...We...
...|Lima belas|...
...Jangan lupa beri dukungan dengan cara Like, komentar serta subscribe, vote dan beri hadiah jika berkenan ☺️...
...Terima kasih....
...Selamat membaca...
...[•]...
Besok ada waktu nggak? Mobil sedang di bengkel, dan katanya dua hari baru selesai di servis. Tolong temani aku jemput Brina di tempat penitipan anak, ya?
Atan menghentikan mobil di bawah rambu-rambu bebas parkir didepan kantor pajak pusat tempat Putri bekerja.
Wanita itu bilang kalau dia keluar dari kantor sekitar pukul empat sore, dan Atan terpaksa pulang lebih cepat dengan alasan tidak masuk akal untuk menyanggupi permintaan tolong Putri padanya untuk menjemput putrinya di tempat penitipan anak. Karena tidak mungkin dia bilang akan menjemput teman dan seorang anak kecil ditempat penitipan anak, yang bisa bikin heboh satu gedung.
Tak kunjung menemukan sosok Putri, Atan berniat menelepon wanita itu untuk menanyakan keberadaannya. Nada panggilan itu tidak lama setelah berganti suara Putri setelah tersambung. Mereka hanya bicara singkat dan tidak butuh waktu sepuluh menit, putri terlihat berlari kecil mendekati mobilnya.
Atan menurunkan kaca jendela mobil dan menyapa Putri dengan sebuah senyuman. Ada rasa yang begitu ia rindukan dari pertemuan seperti ini. Jika dulu Atan selalu mengusap puncak kepala Putri saat wanita itu mendekat padanya, kali ini Atan hanya menyunggingkan senyuman karena merasa tidak lagi berhak melakukan itu, tidak etis. Tidak ada hubungan apapun pada mereka, selain sebuah pertemanan. Itupun baru terjalin kembali setelah tidak saling kontak selama bertahun-tahun, lebih tepatnya dua hari yang lalu saat mereka tanpa sengaja bertemu di warung pecel mbak Dwi.
“Sorry buat kamu nunggu. Jalanan macet.” kata Atan membuka topik ketika Putri sudah duduk di jok sebelah dan memasang seatbelt.
“Nggak apa-apa, Zio.”
Zio, adalah panggilan sayang putri pada Atan dulu—saat masih pacaran, meskipun kadang-kadang putri juga memanggil Atan saat sedang bersama teman-temannya.
Mendengar panggilan itu keluar dari bibir putri, Atan seperti tertegun dan mematung. Pasalnya, panggilan itu masih sanggup membuat hati kecilnya meloncat girang meskipun tidak seheboh dulu.
“Nanti, kamu balik aja setelah anterin aku ke tempat Brina. Aku mau naik bus sama anakku, biar Brina senang dapat pengalaman baru.”
Bagaimana bisa Atan membiarkan mereka dengan kendaraan umum saat dirinya tidak ada kegiatan apapun dengan mobilnya? Jelas Atan menolak permintaan Putri, dan memilih mengantar mereka dengan selamat sampai tujuan.
“Enggak lah, Put. Aku antar sampai rumah saja, sekalian.”
“Ngerepotin kamu dong?”
“Enggak. Aku nggak ada janji atau kegiatan apa-apa kok.”
Putri tersenyum. Ia merasa senang karena Atan bisa menerima dirinya lagi yang sudah pernah membuat pria itu kecewa.
“Thanks ya.”
***
“Mau langsung balik rumah aja?” tanya Retno yang sedikit kesulitan menarik dua koper milik Tyra dan satu koper miliknya sendiri setelah pesawat landing di tanah air dengan selamat sore ini. Tyra bersyukur karena do'a Atan didengar Tuhan. Dia kembali dengan selamat.
Tyra berjalan sambil mengingat apa yang dikirim Atan pada pesannya, kemarin.
“Kita ke warung lesehan bebek dulu deh, mau makan. Lapar.” tukas Tyra yang membuat Retno melotot lebar.
“Apa? Kamu makan makanan penuh lemak itu?” pekik Retno kesal sendiri karena Tyra lepas dari pengawasannya. Makanan seperti itu sangat dipertimbangkan untuk model sekelas Tyra. Postur tubuh harus tetap dijaga ketat dan diawasi kalau tidak ingin Tyra memulai semua dietnya dari awal. “Kamu gila ya?!” kesal Retno karena tidak digubris oleh Tyra yang terus memacu langkah tak mau menoleh atau memberi sedikit bantuan padanya. Sedangkan Tyra, beseloroh santai memberi jawaban kepada Retno yang sudah kalang kabut kebakaran jenggot.
