Walau sudah disepakati oleh kedua belah pihak, tetap saja menikahkan anak meninggalkan rasa haru di dalam hati orang tua. Sama seperti sekarang, Mama Marsha dan Papa Abraham menitikkan air matanya ketika prosesi sungkeman, di mana kedua mempelai bersujud di hadapan orang tua dan meminta doa restu. Walau sudah berusaha menahan untuk tidak menangis, nyatanya air mata itu lolos juga dan membasahi wajah Mama Marsha dan Papa Abraham.
"Mama, mohon restu," ucap Mira yang turut menangis di sana. Lantaran menangis, kacamata yang dikenakan Mira pun seolah berembun.
Terlihat Mama Marsha segera memeluk putrinya itu, "Pasti Mira, Mama selalu memberikan doa dan restu terbaik untuk kalian berdua. Walau kamu masih begitu belia, tetapi berusaha untuk menghormati Kak El, suami kamu. Nanti saat kalian berada di Australia, dia yang akan menjaga kamu, Mira," ucap Mama Marsha.
Mira pun menganggukkan kepalanya, "Iya Ma," balasnya.
Kemudian, Mira sekarang memohon doa restu dari sang Papa, cinta pertamanya. Di hadapan Papanya, tangis Mira kian tersedu sedan. "Papa," agaknya hanya ucapan itu saja yang bisa Mira ucapkan karena di hadapan sang Papa, satu baris kalimat pun rasanya begitu sukar untuk terucap.
Papa Abraham turut menangis di sana dan memeluk Mira dengan begitu erat. Bahkan sang Papa menangkup wajah putrinya itu.
"Mira, putrinya Papa ... sayangnya Papa. Hari ini, kamu sudah dipinang oleh pemuda yang Papa kenal dengan sangat baik. Doa Papa, kamu dan Elkan bisa bahagia. Saling menjaga. Walau kasih muda, tapi belajar untuk melangkah dan mengarungi kehidupan pernikahan," nasihat dari Papa Abraham.
Usai itu, Papa Abraham memeluk Elkan masih dengan air mata yang terus berlinang, "El, Papa titipkan harta Papa yang paling berharga yah. Sekarang jangan panggil kami Om dan Tante, kamu putra kami."
"Iya Papa," balas Elkan. Ini pun menjadi kali pertama bagi Elkan untuk memanggil kedua orang tua Mira dengan panggilan Mama dan Papa.
"Jaga Mira ya El ... Papa percaya kepadamu," sambung Papa Abraham.
Setelahnya Mira dan Elkan meminta doa dan restu kepada Mama Sara dan Papa Belva. Tampak Mama Sara yang menangis dan memeluk Mira dengan begitu eratnya.
"Akhirnya Mira kesayangan Mama, kini resmi menjadi putri di keluarga Agastya. Jangan khawatir dengan mimpi dan cita-citamu, Mira. Mama, Papa, dan Elkan akan selalu mendukungmu," ucap Mama Sara.
Begitu juga dengan Papa Belva yang memberikan nasihatnya kepada Mira dan Elkan, "Walau masih SMA, kalian sudah berada di usia boleh menikah. Saling menjaga yah, saling menyayangi. El, tugas kamu bertambah mulai hari ini, kamu bukan hanya seorang anak dan siswa, tapi kamu juga adalah suami. Jadi, ingat pesan Papa kepadamu," ucap Papa Belva.
"Iya Papa, El ingat," balasnya.
Acara sungkeman yang mengharus biru. Setelahnya, lantaran hanya dua keluarga, Mira meminta izin untuk mengganti kebayanya dengan pakaian yang santai saja. Begitu pula dengan Elkan. Mereka memasuki kamar mereka masing-masing dan mengganti baju.
Setelahnya, mereka diminta untuk turun ke bawah dan menemui kedua orang tua yang menunggu di taman. Elkan yang tiba terlebih dahulu, selang beberapa menit barulah Mira menyusul.
"Ada yang ingin kami sampaikan Elkan dan Mira," ucap Papa Belva kemudian.
Pasangan pengantin SMA yang baru saja menikah itu pun menganggukkan kepalanya. Siap mendengarkan apa saja yang hendak disampaikan oleh kedua orang tuanya.
"Benar, kalian sudah menikah. Akan tetapi, mengingat kalian berdua masih SMA, jadi sampai lulus nanti kalian tinggal di rumah masing-masing dulu yah. Mira dengan Mama dan Papanya, begitu juga Elkan. Hanya saja, di akhir pekan, kalian akan saling menginap. Kedua, mengingat cita-cita Mira yang tinggi, kami minta kepada kalian berdua untuk menunda hubungan suami istri. Setidaknya dalam satu semester ini. Lulus SMA dulu. Bisa kan?" tanya Papa Belva.
