...We...
...|Empat|...
...Selamat membaca...
...[•]...
“Gimana ketemuannya sama mas Atan? Apa perutnya buncit? Wajahnya berkumis tebal kayak pak Raden? Atau, apakah dia sudah tua?”
Sial. Tyra kesal sendiri mendengar sindiran Retno pada dirinya yang semula mengira Atan adalah orang yang seperti disebut Retno diatas.
Dia melempar bantal kecil dari pangkuannya ke wajah Retno, sang sahabat yang sudah lebih dari delapan tahun ini menjadi managernya, karena sebal.
“Makanya, kalau ada orang ngomong itu, didengerin dulu. Padahal gue mau bilang kalau mas Atan itu ganteng tipikal Lo banget. Tingginya, postur tubuhnya, warna kulitnya, semua itu yang Lo damba dari seorang pria. Eh, lo nya nyerocos aja sebut-sebut si Atan tua segala. Sekarang nyesel kan Lo?” cerocos Retno, berhasil mengadali Tyra dengan olokan. Gadis ini memang kadang menyebalkan kalau sedang kesal.
“Bisa diem nggak? Gue kuncir mulut Lo pake rante kapal TNI mau?!” kesal Tyra tak tanggung-tanggung pakai bawa-bawa pak TNI segala.
“Nyatanya, Lo bengong aja dari tadi setelah pulang ketemuan. Nyesel kan lo?!”
Kurang ajar mulut si manager tak kenal filter itu. Tyra bangkit dari sofa. Dia menerjang Retno dan menindihnya dengan memiting leher si jerapah itu dengan lengan kurus berkulit seputih salju miliknya.
“Mam-pus lo.” umpat Tyra menguatkan kekangan pada leher Retno hingga pria sedikit letoy itu melet-melet kehabisan pasokan udara. Lehernya terasa seperti mau putus karena Tyra benar-benar mengeluarkan tenaga dalam yang tidak ia sangka-sangka. “Minta ampun nggak?”
Retno memukul-mukul sofa sebagai isyarat menyerah seperti aktor smack-down yang hampir meninggoy di piting si lengan kekar. Dan, Tyra melepasnya. Ia bahkan sempat berpose centil dengan mengibaskan rambut pirang nya yang memiliki panjang sedikit dibawah bahu itu kesini kanan.
Pria berusia dua puluh tujuh tahun itu terbatuk-batuk seperti guguk meminta makan. “Sumpah, gue do'ain Lo bucin nggak ketulungan sama tuh cowok, tapi Lo di tolak. Biar tau rasa di tolak laki-laki. Biar tobat Lo sekalian, mainin cowok mulu.”
Sialan sekali mulut jerapah satu itu. Tyra sudah bersiap dengan kuda-kuda hendak melakukan hal yang sama pada Retno. Tapi pria itu berdiri dan pamit, lari terbirit-birit sebelum nyawanya benar-benar melayang di tangan seorang perempuan berusia dua puluh tiga tahun yang memiliki ukuran tubuh lebih kecil daripada dirinya.
“Bye, gue pulang. Gue nggak mau mati konyol disini gara-gara T-rex kayak lo.”
Tyra, tapi berubah jadi T-rex jika sedang dalam mode bar-bar. Dan Retno selalu menjadi sasaran empuk si T-rex tanpa pikir panjang. Dia pun hanya bisa pasrah, atau memilih opsi kedua, kabur.
Setelah pintu depan rumahnya terdengar mengatup dan bunyi kunci otomatis terdengar, Tyra meraih ponselnya. Ia juga meraih dua keripik singkong yang tadi sempat ia makan bersama si jerapah somplak yang tidak lain adalah managernya sendiri.
Setelah sepi dan dia sendirian begini, Tyra selalu memikirkan banyak hal. Tentang karir, masa depan, papa dan mama, dan tentu saja ... jodoh. Dia ingin menikah muda dan punya suami kaya raya yang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa dia harus bersusah payah pamer tubuh seperti yang dilakoninya sekarang ini.
Pamer tubuh? Ya, tentu. Pekerjaan Tyra menuntutnya untuk berpenampilan seksih atau bahkan lebih dari itu. Ia bahkan sering menggunakan pakaian minim bahan yang memperlihatkan hampir seluruh lekuk tubuhnya. Inilah yang menjadikan papa dan mamanya itu tidak memberikan izin kepada Tyra untuk melakoni profesi yang bisa membuat dirinya menjadi salah satu penghuni neraka tanpa hisab.
Tapi, Tyra nekat. Dan lihat hasilnya sekarang. Delapan tahun berjuang tanpa izin dari kedua orang tuanya, ia bisa membuktikan jika dirinya bisa menjadi dikenal banyak orang, berpenghasilan tinggi, bahkan sebagian isi dunia tau namanya. Tyrana Agnalia, seorang model kenamaan yang menjadi incaran banyak perusahaan ternama selevel dunia, tak terkecuali juga para predator wanita yang haus belaian.
Di gulirnya layar ponsel ke atas. Kontak yang hanya berisi beberapa nama orang terdekatnya itu, menjadi pusat perhatian kedua netra indahnya yang selalu memikat banyak orang.
Nama papa dan mamanya yang ada di daftar paling atas, membuatnya diliputi rasa rindu.
Andai tidak menempuh jalan begini, mereka pasti masih bersamanya, masih mau menerima dirinya, masih mau menyayanginya. Tidak menyisihkan dirinya sejak usia lima belas tahun dari rumah.