“Aku sudah makan itu dua kali, diam-diam tanpa sepengetahuan kamu, Pah-jerapah. Dan lihat, aku nggak berubah kan?”
“Sumpah, kapan sih Lo bisa bikin gue tenang dan nggak perlu ngomel kayak orang gila gini sama Lo?”
“Ya kalau gue mati, kamu baru bisa tenang.”
Mendengar jawaban tidak terduga itu, Retno sempat menghentikan langkah dan menatap punggung kecil dan pinggang ramping Tyra yang terus menjauh meninggalkan dirinya.
Mati? T-rex gila!
Retno kembali memacu langkah, ia menuju lobby parkir dimana beberapa hari lalu menitipkan mobil disana. Tyra mengeluarkan kunci mobil dan menekan salah satu tombol untuk membuka kunci, lalu masuk dan duduk dibalik kemudi mobil sambil menyalakan mesin dan juga pendingin. Sedangkan Retno, jangan ditanya lagi betapa susahnya pria itu menata tiga koper di ruang sempit dibalik kursi yang hanya diperuntukkan dua orang itu, lalu duduk menyusul Tyra dengan nafas terengah setelah berhasil menyelesaikan bongkar muat.
“Lo itu bakal hidup lama. Ngapain pake ngomong mati-mati segala.” kesal Retno, menarik seatbelt kasar lalu memakainya, lantas melipat dia lengan didepan dada.
“Astaga jerapah. Aku kan cuma canda.”
“Canda Lo nggak lucu. Bawa-bawa mati, apa menurut Lo itu lucu dan gue harus tertawa?”
Tyra mengusap sudut bibirnya yang sedikit terkena liptint yang sedang ia poleskan, lalu mengembalikan didalam tas. Setelah itu mengeluarkan ponselnya dan terlihat sibuk mengirim pesan.
“Siapa lagi yang Lo kabari?” ketus Retno setelah tadi dia sempat melihat Tyra memberi kabar kembali ke tanah air kepada teman satu grup di WhatsApp. Kemudian pihak agensi, dan juga kedua orang tuanya yang masih tetap tidak pernah membalas atau menggubris pesan yang dikirim oleh Tyra. Hubungan Tyra dan kedua orang tuanya sudah seperti benar-benar terputus. “Atan?”
Tyra tersenyum melihat kekesalan wajah Retno dari kaca spion di atas dashboard.
“Iya, kasih tau dulu biar kita dapat traktiran makan.”
“Memangnya Lo bangkrut sampe minta traktir makan sama orang?”
Tyra tidak peduli. Ia bersiap mengemudi, dan menyempatkan diri untuk menginjak pedal gas mobil yang masih dalam posisi netral itu hingga berdengung nyaring memenuhi seantero tempat parkir sebelum benar-benar meninggalkan area gelap itu.
***
Suara celoteh anak berusia lima tahun itu terdengar mengisi kabin mobil luas milik Atan. Bahkan, gadis cilik bernama Brina itu dengan begitu semangat memperkenalkan diri pada Atan.
“Om, lihat itu. Brina pingin punya boneka itu, tapi bunda nggak pernah mau beliin Brina.”
Atan melirik Putri dan Brina secara bergantian.
“Brina mau boneka itu?” tanyanya penuh senyum.
“Zio,” peringat Putri dengan mata terbuka sedikit lebar, agar Atan tidak memutar kemudi mobil dan menuju tempat yang menjual mainan untuk memenuhi keinginan Brina, putrinya.
Tapi semua itu diluar kendalinya karena Atan benar-benar memutar kemudi mobil, kemudian membawa mereka ke sebuah Mall yang ternyata tidak jauh dari kawasan mereka berada.
“Nggak perlu, Zi. Brina memang begitu anaknya. Suka dimanja sama mama papa dirumah.”
Atan tersenyum hangat. Dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Brina yang bulat dan menggemaskan. “Nggak apa-apa sesekali, Put. Sebagai hadiah perkenalan, ya kan Bri?”
Gadis kecil itu mengangguk hingga poni yang menutupi keningnya melompat penuh semangat bersama gerakan kepalanya yang naik turun.
“Zio. Besok aku pulang sendiri aja. Kamu nggak perlu jemput lagi. Brina bakalan ngelunjak sama kamu kalau kamu perhatiin kayak gini.” keluh Putri karena Atan tidak mau mendengarkan dirinya.
Lagi-lagi senyuman Atan terbentang. Dia suka pertemuan pertamanya dengan gadis kecilnya Putri yang menggemaskan itu.