Mira tampak begitu segitu. Sebab, dia tidak terpikir akan melakukan kontak fisik hingga hubungan suami istri dengan Elkan. Yang disampaikan Papa Belva sangat benar adanya.
"Kalau akhir pekan menginap itu apa beda kamar Pa?" tanya Elkan dengan polosnya.
"Tergantung kami para orang tua, El. Kenapa, kamu ingin sekamar dengan Mira?" tanya Papa Belva.
Nyatanya Elkan tak memberikan jawaban dan memilih diam. Sementara Mira tampak menundukkan wajahnya.
"Jadi, walau sudah menikah, hargai batasannya yah. Sampai lulus SMA," balas Papa Belva.
Baik Mira dan Elkan sama-sama menganggukkan kepalanya. Setuju dengan batasan yang dibuat oleh kedua orang tua.
"Apa kalian keberatan?" tanya Papa Abraham kini kepada Mira dan Elkan.
"Tidak, Pa," balas Mira.
Papa Abraham pun tersenyum karena dia mengenal Mira. Kemudian Papa Abraham menatap Elkan di sana, "Kamu bagaimana El?" tanyanya.
"El juga setuju, Pa," balasnya.
Semua orang tua juga setuju. Batasan yang dibuat dengan maksud baik, tentunya mencegah kehamilan di usia dini yang rentan dan berisiko untuk Mira. Selain itu, mereka ingin Mira dan Elkan menyelesaikan SMA dulu.
"Ada yang ingin kalian tambahkan?" tanya Papa Belva.
Kali ini Mira yang hendak mengutarakan pendapatnya, "Mama dan Papa sekalian, mengingat kami masih SMA sebaiknya tidak perlu mempublikasikan pernikahan Mira dan Kak El. Cukup kedua keluarga saja yang tahu. Untuk meminimalisir masalah yang terjadi di sekolah dan kami bisa didisiplin nanti," ucap Mira.
"Baik, alasan yang logis. Yang penting kalian tahu bahwa kalian tidak hanya teman masa kecil, teman sepermainan, tetangga, atau teman satu bangku. Melainkan kalian adalah suami dan istri. El, ada yang ingin kamu tambahkan?" tanya Papa Belva lagi.
Elkan yang semula banyak diam pun akhirnya berbicara, "El akan menerima semua. El hanya minta satu hal, mulai semester dua nanti biarkan Mira dan El berangkat ke sekolah bersama-sama. Kami satu sekolah, jadi Elkan bisa berangkat dan pulang sekolah bersama Mira," pintanya.
Mendengar apa yang Elkan minta, akhirnya kedua keluarga untuk merespons dengan anggukkan. Toh, setidaknya akan ada komunikasi antara Elkan dan Mira. Jika sekadar berangkat dan pulang sekolah tidak masalah.
"Baiklah, diperbolehkan," jawab Papa Abraham. "Namun, kalau mau ajak Mira ke mana saja kabarin kami ya El. Jangan terlalu malam, sama seperti beberapa waktu lalu," sambung Papa Abraham.
Ya, itu karena Elkan pernah mengajak Mira pergi dan mereka tiba di rumah hampir petang. Papa Abraham hanya meminta supaya anak-anak tetap disiplin setidaknya sampai mereka lulus SMA nanti.
"Ada yang mau ditambahkan?" tanya Papa Abraham lagi sekarang.
Bagaimana pun jika membuat aturan adalah sesuai kesepakatan bersama. Walaupun mereka adalah orang tua, tapi yang menjalani Mira dan Elkan. Kedua keluarga pun berharap anak-anak menjalani dengan ikhlas dan tanpa paksaan.
"Mama dan Papa, satu lagi ... sebelumnya Mira minta maaf, tapi Mira tidak ingin hamil sampai Mira lulus kuliah nanti. Apakah dikabulkan?" tanyanya.
Mungkin permintaan ini terkesan egois. Akan tetapi, Mira merasa dirinya tidak siap jika hamil di usia belia. Toh, untuk menjadi ibu dibutuhkan persiapan fisik, mental, bahkan finansial. Selain itu, tentu Mira ingin mengejar mimpinya terlebih dahulu.
"Tidak apa-apa. Kejar mimpi kamu dulu," balas Mama Sara.
"Makasih, Ma," balas Mira.
Mungkin permintaan Mira keterlaluan, tapi dia menempatkan diri sebagai siswi cerdas dan berpikiran maju. Dia ingin menggapai mimpinya selagi kesempatan dan peluang itu ada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 244 Episodes
Comments
kennytytyan
trus ngapain di suruh nikah cepet kalau rumah harus terpisah ?
2023-03-29
0
Alvika cahyawati
ya klu bisa pake pengaman lah klu blm mau hamil kan tujuan menikah buat melayani suami.
2023-03-06
2
abdan syakura
yaaahhhh pandai pandai kan bisa
pake pengaman misalnya
gmn pun istri kudu melayani suami
2023-02-20
0