Hazel dan Joana

"bagaimana? kau yakin bisa membawa kekasihmu kesini?" tanya seorang laki laki paruh baya dengan tongkat penyangga di tangan kanannya

"kau tidak percaya pada pesona anakmu?"

"bagaimana aku bisa percaya jika kau hanya bermain main saja" laki laki paruh baya itu duduk di kursi kebesarannya lalu melepas kacamata nya

"makan malam untuk perjodohanmu sudah ditetapkan, kau bersedia atau tidak tergantung padamu" ancamnya kemudian

"sampai kau benar benar berubah,jika tidak aku tidak akan memasukkanmu sebagai pewaris perusahaanku" laki laki paruh baya itu sudah merubah nada bicaranya menjadi serius

"aku juga akan menyita semua aset yang kuberikan padamu White" ancamnya lagi

Jean sudah mengepalkan tangannya, meski sudah mengira jika maksut ayahnya mengundangnya kesini adalah masalah perjodohan namun dirinya tetap kesal karna ayahnya selalu menganggapnya tidak mampu.

"lusa kita akan makan malam dengan pamanmu" katanya lagi

Jean yang tau kemana arah pembicaraan pun segera melangkahkan kakinya keluar ruangan. Dirinya tidak habis pikir jika memang ayahnya menganggap pamannya lebih pantas mengurus perusahaan mengapa selalu mengusiknya untuk menyetujui perjodohan. Jean sebenarnya tidak berminat untuk mengambil alih perusahaan karna menurutnya hanya ayahnha yang sanggup, namun ayahnya selalu mengancamnya jika akan mengambil semua fasilitas yang diberikan kepadanya. Hidup tanpa fasilitas ayahnya sungguh diluar nalarnya, dirinya tidak bisa membayangkannya. Meski memiliki beberapa studio seni dan beberapa properti yang ia beli dari hasil keringatnya sendiri namun tidak dapat dipungkiri jika semua itu bisa ia dapatkan dengan kartu kekuasaan ayahnya juga. Sekarang ini akan sulit jika hidup tanpa memiliki power dan uang.

"aku akan kesana" kata Jean pada seseorang di seberang ponselnya

Jean menancapkan gasnya menuju suatu tempat, pikirannya benar benar kacau karna masalah yang ayahnya tambahkan ke hidupnya. Kepalanya benar benar mau pecah.

"masalah apalagi kali ini" Jean mendengus mendengar kalimat selamat datang itu ketika sampai bahkan kini semua mata sedang menatapnya tanpa berkedip

"bawakan aku seperti biasa" katanya kemudian naik ke lantai atas dimana tidak ada satu pengunjungpun yang duduk di area itu

Jean menyandarkan kepalanya lalu menghela nafas. Pikirannya sungguh sedang terpecah pecah. Mencari bagaimana caranya lari dari perjodohan. Bayangan Joana tiba tiba muncul hingga membuat bibirnya terangkat

"apa kau sudah gila" seseorang datang dengan pelayan yang membawakannya pesanan yang tadi Jean pesan

"kurasa" Jean kembali menghela nafasnya

"apakah menurutmu apa yang kulakukan benar?" tanya Jean

"yang mana? tentang kau yang membohongi Rain atau kau yang terus melakukan gencatan senjata pada ayahmu atau yang mana? kelakuanmu tidak ada yang benar" meski berakhir diceramahi seperti ini namun Jean tidak bergeming

"kau benar, dari awal aku sudah salah" Jean membenarkan kalimat itu lalu meminum coklat mint nya hingga membuat seseorang di depannya bergidik

"kau tidak takut hubunganmu kembali rusak? bukankah lebih baik kau jujur" Jean menggeleng tidak setuju jika dirinya harus mengatakan semuanya terlebih sekarang ini

"dia akan kembali membenciku" Jean menunduk lemas

"menurutku akan lebih parah jika terlambat"

"White kau tidak bisa memperbaikinya lagi, kita sudah selesai 3 tahun lalu" Jean menoleh

"Ji kita hanya salah paham" Jean berusaha meyakinkan Jian

"lalu apa yang akan kau lakukan? akan menyelidikan kejadian 3 tahun lalu lagi? semua tidak akan bisa kembali seperti semula termasuk Hazelmu, kau siap membuka kembali kasus Hazel? kau sanggup?" tanya Jian menyilangkan lengannya menatap intens Jean yang kini terdiam

"aku tidak akan membantumu jika kau akan terluka nantinya" Jian memalingkan wajahnya

"aku aku sudah melupakannya" jawab Jean terbata bata

"kau belum melupakannya, kau melakukan semua ini karna kau masih mengingatnya" bantah Jian pada Jean

"tidak" jawab Jean yang masih terus mengelak

"iya"

"tidak" Jean terus mengelak

"kau masih mengingatnya maka dari itu kau mendekatinya! kau mendekati Rain karna dia mirip dengan Hazel" Jean terdiam mendengar semua perkataan Jian, Jian benar jika Rain memiliki kesamaan bahlan wajahnya mirip dengan Hazelnya

"kau harus sadar Je, baik lukisan Hazel maupun Hazel kini sudah tidak ada semenjak kematian Hazel 3 tahun lalu" Jian terus meyakinlan bahwa yang dilakukan Jean saat ini tidaklah benar dan sia sia saja akhirnya

"kau harus mengakhirinya dengan Rain" saran Jian

"berdamai lah dengan ayahmu agar kejadian Hazel tidak terjadi lagi" Jean menggeleng tidak setuju

"karna aku tidak ingin terjadi lagi maka dari itu aku harus memiliki kuasa yang setara dengan ayahku" Jian menghela nafas mendengar perkataan Jean

