Repost,
Mohon tinggalkan Like dan komentar di sini karena di bab sebelumnya, author tanpa sengaja memencet bab menjadi pengumuman. 🙏
Terima kasih.
...We...
...|Tiga belas|...
...Selamat membaca...
...[•]...
“Kamu udah punya anak?” tanya Atan pada Putri, sekedar ingin tau.
Dengan gerakan sedikit ragu, Putri mengangguk. “Iya, cewek. Umur lima tahun.”
Atan mengangguk dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi taman yang sedikit terkena sorot cahaya matahari pagi.
“Pasti cantik ya? Soalnya, kata Reza yang waktu itu dateng ke acara resepsi kamu, suami kamu katanya cakep.”
Lagi-lagi, senyuman pahit terbentang di bibir putri. “Iya, ganteng. Tapi nggak tau diri.”
Atan mengerutkan kening. Apa maksud Putri?
“Dia selingkuh Tan. Dia juga nggak segan mukul aku kalau aku cari tau atau tanya-tanya sesuatu yang bersinggungan dengan kecurigaanku padanya.”
Benar-benar tidak tau diri. Atan yang saat itu hampir gila karena harus rela ditinggal Putri menikah, tapi justru perempuan ini disia-siakan oleh pria yang sudah berhasil merebut dari tangannya. Sepuluh jari tangan Atan mengepal kuat.
“Untung saja hak asuh Brina jatuh ke aku. Kalau enggak, aku nggak tau lagi seperti apa masa depanku. Aku sudah putus asa waktu itu.”
Atan menatap iba pada Putri yang sedang menceritakan kisah pahit pernikahannya dengan sang mantan suami yang mengkhianatinya.
“Aku memutuskan untuk memilih mutasi dari tempat kerja awal, dan pindah kesini karena akhir-akhir ini, aku tau Dio mulai mencari keberadaan Brina.”
Jadi nama pria itu Dio?
Aku bahkan sudah tidak ingat nama yang bersanding dengan nama putri di undangan pernikahan yang dikirim padaku, waktu itu.
Atan semakin mengepal kuat. Pria macam apa yang sudah mengkhianati istri, melakukan kekerasan, lalu sekarang, mencarinya lagi untuk meminta anaknya? Gila. Hanya laki-laki gila yang melakukan itu. Atan ingin sekali memberikan hadiah menyakitkan untuk Dio, mantan suami Putri, wanita yang pernah ia cintai setengah mati.
“Aku takut, dan meminta keluargaku untuk menyembunyikan keberadaan ku disini.”
“Sekarang, kamu kerja dimana?”
“Di kantor pajak pusat. Dan aku tinggal di perumahan yang nggak jauh dari tempat kerjaku. Dan untuk Brina, aku titipin di tempat penitipan anak yang penjagaannya ketat, kalau aku lagi kerja.” kata Putri panjang lebar menjelaskan bagaimana keadaannya sekarang kepada Atan. “Dio itu orangnya nekat, Tan. Dia bakalan ngelakuin apapun untuk bisa dapetin apa yang dia inginkan. Itu yang bikin aku takut.”
Sumpah, ingin sekali Atan ikut campur dalam masalah yang sedang dihadapi Putri.
“Tapi untuk sekarang, aku rasa semua akan baik-baik saja, aman. Karena tempat tinggalku yang lama, cukup jauh dari daerah ini.”
Atan hanya bisa mengatupkan bibirnya ketika mendengar bagaimana kepahitan hidup wanita yang pernah ia cintai dulu.
“Kamu, udah nikah?” tanya Putri yang bersamaan dengan panggilan masuk di ponsel Atan.
“Aku terima telepon sebentar.”
Putri mengangguk dan Atan bergerak menjauh beberapa meter dari Putri.
Panggilan dari Tyra yang sebenarnya sejak tadi Atan harapkan karena sedikit banyak dia ingin tau bagaimana keadaan Tyra setelah pergi meninggalkan perempuan itu dengan meetingnya.
“Halo,”
“Aku ganggu nggak?” tanya Tyra ingin memastikan terlebih dahulu jika dia tidak sedang mengganggu aktifitas yang sedang dilakukan Atan.
“Enggak kok.”
“Ah, syukurlah kalau begitu.”
Atan menelan lu-dah susah payah karena hampir tersedak saat hendak bicara lagi dengan Tyra. Tiba-tiba saja dia gugup.
“Gimana meetingnya semalam? Kamu pulang jam berapa?” cerocos Atan tidak sabaran.
“Meeting nya lancar, aku sampai rumah jam dua belas malam.”
Berarti benar apa yang dia lihat dari pemberitahuan WhatsApp tadi, jika Tyra masih aktif sekitar jam dua belas malam.
“Kok berisik banget ya? Kamu lagi diluar?”
Atan menoleh ke arah Putri berada. Tatapan mereka bertemu sebentar, dan Atan dapat melihat Putri sedang tersenyum padanya.
