UNTUK SINTA AMANDA

Devi yang amat cemas dengan keadaan adiknya lupa mengabari bosnya jika dia tidak bisa bekerja hari ini . Ditengah kacau pikirannya tiba-tiba ponselnya berdering

"Hallo Bu...maaf saya hari ini nggak bisa masuk adik saya masuk rumah sakit ."

"Kamu itu banyak ya alasannya , tadi pagi bilang di undangan ke sekolah adik mu sekarang bilang di rumah sakit ," Bos tempatnya bekerja nampak marah karena sikap Devi yang plin plan . "Maaf Bu tapi saya benar-benar di rumah sakit sekarang." Devi mencoba menjelaskan tapi sudah dipotong bosnya . "Oke saya percaya , tapi kamu besok ga usah bekerja disini lagi." Bosnya menutup telponnya sesat setelah itu tanpa menunggu sepatah kata pun dari Devi .

Lama sekali Sinta belum juga tersadar , Devi yang kepalang panik dan bingung hanya bisa menangis di samping adiknya . Ada delapan jahitan di kepala Sinta , memang dokter mengatakan lukanya tidak ada yang serius tapi insting seorang kakak mengatakan itu bukan hal normal .

Sedangkan Sinta sendiri saat ini berada di tempat berbeda dengan tubuhnya , disana ia bertemu ayahnya tetapi dalam keadaan saat ia meninggal . Remuk tak bisa didefinisikan lagi . Ayahnya tak mengucap sepatah katapun tapi Sinta berani mendekat , disamping ayahnya ia melihat kotak kado bertuliskan UNTUK SINTA AMANDA . Kotak itu berisi sepatu , Ia membawa kotak itu lalu pergi .

Di bawah tetesan air mata Devi tangan adiknya mulai bergerak mencari sesuatu . "Sin, kamu bangun ?" Devi memeluk tubuh adiknya yang masih lemah itu . "Buka matamu Sin , ini kakak ," Devi terus mengguncangkan tubuh adiknya . Tapi tangan adiknya kembali diam .

Devi memanggil perawat untuk melihat keadaan adiknya , tapi perawat hanya mengatakan jika adiknya baik-baik saja . Mungkin dua atau tiga jam lagi sadar karena masih dibawah efek bius . Saat ini Devi di ujung tanduk , adiknya sekarang harus dirawat , sedangkan ibunya lumpuh , dan pekerjaan pun sudah dipecat . Apalagi yang bisa ia lakukan ? .

Setelah lebih dari dua jam koma Sinta kini tersadar sepenuhnya . Ia melihat kakaknya meneteskan air mata , dalam batinnya ia berkata "Pasti kakak menangis karena 'ku menemani aku terbaring di sini ." Karena terlalu dalam menghayati kesedihannya Devi baru tersadar adiknya telah siuman .

"Aku yakin kakak pasti bisa ," Itu kata yang bisa diucapkan Sinta . "Alhamdulillah dek , kamu udah siuman ." Devi sibuk mencari tisu di tasnya untuk menyembunyikan tangisnya .

"Badan kamu udah mendingan ?" tanya Devi , Sinta hanya bisa menganggukan kepalanya . "Kakak nggak kerja ?" Devi menggelengkan kepala "Enggak , kan nungguin kamu disini." Ia juga masih bisa menyiratkan senyum meski tak senada dengan hatinya .

"Coba ceritakan Kenapa kepala kamu bisa terluka seperti itu ?" Sinta menarik nafas panjang "Dihantamkan Sindy ke tembok."

Sinta menceritakan semua hal yang ia ingat sebelum jatuh pingsan . Meski dalam hatinya marah Devi hanya bisa menyebar senyum agar hati adiknya bahagia . Ia tak mungkin menuntut apapun pada sindy .

Saat mentari sudah tegak di atas kepala , Devi harus pulang menyuapi ibunya . Karena biasanya adiknya yang melakukan itu semua sedang terbaring di rumah sakit .

Sementara Sinta sekarang ditemani Anni sahabat karib Sinta . Anni tak hanya hendak menjenguk Sinta tapi juga membawakan pelajaran yang ditinggal sahabatnya . Kebaikan Anni berhasil mengembalikan senyum manis Sinta .

Penuh keikhlasan dan ketulusan Anni membimbing Sinta agar tak tertinggal satu materi pun . Bahkan setiap pulang sekolah ia langsung menuju rumah sakit untuk menggantikan Devi sekaligus membantu Sinta mengejar pelajaran yang tertinggal .

Hari demi hari dilewati Sinta tapi ia masih ragu untuk menanyakan tentang kotak sepatu itu . Tapi Devi merasa ada sesuatu yang ingin di sampaikan adiknya hingga ialah yang menanyakan itu .

