya, setelah makan malam selesai, Atan pasti akan mengantar Tyra pulang dalam keadaan perut terisi penuh dan kenyang. Atan tidak pernah mempermasalahkan sebanyak apa seorang perempuan makan, dia senang saat melihat Tyra makan nasi bebek ukep itu dengan lahap. Itu artinya, Tyra suka dengan menu yang ia tawarkan. Ternyata, selera makanan mereka tidak jauh beda. Jadi, mungkin tidak akan sulit mengajak Tyra makan jika mereka merencanakan pertemuan selanjutnya. Rasa nikmat, harga bersahabat, sama seperti slogan yang ditulis oleh si pemilik rumah makan di banner bagian depan warung.
“Saya suka lihat cara kamu makan.”
Kata-kata itu terus terngiang bak mantra di telinga Tyra. Hatinya berbunga-bunga mendengar bagaimana Atan berkata jika dia suka melihatnya makan. Lalu, dia menahan tawa ketika mengingat kalimat selanjutnya.
“Makan yang banyak, biar kamu nggak kelihatan kurus banget begitu.”
Ini tuntutan, Atan.
Ingin sekali Tyra berteriak begitu, namun dia tahan karena tidak mau membuat Atan malu. Atau, ini kode dari Atan jika pria itu suka dengan perempuan yang badannya berisi?
Sial, Tyra jadi sebal memikirkan itu. Ia lantas melirik sengit pada sosok Atan, tapi yang terjadi kemudian, dia tersenyum karena mata mereka tidak sengaja bersinggungan.
Perjalanan kali ini sedikit lambat. Atan sengaja menginjak pedal gas tidak terlalu kencang agar dirinya bisa berbincang lebih banyak dengan Tyra. Dia juga ingin mendengar bagaimana pengalaman seseorang yang pergi keluar negeri, karena dirinya belum pernah mengalami hal itu.
“Di Jepang lagi musim semi, jadi suhunya pas buat orang indo kayak aku.” jawab Tyra setelah Atan bertanya tentang cuaca di Jepang. “Disana pemandangannya lumayan, disana juga banyak kuliner enak. Cocok kalau di buat jalan sama pasangan.”
Atan terkekeh. “Boleh, kalau punya.” yang langsung ditanggapi Tyra dengan ledakan tawa tak terkendali hingga telapak tangannya saling menepuk.
Konyol, tapi Atan merasa nyaman berbicara dengan Tyra yang seperti ini, Tyra yang menjadi orang biasa seperti dirinya. Lalu, apa ini bisa dikatakan deep talk?
“Masa kamu belum ada cewek? Padahal kalau ditelisik lebih jauh, kamu ini tipikal idaman para cewek banget loh.” sahutnya cepat membenarkan asumsi pribadinya.
Tyra mulai melancarkan strategi ala-ala buaya daratnya pada Atan. Siapa tau pria itu merespon, luluh, lalu menyatakan cinta? Wah, sungguh indah. Halu, kalau kata remaja jaman sekarang. Tyra sampai terbayang jika itu menjadi nyata.
“Benarkah? Saya yakin tidak.” elak Atan, dia merasa terlalu percaya diri jika mendengar dan menanggapi kata-kata Tyra terlalu serius. “Banyak pria diluar sana yang punya penghasilan besar, mapan, dan jauh lebih tampan dari saya.”
Tyra mengubah tawanya menjadi sebuah senyuman. Sial, mengapa dirinya berubah meradang saat mendengar itu. Pasalnya, dia pernah menunjukkan dengan terang-terangan kalau dia lebih suka pria kaya raya dengan mengejek mobil Atan dan membandingkan dengan Ferrari miliknya. Sialan memang.
“Ya, nggak semua cewek suka tipikal seperti itu.”
“Tapi, rata-rata.” sahutnya cepat. Atan tau, apa spesifikasi pria idaman dari wanita sejenis Tyra. Tipikal wanita metropolitan yang suka kebebasan. “Kamu sendiri, suka cowok seperti saya? Hidup pas-pasan, rumah juga nggak mewah, apalagi mobil, ya cuma seadanya ini.”
Rasanya, Tyra ingin menangis mendengarnya. Apa dia sekarang di cap sebagai cewek matrealistis oleh Atan? Kalau iya, berabe urusan.
“Nggak mau munafik sih kalau uang memang berpengaruh penting pada setiap orang. Tapi, bicara soal tipe ideal, jelas setiap perempuan berbeda.” jawabnya dengan penuh pertimbangan. “Ada yang memang selalu mempertimbangkan uang dalam hubungan karena sifat kematrealistisan yang ada pada dirinya. Ada juga yang cuma menjadikan sifat matre itu sebagai kamuflase untuk melindungi diri dari pilihan yang mungkin nanti ujung-ujungnya tidak sesuai.”
