Joana memakan bekalnya seperti biasa di ruang kelas seni. Menyelesaikan sketsanya yang ke sekian dan duduk di dekat jendela yang terbuka. Melihat beberapa murid bermain sepak bola, mengingatkannya pada seseorang. Tanpa sadar bibirnya terangkat mengingat beberpa kenangan dengan seseorang itu.
"bagaimana cara menolak rencana perjodohan itu?" gumamnya
****
Seperti biasa Joana pulang sekolah bersama dengan Sora. Sora mengajaknya ke toko buku. Kakaknya mengatakan jika tidak bisa menjemput beberapa waktu kedepan karna masalah pekerjaan.
"bagaimana jika makan dulu?" kata Sora ketika melihat di ujung jalan ada minimarket
"ramyeon?" tanyanya lagi
"kau yakin mereka tidak akan melaporkan kita jika makan itu lagi?" tanya Joana, minggu lalu kakaknya marah padanya karna terlalu sering memakan makanan instan.
"lupakan makan itu, langsung ke toko buku saja" kara Joana kemudian menarik Sora untuk tetap berjalan.
Sora mengikuti saran Joana dan kini Joana sedang menunggu Sora yang membayar buku.
"sebaiknya aku menghubungi pak Jang sekarang" gumamnya menghubungi pak Jang agar langsung menjemputnya di pintu keluar pusat perbelanjaan.
Dilain tempat, Jean mengunjungi sebuah gedung tua menunggu seseorang. Seperti biasa datang sendiri tanpa sekertarisnya jika menyangkut sesuatu diluar pekerjaan. Jean menunggu sekitar 15 menit sebelum beberapa orang datang. Mereka semua memiliki postur tubuh dimana semua orang akan takut jika berurusan dengan mereka.
"aku ingin bertemu dengan Derek, dimana dia?" kata Jean menetralkan suaranya
"tidak ada Derek disini" kata salah satu dari mereka
Jean melangkahkan kakinya mendekati mereka lalu mengeluarkan beberapa foto yang sekertarisnya berikan padanya saat dirinya bertemu dengan Joana.
"apa yang kau ingin tahu?" jawab salah satu dari mereka
"simbol ini"
Sebagian dari mereka yang semula duduk kini mulai berdiri satu persatu.
"Beta" kata nya setelah membaca sesuatu di layar ponselnya
"bagaimana dengan ini? kau mengetahuinya juga?" tanyanya lagi karna merasa jawaban dari mereka tidak memberikan informasi apapun
"dia ada di dekatmu" mereka pergi begitu saja membuat Jean semakin frustasi
Jean mengendarai mobilnya meninggalkan gedung tua itu dan bertemu dengan Jian di kantornya. Pikirannya sungguh rumit saat ini. Jika benar simbol di foto itu adalah beta, maka apa maksut dari simbol itu. Jean hanya mengetahui beta adalah sesuatu yang berhubungan dengan rumus. Sangat tidak mungkin jika simbol itu adalah jawabannya. Bukankah terlalu mudah jika jawabannya hanya sebuah simbol pada rumus ilmu fisika atau matematika. Jika memang benar simbol yang muncul di setiap kasus bullying di Griffin School adalah jawabannya, lalu kenapa semua murid dan pihak sekolah hanya diam saja terlebih pihak kepolisian yang hanya menetapkan kasus itu hanya kasus bullying biasa.
"lain kali datanglah lebih awal dari tamumu tuan White" sindir Jian ketika Jean masuk dan melempar jas nya begitu saja di sofa.
"beta"
"apa?" Jian masih tidak memahami arah pembicaraan Jean
"simbol itu" jawab Jean memberikan beberapa foto pada Jian
"kau masih mencari tau ini? Jean ini sudah lebih dari 3 bulan dari hari itu, polisi juga sudah menetapkan jika itu kasus bullying biasa dan mereka yang ada di foto ini adalah pelaku bullying selama bertahun tahun" Jian meletakkan kembali foto itu di atas meja lalu melonggarkan dasinya.