"Apa yang kamu pikirin , Dek ?" Ucap Devi memecah lamun adiknya . "Enggak kak , cuma ," Belum selesai ucapan Sinta sudah dipotong kakaknya "Jangan bohong , kakak tau ada yang mengganjal di hati mu ." Paksa Devi .

"Emm,...tanggal berapa ayah meninggal ?" Tanya Sinta pada kakaknya . "Kenapa kamu tiba-tiba tanya meninggalnya ayah ?" Sinta sekarang mengahadap tepat di depan kakaknya "Saat aku koma kemarin aku seperti mimpi bertemu ayah dan disampingnya aku menemukan kotak sepatu bertuliskan nama ku ." Sinta menjelaskan maksudnya .

"Ayah bilang apa sama kamu ?"

"Ayah cuma diam , aku yang mendekat ," jawab Sinta polos .

"Seingat kakak, ayah itu meninggalnya tanggal 29 Januari." Sinta menajamkan matanya "Apa ayah mau memberikan aku sepatu itu ya kak , kan ulang tahun ku tanggal 30 Januari ?"

"Mungkin,...tapi kakak juga nggak tau ." Devi mencoba mengalihkan pikiran adiknya "Kamu udah makan ?" Tapi usahanya gagal Sinta tetap melanjutkan ucapannya .

"Tapi dimana kotak itu kalo benar untuk ku ," Gumam Sinta lirih . "Mungkin terbakar bersama mobil ayah." Devi menjawabnya sambil berjalan pergi .

"Ih kakak,..diajak bicara malah pergi ."

"Nanti aku tanyakan ibu aja , Ibu pasti tau ." Ucap Sinta pelan . Tapi Devi kembali karena mendengar kalimat adiknya "Dek ,jangan !!, Ibu selalu menangis kalo ditanya soal kecelakaan itu ," Akhirnya Sinta membatalkan keinginannya .

"Kak aku mau tanya boleh ?" Sinta mendekat pada kakaknya . "Tanya apa ?"

"Kakak dipanggil Bu Prih kemarin itu bahas apa sih ?" Devi mengelus kepala adiknya "Dek, di Sekolah kalo ada yang bully jangan di tanggapi ya ."

"Kemarin kamu di skors karena mau balas Bullyan mereka kan ?" Ganti Devi bertanya . Devi tak memberitahu jika ia juga harus menanggung biaya pengobatan Ranti , ia masih takut adiknya merasa bersalah .

Sinta menghela nafas "Iya , kakak ku yang cantik ," balas Sinta centil . "Tuh kan mulai centilnya ." Akhirnya mereka saling berbalas candaan .

Satu minggu berlalu Sinta kini kembali ke sekolah , dengan hati yang masih cemas ia melangkahkan kakinya menatap lorong sekolah yang berisik itu . Tak terlihat dua anak yang sering membullynya itu di depan kelas , tempat biasa keduanya menanti Sinta .

"Aduh , sakit !" Tiba-tiba Ranti dan Sindy menjambak rambut Sinta dari belakang . "Udah sembuh lo ?" ucap Sindy tanpa melepaskan tangannya . "Udah, lepasin rambutku ." Balas Sinta dengan berusaha melepas tangan sindy dari rambutnya .

"Ini buat kakak kamu ," Ranti melempar secarik kertas tepat di muka Sinta . Meski terpancing emosi Sinta ingat pesan kakaknya "Dek, di sekolah kalo ada yang bully jangan di tanggapi ."

Sinta memungut kertas itu dari lantai , lanjut membacanya sambil meneruskan langkahnya . " Dari rumah sakit ?" Gumam Sinta saat membuka kop surat . "Ini kan ceklist pemeriksaan Ranti kenapa di kasih aku ?" Tanya Sinta pada dirinya sendiri setelah membaca isinya .

Tapi saat ini Sinta tak mau ambil pusing tentang itu , ia lebih memikirkan ketertinggalan pelajarannya . Sinta membuka lokernya dan meletakkan sebagian bukunya yang tak ia perlukan sebelum jam istirahat ini. Karena disitulah tempat paling aman agar bukunya tak disembunyikan Ranti dan sindy lagi . Ia akan menukar buku itu saat jam istirahat dan mengambil semuanya saat pulang sekolah . ,✓

Terpopuler

Comments

メhiganbana✿🌙❄️

メhiganbana✿🌙❄️

astaga tanggal kelahirannya dong baru kali ini aku nemu tanggal kelahirannya di novel hahah semangat kak

2021-11-16

2

🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳Simple Hayati

🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳Simple Hayati

itulah bahayanya bully

2020-11-27

1

Ratri (ig:mahesti_ratri)

Ratri (ig:mahesti_ratri)

kesel banget sama Ranti dan Sindy, pengin buang mereka ke laut, hih

2020-11-26

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!