Atan mengernyit tidak paham akan jawaban Tyra. Dan Tyra dapat peka dengan ekspresi tersebut.
“Begini lho, mas Atan yang terhormat. Gini deh ambil contoh saja aku. Dengan profesiku yang seperti ini, tidak mungkin kan aku membiarkan laki-laki memanfaatkan diriku, apalagi uang ku yang sudah aku cari sampai jungkir balik. Nah, untuk itu aku pura-pura saja jadi cewek matre supaya dia nggak ngelunjak. Padahal, ya aku sendiri nggak seperti itu. Aku cuma mau melindungi diri.” terang Tyra yang langsung dimengerti dan diangguki oleh Atan.
“Jadi, kalau misal suatu saat nanti ada pria kayak saya begini deketin kamu, apa kamu terima?”
Seketika, Tyra mengangkat wajah. Dia memperhatikan wajah samping Atan yang terlihat begitu sempurna dimatanya. Pertanyaan ini seperti rudal dari peri cupid yang tiba-tiba melesat ke arah jantungnya. Apa ini hanya pertanyaan jebakan? Atau Atan sedang berusaha bicara jujur padanya? Dua kemungkinan itu terbesit dalam kepala Tyra.
“Itu, ya lihat-lihat lagi bagaimana orangnya. Kalau memang benar-benar baik, why not?”
Suasana berubah hening sejenak. Baik Tyra maupun Atan menatap lurus aspal didepan sorot lampu mobil. Kenapa diluar sana mendadak terlihat begitu indah? Padahal, kalau Tyra melewati jalanan ini sendirian, dia selalu kesal bahkan ingin mengumpat. Apalagi macetnya yang nggak kira-kira saat pagi, sore, bahkan malam hari. Tapi hari ini alam seakan sedang berbaik hati pada mereka karena jalanan sedikit lengang.
“Kalau kamu, bagaimana tipikal cewek yang kamu mau?”
Kini giliran Tyra bertanya.
Serius ini pembicaraan mereka seperti ini? Sedekat itukah mereka sampai-sampai harus menanyakan pertanyaan pribadi seperti ini? Cepat sekali perkembangan hubungan mereka. Dari berniat menyelesaikan masalah pekerjaan, sekarang merambah ke ranah pribadi.
“Saya?” tanya Atan sambil menunjuk dadanya sendiri.
“Eumm.” jawab Tyra singkat. Meskipun terkesan ogah-ogahan, Tyra justru memasang telinga lamat-lamat agar tidak ada yang terlewat.
“Eumm, apa ya?”
Kenapa malah balik tanya, supali?
Kesal Tyra dalam batin saja. Dia terus menyimak bagaimana ekspresi dan kalimat yang akan keluar dari bibir seksih Atan.
“Saya sih nggak muluk-muluk kalau soal tipikal perempuan.”
“Memangnya, seperti apa?”
Atan tersenyum, namun kali ini Tyra dapat melihat kesedihan didalamnya. Apa Atan sedang patah hati?
“Saya, punya seorang ibu yang sudah tua, dan adik perempuan yang harus saya jaga dengan tanggung jawab penuh, karena bapak sudah nggak ada.”
Tyra menyimak Atan yang sekarang sedang berbicara serius tentang sisi dirinya.
“Saya bukan pria kaya yang bisa tunjuk sana, wanita langsung mau dengan saya. Jadi, saya cuma ingin perempuan yang bisa menerima saya dan ibu serta adik saya, apa adanya. Dan juga tentu saja rajin beribadah.” kata Atan tegas. “Kalau masalah cantik itu bonus bagi saya.” lanjut Atan sambil melirik Tyra yang duduk anteng di kursi penumpang, di sampingnya.
“Ah, begitu ya.”
Atan mengangguk. Dia pikir pembicaraan seperti ini memang sangat sensitif dan emosional. Jadi dia melibatkan hati ketika bicara, tidak ada yang bohong, semuanya tulus.
“Kalau seperti saya, mau?” akal bulus si buaya betina kembali dilancarkan. Tyra tertawa seolah hanya bercanda ketika mengatakan hal itu, namun semua ucapannya justru ia ungkapkan tanpa dia sadari muncul dari dalam hati. Dengan kata lain, Tyra keceplosan bicara, tapi jujur.
Tanggapan Atan, hanya tertawa. Dalam pikirannya, mana mungkin wanita seperti Tyra mau dengannya?