Membayangkan nasibnya sendiri, ada setitik penyesalan dalam benaknya. Tiba-tiba tanpa diminta, dua titik liquid airmata jatuh dari sudut mata. Ia rindu. Rindu kasih sayang kedua orang tuanya. Rindu rumah yang sudah dia tinggalkan delapan tahun lalu demi sebuah karir.
“Ma, pa. Tyra pingin pulang.” rintihnya dalam sendu. Dia ingin pulang.
***
Atan menaiki anak tangga darurat karena lift sudah bisa ia pastikan selalu penuh jika pagi begini. Sekalian olah raga, pikirnya.
Ruang kerjanya yang berada di lantai tiga tak membuat Atan sangsi untuk menjejakkan kaki menaiki satu persatu anakan tangga. Sembari mengatur nafas, Atan kembali terbesit masalah yang sedang membelitnya. Langkahnya terhenti dan wajah Tyra yang pongah kembali muncul dalam bayangan isi kepalanya.
Atan mengumpat keras dalam hati. Dia sama sekali tidak akan respect pada wanita itu jika sampai kasus ini harus berakhir di meja hijau seperti yang wanita itu inginkan. Dia akan mencari pengacara hebat yang bisa melindungi nama perusahaan, lalu membayar penalti sesuai jumlah yang disepakati. Ya, itu jalan terbaik yang bisa ia tempuh, yang sekarang sedang ia renungi keabsahannya.
Sesampainya dilantai tiga dan muncul dari balik pintu darurat, Atan segera dan bergegas menuju ruangan kerja untuk menyelesaikan berbagai macam pekerjaan. Mulai dari yang bisa ia selesaikan dengan menjentikkan jari, sampai yang menguras otak dan juga nafasnya. Atan selalu menghadapi hal itu, dan dia selalu berhasil tanpa kendala apapun. Tapi masalah yang satu itu—
“Sial! Aku harus segera mencari jalan keluar lain untuk masalah dengan Tyra ini.” gumamnya, mendorong kasar pintu kaca setebal satu senti lalu duduk di balik meja kerja yang sudah di penuhi berkas ber-map-map yang harus ia urus.
Dan selanjutnya, seperti yang sudah menjadi keharusan, Atan duduk di kursi kerja, membuka tas, mengeluarkan iPad untuk mengecek susunan jadwal kerja yang dikirim oleh asisten nya melalui E-mail, dan mulai membuka lembaran yang perlu mendapat persetujuan dan tanda tangan darinya.
Akan tetapi, belum sampai tiga puluh menit tangan dan otaknya bekerja, ponselnya bergetar. Nomor tanpa nama yang terasa familiar, muncul pada display ponselnya. Atan mengerutkan kening, kemudian menggeser tombol hijau yang melompat-lompat cari perhatian itu, ke arah atas.
“Halo,”
Suara husky pria itu masih menjadi favorit Tyra.
“Eum, ini aku Tyra.”
Terdengar helaan nafas besar dari seberang. Atan merasa terganggu.
“Ada apa lagi? Kalau anda ingin membahas soal penalti, nanti saja dulu. Saya masih harus menyelesaikan pekerjaan saya yang harus saya selesaikan pagi ini. Nanti saya hubungi lagi.”
Tyra merasa disepelekan. Baru kali ini ada pria yang menolak telepon darinya dengan alasan pekerjaan. Biasanya, mereka yang akan mengemis pada Tyra untuk tidak mengakhiri panggilan.
“Jadi kamu nggak keberatan bayar penalti ke saya?” tukas Tyra mencoba memancing pembicaraan agar lebih lama.
“Ck. Sudah saya katakan, saya sibuk. Nanti saja saya hubungi lagi.”
Panggilan diakhiri sepihak oleh Atan, dan Tyra, jangan ditanya sedongkol apa hatinya. Dia ingin menjambak rambut Retno yang duduk di jok depan mobil, lalu memotongnya seperti tempo hari.
“Benar-benar menyebalkan.” ucapnya penuh kemarahan. “Sombong.”
Retno menoleh. “Kamu ngatain aku?” tanya Retno yang justru, membuat Tyra semakin dirundung kesal tak berbatas. Seperti kartu hitam no limit yang ia punya.
Tyra tidak merespon. Dia malah membuang wajah kearah samping melihat keluar jendela dengan lengan dilipat didepan dada.
“Kamu kok marah-marah nggak jelas gitu masih pagi? Memangnya siapa yang kamu telepon?”
“Kepo!”
“Gue wajib kepo sebagai manager Lo,” ketus Retno tak mau tinggal diam. Dia memang punya hak untuk tau semua yang hendak dan sudah dilakukan Tyra, karena itu adalah tanggung jawabnya.
“Dah lah, jerapah—”
“Lo telepon Atan?” []
###
Ke gap kan Lo T-rex?! Wkwkwkwk
Dukung T-rex dan Atan ya teman-teman ... 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
nobita
cowok yg sikapnya dingin dan tidak mudah di taklukkan itu membuat Tyra tertantang... utk mendekatinya mantapp...
2023-10-13
1
Kustri
tak pikir Retno itu cewek, ternyata laki" gemulai hihihiiii
2023-07-07
1
yumin kwan
mhm...tyra sombong, tp ngatain atan sombong, ckckck....
salut dgn atan, sungguh pria idaman 😁
2023-01-08
3