“Iya, olah raga pagi mumpung libur kerja. Terus sarapan di warung pecel langganan dan nggak sengaja ketemu temen lama.” curhatnya sudah seperti pasangan kekasih saja.
“Ya sudah kalau begitu. Silahkan lanjut ngobrol sama temennya.” kata Tyra mendadak merasa menjadi pengganggu. Maka ia memutuskan untuk menyudahi. Tapi,
“Kamu sudah sarapan?”
Pertanyaan Atan terasa bak siraman air es di hatinya yang terasa panas membara karena jatuh cinta.
“Belum, aku baru bangun.”
“Masih baru banget bangun?” Atan menukikkan nada bicaranya karena tidak percaya jika anak gadis baru bangun di jam sembilan pagi. Kalau itu Linda, pasti sudah banjir kamarnya karena diguyur sang ibu.
“Eum.” jawab Tyra santai dengan suara serak yang begitu jelas.
“Ya sudah. Kamu makan saja dulu. Udah lewat jam sarapan. Nggak baik buat kesehatan lho, jangan di biasain.” kata Atan memberi nasehat seperti ahli kesehatan yang sedang memberi pasiennya wejangan.
“Eum, makasih atas perhatian anda, pak Zelatan yang biasa di panggil Atan.”
Mendengar guyonan Tyra, Atan tertawa. Tanpa ia sadari sosok yang sedang memperhatikannya disana, merasa tidak nyaman.
“Kamu nggak libur kerja?”
“Eum, aku malahan akan flight ke Jepang nanti sore untuk pemotretan dengan beberapa orang yang juga menjadi model terpilih pihak VS di Asia.”
Mendengar hal itu, ada sepercik rasa tidak rela di hati Atan. Dia merasa aneh saat mendengar Tyra akan pergi dari negara ini.
“Oh.” sahut Atan amat sangat singkat hingga Tyra diseberang melongo. Ia pikir, Atan akan menjejakinya dengan beberapa pertanyaan seputar pekerjaan atau yang lain. Tapi nyatanya, tidak sama sekali.
“Mungkin aku akan sangat sibuk dan ponsel nggak akan aku pegang. Jadi, kalau mau bertukar pesan, aku saja dulu yang kirim pesan ke kamu buat tanya kabar.”
Mereka berteman, 'kan? Jadi wajar jika Tyra ingin tau kabar temannya.
Atan seperti menjelma menjadi kekasih Tyra dalam waktu beberapa detik setelah perempuan itu memberitahu jadwal terbang dan negara tujuan yang merupakan bagian dari pekerjaan Tyra. Perempuan yang ia kenal karena masalah antara perusahaan dengan sang model itu, membuatnya merasa di butuhkan dan juga ... membutuhkan. Atan tidak percaya jika hal ini bisa terjadi padanya yang jujur, terdengar sangat mustahil.
“O-oh. Oke.”
“Baiklah. Aku mau mandi, sarapan, dan berangkat ke kantor agensi. Retno sudah mangap-mangap kayak kuda Nil kelaparan karena aku sama kamu kelamaan teleponan.”
Sialan. Atan jadi tertawa lantang mendengar sebutan Tyra untuk Retno yang setau Atan, adalah manager wanita itu.
“Ya.”
“Bye,”
“Bye.”
Panggilan berakhir. Tatapan mata Atan jatuh pada sisa pendar cahaya ponselnya yang masih menyala. Ia kembali merasakan sebuah perasaan aneh yang muncul karena Tyra hendak berada di negara lain, dengan udara yang berbeda dengannya.
Setelah itu, Atan kembali berjalan mendekat dan duduk di kursi yang masih sama dengan keberadaan Putri.
“Siapa? Pacar?”
“Bukan.” jawab Atan tenang disemati senyuman saat mengantongi ponselnya kedalam saku celana pendek Jersey yang ia kenakan. “Temen.”
***
Terik siang hari membuat Atan tidak betah berdiam diri lama-lama di dalam kamar. Ia keluar dengan peluh yang mengucur karena pada kenyataannya, kipas angin yang ia nyalakan dengan kecepatan maksimal tidak berhasil mengusir gerah.
Dilihatnya sang ibu dan sang adik sedang melihat acara berita siang hari di salah satu televisi nasional yang begitu ternama. Sesekali Atan melihat iklan produknya tayang dengan model yang seharusnya, itu adalah Tyra.
Kenapa dia merasa menyesal sekarang saat yang muncul dalam iklan yang ia garap susah payah itu bukan Tyra?
Atan buru-buru menggeleng. Dia duduk di karpet lantai bersama ibu dan Linda.
“Tumben mas nggak ke tempatnya mas Reza?”
Biasanya, kalau hari libur begini Atan akan menyempatkan diri berkunjung ke cafe milik sahabatnya itu.