"bukankah kasus ini mirip dengan kasus Yoo Bitna?" kata Jean
"Jean sudah seharusnya kau melupakannya dan kejadian itu" kata Jian menasehati Jean yang selalu saja stuck di kejadian 3 tahun lalu
"tidak satupun diantara kita bertiga yang mengetahui persis apa yang terjadi saat itu, Hazel pergi bukan karna kejadian malam itu, dia bahkan tidak mengenal Bitna dia hanya mengenalmu saat itu" Jian mulai sedikit frustasi menghadapi laki laki dihadapannya kini
"aku tidak bisa melupakannya"
" kau bisa, kau harus membuka hatimu untuk orang lain, bukan salahmu jika Hazel meninggalkanmu dan bukan salahmu juga kejadian malam itu" kata Jian
"kau seharusnya memikirkan rencana perjodohanmu minggu depan, atau mungkin kau bisa mencoba menerima itu dengan membuka hati untuk nona Lightwood, kau pernah membuka hatimu untuknya" kata Jian lagi berharap sahabatnya ini bisa bangun dari semua mimpi buruk yang selalu mengikutinya setelah kejadian malam itu.
"kau gila? keluarga Lightwood ikut andil ketika pak tua itu berusaha memisahkanku dengan Hazel, mereka bahkan menemui Hazel dibelakangku dan mencelakainya" protes Jean yang tidak terima jika disarankan untuk menerima perjodohannya dengan Joana
"tidak ada bukti jika keluarga Jo yang melakukan itu, itu hanya prasangkamu saja Je" kata Jian
Jean tetap tidak bisa menerima rencana perjodohan itu. Jean akan mencari kebenaran dari potongan mimpinya selama ini. Selalu memimpikan hal yang sama dan orang yang sama membuatnya berpikir jika semua itu bukanlah hanya kebetulan atau bukan sekedar bunga tidurnya saja.
*****
"kau bisa menolaknya jika tidak setuju dengan perjodohannya" kata kakek
"aku memang akan menolaknya" kata Jo angkuh
"oke baiklah, aku tidak akan memaksa kali ini tapi kau tetap harus datang saat acara ulang tahun perusahaan" kata kakek
Jo pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun lagi pada kakek, menerima perjodohan yang diatur kakek adalah hal yang konyol baginya. Sudah cukup selama ini ia diperalat kakek untuk perusahaan. Sudah cukup baginya pengorbanan yang ia lakukan selama ini, kini hanya harus fokus dengan adiknya saja. Posisinya di dunia bisnis saat ini memanglah tidak seberpengaruh kakeknya namun setidaknya apa yang ia capai saat ini cukup jika untuk mengamankan adiknya dari segala tipu daya kakek. Joana harus hidup sesuai apa yang diinginkannya, termasuk bersekolah seperti anak lainnya atau bisa mendaftat di kampus dan jurusan yang ia inginkan tanpa harus ada campur tangan kakek. Adiknya juga harus bisa berteman dengan siapapun tanpa harus takut dengan larangan kakeknya. Adiknya juga tidak harus disembunyikan lagi seperti dulu. Joana bebas muncul di publik tanpa ancaman apapun. Tujuannya saat ini hanyalah adiknya, dirinya harus membayar kesalahannya pada adiknya beberapa tahun lamanya.
"Na bagaimana kalau beli gaun?" tanya Jo pada adiknya yang sedang menggambar di ruang santai
"gaun? untuk?" tanya Joana yang masih terus fokus pada gerakan pensilnya
"kakak baru saja membelikanku yang baru tahun lalu" kata Joana
"bagaimana jika beli lagi?"
"apa yang ingin kakak katakan sebenarnya?" tanya Joana
"pesta ulang tahun perusahaan" kata Jo ragu, Joana selalu saja menghindar jika dirinya mengajak ke acara perusahaan.
"oke baiklah, aku akan membelinya dengan Sora besok" kata Joana setuju, hal yang sangat sangat diluar dugaan Jo jika adiknya setuju untuk ikut
"kak"
"ya?"
"kakak mencintainya?" tanya Joana yang kini menoleh menatap mata kakaknya yang berubah ragu
"apa maksutmu? aku hanya membantunya tidak lebih itu juga kau kan yang memintaku" jawab Jo terbata
"bukankah kau mencintainya? kau bahkan berlari pulang ketika mendengar Sora jatuh di taman, kakak juga membiarkannya tinggal di apartmentmu yang bahkan aku tidak pernah sekalipun masuk kesana" kata Joana yang meletakkan buku sketsanya di meja
"aku tidak me melarangmu untuk ke apartementku k k kan" jawabnya semakin terbata bata
"kalau begitu kenapa tidak kau pulangkan saja dia?" tanya Joana
Jo benar benar melihat sorot mata adiknya yang kini bukan seperti yang dirinya kenal selama ini. Bahkan aura dingin menusuk bisa dirasakannya saat kata demi kata yang keluar dari mulut adiknya. Tatapan adiknya sulit diartikan saat ini.