“Nggak kok, Brina anak baik kan?”
Brina tertawa sambil memasukkan potongan terakhir sosis yang diberi oleh pengasuhnya di tempat penitipan anak tadi, dengan sangat antusias.
“Iya Om. Brina suka sama Om. Om ganteng. Sama kayak papa.”
Putri terkejut mendengar itu. Ia tidak pernah mengajarkan Brina berkata demikian, apalagi sampai membandingkan atau menyamakan orang lain seperti itu.
“Bri!” sentak Putri yang seketika membuat keberanian gadis kecil itu sirna. Kepalanya tertunduk dengan bibir melengkung ke bawah.
“Put, nggak usah berkata keras begitu didepan anak kecil.”
Putri pun terkejut karena selama ini dia tidak pernah memarahi sedikitpun putrinya itu. Dia mendadak merasa kesal saat Brina menyebut Atan mirip dengan Dio yang brengsek.
“Maaf ya nak. Mama nggak sengaja. Mama nggak akan bentak Brina lagi.” kata Putri buru-buru, memeluk, dan mencium pipi Brina kanan kiri bergantian.
Melihat pemandangan melow begitu, Atan dengan segera mencari celah untuk memecah suasana.
“Brina mau beli boneka yang warna apa?”
“Merah.”
***
Karena Retno terus mengoceh karena dirinya ingin makan bebek sebanyak tiga kali, Tyra akhirnya memutuskan untuk memutar kemudi dan membatalkan permintaan bertemunya dengan Atan. Ia mengajak Retno ke sebuah restoran yang menjual makanan yang biasa ia dan managernya itu datangi ketika dalam masa diet.
“Sudah, puas kan kita kesini?”
Retno hanya diam dengan bibir mengerucut kesal. Dia merasa dikhianati oleh Tyra lantaran gadis itu pergi makan olahan bebek tanpa persetujuannya.
“Aku bisa jaga diri aku, jerapah. Kamu nggak perlu terlalu khawatir. Aku tau porsi yang diinginkan tubuh aku.”
Ya, memangnya siapa lagi yang tau porsi tubuh masing-masing, selain diri sendiri?
Retno mengikuti langkah Tyra yang sudah sampai disebuah restoran yang ada didalam Mall tempat mereka berdua biasanya jalan sambil makan setelah bekerja. Dan setelah memesan menu makanan dan minuman, Tyra berjalan mencari tempat duduk. Sambil menunggu pesanan jadi, Tyra kembali memeriksa ponselnya. Dia ingin sekali menanyakan keberadaan Atan, sedang apa pria itu sekarang, apa Tyra boleh meneleponnya? Tyra kangen.
“Ada pemotretan lagi bulan depan di bali.” kata Retno yang sekarang sedang mengecek jadwal milik Tyra pada iPad di tangannya. “Untuk brand kamu sendiri. Model yang kamu buat, sudah jalan 80 persen.”
“Oke.” jawab Tyra singkat.
Selain pandai berekspresi didepan kamera, Tyra juga pandai menggambar design pakaian padahal dia tidak pernah belajar di bidang seni, dia hanya melihat bagaimana dasar dan cara menggambar secara otodidak di salah satu Chanel yutup favoritnya. Mungkin ini yang disebut dengan bakat yang tersembunyi.
“Lama bener sih, laper perut gue.” protes Retno berupa gumaman.
Mendengar gumaman Retno, Tyra mengangkat pandangan dan menatap lurus pada sang manager. “Tadi, makan di lesehan kan enak. Dapet nasi banyak, bebeknya juga uendes—”
Kalimat Tyra terhenti saat tanpa sengaja menatap siluet seseorang sedang berjalan memunggungi posisi duduknya. Tatapan menelisiknya timbul saat melihat sesosok Gadis menggemaskan yang ada dalam gendongan dan juga seorang wanita yang berdiri disampingnya.
Dia seperti ... []
...—To be continue—...
###
Hayo, siapa? 😈
Apa yang ingin disampaikan ke:
Atan, 👉
Tyra, 👉
Putri, 👉
Atau, author 😁 👉
Silahkan. Bebas berkomentar asal menghibur biar imun author dan yang baca cerita ini bagus, biar negara per-noveltoon-an kita tetap merdeka, Wkwkwk
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Nur Yuliastuti
🫣🫣🫣 gak melok melok 🙈
2024-01-07
1
nobita
hadehhh jadi salah faham kan... ngapain baik baik sama mantan yg udah ngecewain Atan...
2023-10-13
1
Kustri
M BGT ama Putri😤🤮
2023-07-07
1