“Biar apa? Biar kamu nanti bisa tanya-tanya keadaannya? Biar kamu tau dia lagi ngapain? Gitu?” celetuk Atan yang membuat Linda sontak membolakan mata. Bercandanya Atan kali ini tidak seru. Ibunya bisa salah faham kalau di lanjutkan.
“Mas ngomong apa sih?” pekiknya sambil mencoba meraih paha Atan untuk ia cubit karena kesal.
“Kenyataannya seperti itu.” kata Atan yang membuat si ibu memperhatikan putranya yang memang sering usil jika sedang santai begini. “Ibu mau mantu lho, Bu. Tuh si Linda dulu yang bakalan nikah— Aww, sakit Lin.” satu cubitan keras mendarat di paha Atan yang tidak diduga-duga.
“Jangan dengerin, Bu. Mas Atan suka ngawur kalau ngomong.”
“Kalau iya memangnya kenapa, Lin? Toh Reza anaknya baik, sopan, dan ramah kalau ketemu ibu waktu main kesini.”
“Kok jadi bahas mas Reza sih?”
Linda memtar bola matanya menuju Atan, lantas menatap sengit pada Atan yang justru mendapat pembelaan dari sang ibu.
“Ya udah, Linda dulu, baru Atan.”
“Mas! Bisa diem nggak?!”
“Enggak.” sahut Atan sambil menjulurkan lidah mengejek adiknya yang salah tingkah dengan rona merah di wajah.
Usut punya usut, Reza memang suka pada Linda, dan sahabatnya itu sempat menyatakan perasaan meskipun ditolak Linda dengan alasan fokus skripsi.
“Bu, mas Atan mbencekno.” rengek Linda dengan airmuka ingin menangis. Dia tidak suka jika harus digoda seperti itu. Dia memang belum berniat menuju ke pernikahan. Pacaran saja belum ada niat, apalagi nikah?
“Tan,” tegur Lastri pada si sulung, tapi belum kapok dan malah membuat gestur mengolok dengan kedua tangan menari di samping kening.
“Bu,” rengek Linda meminta perlindungan.
Satu tepukan keras menyusul di paha Atan hingga dia meringis. “Sudah. Bercandanya jangan kelewatan.”
Atan tertawa keras karena merasa senang bukan kepalang sudah berhasil mengerjai Linda.
Suasana kembali hening beberapa saat, sampai Atan kembali bicara dan menarik perhatian Lastri dan juga Linda.
“Ibu inget Putri?” tanya Atan.
Lastri dan Linda terlihat berfikir.
“Oh, pacar mas yang ninggalin mas buat kawin sama cowok lain itu?” sahut Linda saat wajah Putri terbesit dalam ingatannya dengan begitu nyata. “Mending nggak inget deh.”
“Hei, dia di jodohin, Lin. Dia terpaksa—”
“Halah. Modus mas. Masa mas nggak bisa bedain tulus sama enggak?” ketus Linda yang membuat Atan menatap tidak suka pada adiknya sendiri karena terkesan berlebihan. “Kenapa? Mas ketemu dia?”
Atan mengangguk dan membuat Linda mengedip cepat.
“Ngga usah di ladeni, mas. Aku nggak suka sama mbak Putri.”
“Itu cuma masa lalu, Lin. Sekarang—”
“Ya tetep aja aku nggak suka.”
Atan mendengus. Adiknya ini sama keras kepalanya dengan dirinya.
“Atan ketemu dia di warung pecelnya mbak Dwi, bu. Kami ngobrol banyak.”
“Terus?”
Atan diam, mencoba menyusun kalimat agar bisa diterima adik dan ibunya tanpa menerima protes dari si bungsu.
“Dia udah punya anak, cewek, katanya.” kata Atan sambil menatap sendu, mengingat kehidupan yang dijalani mantan terindahnya itu, begitu miris. “Dia udah pisah sama suaminya karena di selingkuhi dan KDRT. Dan sekarang, suaminya lagi nyari dia buat minta anak nya.”
“Tuh, apa Linda bilang. Nggak usah di ladeni. Nanti kamu juga ujung-ujungnya yang ikut kena masalah, Mas.” tegur Linda agar Atan waspada. Tapi emang dasarnya manusia, mereka tidak akan percaya kalau belum mereka rasakan sendiri apa yang sudah diperingatkan.
Atan abaikan pendapat Linda, dan kembali bicara dengan Lastri.
“Dia minta tolong sama Atan, buat nolongin dia kalau suatu saat nanti, suaminya tau keberadaan dia dan putrinya disini.”[]
—To be continue—
###
Kasihan, atau abaikan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
nobita
udah dehhh Atan buanglah mantan pd tempatnya... sekarang tugas kamu deketin si Tyra... pepet teruss..
2023-10-13
1
Putu Suciptawati
next next🙏🙏🙏
2023-01-16
1
osa
abaikan
2023-01-15
1