"kau belum tahu bagaimana perasaanmu?" tanya Joana lagi
Joana berdiri dari duduknya lalu berbalik menoleh kearah dapur lalu tersenyum tipis.
"kau bukannya tidak tahu bagaimana perasaanmu, tapi kau hanya takut jika Sora menolakmu" kata Joana
"Sora! bukankah sudah saatnya kau keluar dari persembunyianmu saat ini?" adiknya ini tiba tiba berteriak memanggil Sora, setelahnya Sora muncul dari balik tembok pembatas ruang santai dan dapur
"sungguh kalian harus berbicara satu sama lain tentang perasaan kalian" katanya lagi setelah itu pergi begitu saja
Jo bisa melihat Sora yang terlihat kikuk saat keluar dari persembunyiannya. Dirinya tidak menyangka jika sedari tadi Sora mencuri dengar pembicaraannya dengan Joana. Perkataan adiknya memang benar, selama ini dirinya hanya takut berhubungan dengan seseorang setelah kematian ibu beberapa tahun lalu, dirinya juga takut jika Sora menolaknya dan menganggap jika apa yang dilakukannya saat ini hanyalah rasa penasaran saja. Hanya dirinya saja yang tahu jika selama ini dirinya selalu memperhatikan Sora dari jauh bahkan jauh sebelum Sora berteman dengan adiknya. Jo selalu menyembunyikan perasaannya agar kakek tidak mengusik Sora. Walau bagaimanapun keluarganya dan keluarga Sora sungguh tidak akur. Meski perusahaan keluarga Sora tidak berada diurutan 5 besar yang terbesar dan berpengaruh di dunia bisnis, namun kakek selalu sensitif dengan pencapaian perusahaan keluarga Sora. Bagi kakek saingannya adalah keluarga Bane daripada perusahaan milik keluarga Jian maupun Jean.
Jo menatap Sora yang kini disampingnya. Sora tampak memilik ujung kaosnya, beberapa helai rambut yang berjatuhan pun memberi kesan manis pada wajahnya. Ini bukan pertama kalinya dirinya terpesona oleh paras Sora. Jo sudah berulang kali jatuh hati pada semua yang ada pada Sora bahkan ketika Sora masih kecil. Jarak umurnya dengan Sora hanya 4 tahun yang dirinya tahu. Jo kembali mengingat bagaimana pertemuan pertamanya dengan Sora waktu itu. Dimana dirinya yang membantu Sora yang dirundung. Jo mengusir anak anak yang selalu saja mengganggu Sora dan menyakiti Sora waktu itu, namun Sora sama sekali tidak terlihat takut atau sedih bahkan tidak pernah mengeluarkan air matanya ketika dirundung. Hal itu menjadi salah satu pesona yang dimiliki Sora hingga membuatnya jatuh hati hingga sekarang perasaan itu menjadi perasaan dimana dirinya ingin melindunginya apapun yang terjadi.
"benar kata Nana" gumamnya yang masih bisa di dengar Sora hingga membuat Sora menoleh kearahnya
"kau ingin memulangkanku?" kata Sora yang membuat Jo sedikit terkejut hingga tanpa sadar menggeleng
"tidak tidak"
"apa?"
"bukankah kau sudah berjanji untuk berdiri di sampingku?" kata Jo yang berhasil membuat Sora berjengit
"aku? kapan? tidak"
"saat aku demam, kau mengatakannya bahkan saat itu ada sekertarisku, dia bisa bersaksi untuk itu, aku juga ada rekaman cctv" kata Jo yang berusaha menggoda Sora
"kau kau tidak sadar, itu tidak bisa jadi barang bukti" kata Sora yang bergeser menjauh dari posisi duduk Jo
"kau yakin?" kata Jo menahan lengan Sora dan menariknya hingga jatuh kepelukannya
"aku...."
"kau harus disampingku, kau sudah janji" kata Jo
"tapi...:"
"kau tidak boleh meninggalkanku tanpa persetujuanku Sora" kata Jo penuh penekanan hingga membuat Sora berhenti meronta melepaskan pelukan Jo
"bukankah kau harusnya mengatakan kalimat yang lebih lembut saat meminta, bukan dengan kalimat perintah begitu" gerutu Sora yang membuat Jo tersenyum kembali mengusap puncak kepala Sora sayang
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Rembulan
Semangat
2023-02-19
1