Diterimanya Mira untuk kuliah di Sydney, Australia tentu adalah kabar bahagia untuk kedua orang tuanya. Akan tetapi, jauh di dalam hati mereka ada kekhawatiran juga. Mengingat Australia cukup jauh, lintas benua dan lintas samudra. Untuk menuju ke Sydney pun dibutuhkan perjalanan udara selama belasan jam. Untuk itu, keluarga Narawangsa dan keluarga Agastya berkumpul bersama siang itu.
"Kenapa Jeng kok murung gitu?" tanya Mama Sara kepada bestienya yang tak lain adalah Mama Marsha.
"Ini loh ... Mira itu keterima untuk kuliah di luar negeri. Sebagai seorang Mama, aku sih seneng banget. Bangga dengan usaha dan kerja keras Mira. Akan tetapi, aku juga bingung. Australia itu jauh, paham kehidupan di sana juga bebas. Tidak jauh dengan kehidupan orang di Eropa atau Amerika. Aku cuma khawatir dengan pergaulan bebas di sana."
Yang menjadi kekhawatiran untuk Mama Marsha adalah Mira bisa terpengaruh dengan pergaulan bebas di Australia. Secara kultur, tentu sangat berbeda. Warga Indonesia yang masih menjunjung tinggi adab ketimuran, tapi tidak untuk negara-negara yang berpaham liberal dan membebaskan warga negaranya.
"Ya, iya sih ... apalagi Mira cewek yah, jadi lebih berasa khawatirnya," balas Mama Sara.
"Benar Jeng ... Mira cewek, dan di Jakarta saja yang begitu maju, Mira cuma seneng sekolah dan di rumah. Bermain sampai larut malam dengan teman-temannya juga tidak pernah. Jadi, aku cukup khawatir saja sama Mira."
Mendengar curhatan dari Marsha, perlahan Pak Belva pun bersuara. Ada solusi yang andai saja mau untuk didengar dan dilakukan oleh kedua belah pihak.
"Ada solusi kalau kita mau menjalankannya," ucap Pak Belva di sana.
"Solusi apa?" tanya Abraham.
"Kalian tidak ingat bahwa ketika Elkan dan Mira masih kecil, kita berempat pernah membuat kesepakatan bersama untuk menjodohkan mereka berdua. Mungkin ini adalah saat yang tepat. Toh, Elkan sudah lebih dari cukup usianya untuk menikah. Begitu juga Mira yang berusia 18 tahun," ucap Papa Belva.
"Menikah saat mereka masih sama-sama SMA?" tanya Marsha.
"Iya ... benar. Biarkan saja mereka menikah. Nanti ketika Mira kuliah di Australia, Elkan bisa menjaga Mira. Don't worry. Semua ada solusinya," jawab Pak Belva.
Tampak Marsha berpikir dan juga merenung, setelahnya barulah dia berbicara, "Kurasa, Mira akan menolaknya. Itu semua karena dia begitu semangat untuk sekolah dan menggapai mimpinya," balasnya.
"Menurutku juga begitu ... apakah tidak terlalu cepat?" tanya Papa Abraham di sana.
Dengan cepat Papa Belva menggelengkan kepalanya, "Kita sampaikan baik-baik kepada anak-anak kita. Menikah dulu saja. Sah di mata agama dan negara. Nikah tanpa resepsi pun jadi kok. Mereka juga tidak harus tinggal bersama, kan kita tetanggaan. Bisa kan Mira nginap di sini, atau Elkan gantian menginap di sana. Untuk kesepakatan bersama, tidak usah dipikir. Yang pasti Elkan bisa menjaga Mira."
Jujur, berat rasanya untuk memutuskan. Akan tetapi, di satu sisi Papa Abraham pun yakin bahwa ini adalah cara yang baik. Daripada nanti Mira terjerumus dalam pergaulan bebas dan tidak dalam koridor yang benar. Elkan adalah pemuda yang sangat bisa diandalkan. Selain itu, Papa Abraham dan Mama Marsha juga yakin bahwa Elkan masih sayang dengan Mira.
"Kita bagi tugas ... kalian meyakinkan Mira, dan kami akan meyakinkan Elkan. Pernikahan dilakukan di Bogor saja. Di villa kami. Untuk surat-surat nikah, akan kami atur," ucap Pak Belva.
Kemudian Abraham melirik kepada Pak Belva, "Sorry, tapi kalau hanya sebatas pernikahan siri, kami tidak mau. Tidak ada baiknya, justru Mira bisa yang menjadi pihak yang dirugikan," balas Papa Abraham.
Sebagai seorang Papa, Papa Abraham hanya ingin yang terbaik untuk putrinya. Menikah secara sah secara agama dan hukum negeri ini. Tentu, akan ada koridor yang akan dipertegas kedua orang tua terhadap pernikahan keduanya.
"Tidaklah ... pernikahan resmi. Toh, anak-anak sudah cukup umur. Gampang. Aku sudah belajar dari kesalahan di masa lalu, Bram ... aku dulu menikahi istriku secara siri, dan aku tahu bagaimana menderitanya istriku kala itu. Jadi, Elkan dan Evan tidak akan pernah melakukannya," balas Pak Belva.
Perlahan Papa Abraham pun menganggukkan kepalanya, "Baiklah ... nanti kami akan menyampaikan kepada Mira. Semoga Mira bisa menyetujuinya. Walau aku khawatir karena putriku itu sedang semangatnya belajar dan mengejar mimpinya," balas Papa Abraham.
"Menikah tidak mengharuskan Mira untuk memotong sayapnya, Bram ... dia tetap akan terbang tinggi untuk menggapai semua mimpi dan cita-citanya. Aku justru akan terus mendukung Mira, termasuk untuk keinginannya mengambil S2 nanti. Elkan pun pasti akan mendukungnya," jawab Papa Belva.
Ya, agaknya kerisauan dan kekhawatiran ini akan berakhir dan solusi sudah mereka dapatkan. Untuk menjaga Mira, adalah lebih baik menikahkan Elkan dan Mira. Toh, selama ini juga keduanya saling mengenal dengan baik. Di mata kedua orang tua itu hanya Elkan saja yang layak untuk bisa menjaga Mira. Terlebih ada janji dan kesepakatan yang mereka buat bersama ketika Elkan dan Mira masih kecil dulu, bahwa mereka akan menjodohkan anak-anak mereka ketika mereka besar nanti.
Mungkin inilah waktu yang tepat. Waktu untuk menggenapi janji yang dulu pernah dibuat bersama. Janji untuk mengikat persahabatan menjadi kekeluargaan. Romansa Pernikahan di SMA akan mewarnai kehidupan Elkan dan Mira dengan segera.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 244 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Itu yg lebih baik,Semoga saja Mira dan Elkan setuju..
2023-03-11
1
Qaisaa Nazarudin
Kalo gitu tunanganka saja mereka,biar El satu kampus dgn Mira disana dan bisa menjaga Mira disana tentunya..
2023-03-11
0
LANY SUSANA
lanjutt donkkkk
elkan jg msh sayang ke mira kok cm kr lama ga ketemu jd canggung & ada kesalah pahaman yg blm terurai kenapa Elkan smpe sklh di LN wkt smp dan sma
2023-01-16
1