Mereka hanya mengandalkan pikiran masing-masing.
“Siapa yang tidak mau dengan perempuan seperti kamu?” jawab Atan tenang. “Pasti banyak pria yang mengantre untuk jadi pilihan kamu. Tapi tentu saja yang antre bukan pria macam saya.” lagi-lagi Atan memberi bumbu senyuman disela candaannya pada Tyra.
Tyra melipat kedua tangannya didepan dada, memiringkan kepala, menggoda. “Bagaimana kalau aku maunya yang kayak kamu?”
Sungguh serangan mendadak yang membuat Atan panik dan salah tingkah dalam waktu bersamaan. Ia mengetuk kemudi dengan dua jari telunjuknya karena gugup.
“Bercandanya nggak lucu lho. Bagaimana kalau saya salah paham sama ucapan kamu, dan jadi berharap, gimana? Mau tanggung jawab?”
Tyra tersenyum, dia menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi mobil dan menatap lurus keluar. “Maaf.” katanya putus asa. Sepertinya Atan memang belum bisa menerima perempuan seperti dia. Atau mungkin mereka hanya bisa sampai ditahap berteman.
“Kamu nggak buat kesalahan ke saya, kenapa minta maaf?”
Meskipun memang tidak membuat kesalahan, Tyra pikir dirinya ini sedang dalam posisi yang entah mengapa jadi serba salah sendiri. “Mungkin cara bercandaku kelewatan.”
“Enggak kok. Saya cuma menggoda saja.” jawab Atan dengan bahu bergerak naik turun karena terkikik geli melihat ekspresi wajah Tyra yang berubah kecewa. “Jangan diambil hati, ya.”
Mereka kembali terdiam saat mobil Atan mulai masuki area penjaga perumahan yang ditempati Tyra. Pos paling depan ini dijaga empat orang satpam, yang semuanya mengenal baik sosok Tyra yang sering membagi makanan atau oleh-oleh gratis pada hampir semua satpam yang berjaga hari itu.
Mobil Atan pun masuk melewati portal dengan mudah. Setelah itu, dia kembali menjalankan mobil dengan kecepatan standard terendah hingga sampai didepan rumah Tyra.
“Terima kasih untuk oleh-olehnya, ya.” kata Atan bersamaan menarik tuas rem tangan dan menoleh ke jok belakang mobil dimana dia letakkan oleh-oleh dari Tyra tadi. Lantas, dia melihat Tyra yang sudah bersiap turun setelah melepas seatbelt.
“Iya. Makasih juga sudah dibayari makan bebeknya hari ini.”
Atan melukis senyuman di bibirnya.
“Kalau pingin makan bebek itu lagi, hubungi saya saja.”
Permintaan Atan disanggupi dengan sebuah anggukan oleh Tyra. Gadis itu menarik handle pintu dan turun dari mobil, lalu melambaikan tangan sebagai salam perpisahan yang terasa begitu berat. Tyra tidak ingin menyudahi hari ini dengan berpisah dengan Atan.
Terkesan tidak masuk akal, tapi Tyra memang merasakan hal yang seperti itu. Dia tidak ingin berjauhan dengan Atan yang jelas-jelas bukan siapa-siapa untuknya.
Mampukah dia membuat Atan jatuh hati padanya? Atau paling tidak, bisakah pria itu merasakan apa yang dia rasakan?
Tyra mendadak melow. Dia ingin menangis, namun ia tahan mati-matian.
“Hati-hati, ya.” kata Tyra sedikit lantang hingga membuat Atan kembali menyunggingkan senyuman termanis dan begitu candu untuk Tyra.
“Selamat malam, Tyra. Tidur yang nyenyak, ya. Besok harus kerja lagi.”
Tyra tersenyum hingga deretan giginya yang rapi terlihat. “Kamu ngingetin aku sama rutinitas, jadi malah males tidur.”
Atan tertawa. Ternyata tidak hanya dia yang malas kalau mengingat pekerjaan.
“Baiklah, aku harus pulang sekarang. Mimpi indah, ya.” []
...—To be continue—...
###
Satu kata buat mereka __________
Terima kasih sudah dukung TyTan ya, 🙇
Semoga hari mu menyenangkan ☺️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Nur Yuliastuti
suwiit
2024-01-07
1
Putu Suciptawati
kak thor apa kisah atan dan tyra akan without ending seperti judulnya? jadi ingat lagu tulus begitu banyak yg sama tapi ga sejalan
2023-01-20
2
yumin kwan
ah...jalan atan tyra masih panjang...soalnya bab nya masih sdkt 🤭
2023-01-20
1