"apa lagi yang ingin kau lakukan? bukankah berarti kau sama saja dengan ayahmu?" tanya Jian

"tidak"

"kau memanfaatkan Rain agar namamu masuk ke daftar pewaris ayahmu, kau memanfaatkan Johan untuk menghancurkan pamanmu, yang kau lakukan saat ini sama saja seperti yang dilakukan ayahmu 3 tahun lalu" Jian sudah hilang kesabaran menghadapi Jean yang makin kesini semakin egois dan keluar dari tujuan utamanya

"aku harus berada diatas untuk melindungi semuanya" bantah Jean

"dengan menjadi pewaris dan menjadi seperti ayahmu? meski aku tidak pernah bertemu dengan Hazel tapi aku mengerti bagaimana kesulitannya Hazel menghadapimu, bukan ayahmu yang meremehkanmu tapi kau sendiri" Jian meninggalkan Jean sendiri

******

Jo menemani Joana yang sejak tadi fokus memberi makan kelinci. Sebenarnya dulu ayahnya membelikannya kelinci karna dirinya yang merengek untuk memelihara kelinci, namun pada akhirnya Joanalah yang merawat kelinci miliknya bahkan peliharaan miliknya yang lain. Saat ulang tahunnya yang ke 5 tahun ayahnya memberinya seekor anak anjing sebagai hadiah. Melihat Jo yang terlihat sangat menyukai hewan lalu ayahnya kembali memberinya hewan peliharaan seekor kucing di ulang tahunnya yang ke 7 tahun, dan ketika umurnya 10 ayahnya membelikannya kelinci karna Ko yang merengek semua temannya memiliki kelinci. Saat itu hanya Jo yang baru saja memiliki kelinci Jean, Jian dan Han memiliki kelinci juga, dibanding dengan ketiga sahabatnya Jo lah yang paling mudah iri terhadap orang lain karna beberapa sebab. Meski terlahir dari keluarga kaya Jo hanya dekat dengan ibunya karna ayahnya yang selalu sibuk bekerja hingga malam, ayahnya akan berangkat pagi sekali sebelum dirinya bangun dan akan pulang saat dirinya sudah tidur. Jo yang minim mendapatkan kasih sayang dari ayahnya pun sering mencari perhatian ayahnya dengan melakukan hal hal yang membuat ayahnya tidak suka bahkan marah. Jo tumbuh menjadi anak yang manja dan tidak menurut, sering membolos sekolah, merengek untuk dibelikan mainan, sengaja tidak mengerjakan PR, bertengkar dan hal hal lain yang membuat ayahnya naik darah. Saat umurnya menginjak 8 tahun ibunya hamil yang juga membuat Jo semakin merasa hilang kasih sayang karna baik ayah dan ibunya terlalu fokus mengurus adiknya yang masih di kandungan ibunya. Hingga tiba tiba ibunya menjadi sering tidak bisa menemaninya karna perutnya yang semakin besar, hal yang diingat Jo saat itu adalah sesaat setelah ibunya melahirkan ibunya menjadi mudah marah padanya dan sering terlihat bersedih juga di lain waktu yang menyebabkannya sakit sakitan. Jo yang semula adalah anak yang nakal memutuskan untuk memperbaiki sikapnya dan berusaha menjadi anak yang baik berharap ibunya cepat sehat. Namun saat umurnya 10 tahun dengan prestasi yang diraihnya selama 3 tahun ibunya sakit ayahnya secara tiba tiba membawa anak perempuan ke rumah, anak perempuan dengan pita biru di jepit rambutnya dan memakai dress warna biru laut dan sepatu dengan warna yang senada. Hari dimana dirinya akan memamerkan piala kejuaraannya pada ayahnya mendadak menjadi hari yang kelam untuknya dan ibunya. Ibunya terlihat terkejut dengan kedatangan Joana begitupun dengan Jo. Joana dengan nada cerianya memperkenalkan diri padanya 'aku Joana, kau kakakku Johan' bahkan namanya pun mirip dengannya.

Jo memandang Joana tidak suka bahkan memperlakukan Joana dengan buruk. Meski begitu senyum ceria di wajahnya tidak hilang dan tetap ceria. Hingga suatu hari ibunya meninggal, Jo menyalahkan Joana menurutnya karna kedatangan Joana kerumahnyalah membuat ibu semakin sakit sakitan karna ayah membawa anak selingkuhannya kedalam rumah bahkan merawatnya sama seperti merawat dirinya. Sampai detik ini Jo masih ingat bagaimana dirinya yang mengusir Joana dari tempat peristirahatan ibunya dengan menyuruh Joana tetap dirumah. Meski begitu Joana menuruti perkataannya untuk tetap dirumah , sejak perkataannya saat itu Joana semakin diam padanya hingga perlahan sering tidak terlihat dirumah dan jarang berbicara padanya meski di dalam ruangan yang sama. Bahkan saat liburan bersama pun Joana hanya diam dan akan mengeluarkan suaranya saat ayahnya mengajaknya bicara

Flashback on

"bagaimana denganmu Joan, kau suka tempat ini?"

"ya, indah" Joana menjawab dengan senyum lebar pada ayahnya

"Jo coba temani adikmu jalan jalan dulu sebelum yang lain datang, ayah akan coba hubungi mereka"

Jo mengangguk mengerti lalu melirik Joana yang menunduk memilin ujung jaketnya

"ayo" Jo mengajak Joana berkeliling

"kau mau kamar yang mana?" tanya Jo pada Joana yang sedari tadi melangkahkan kaki sedikit jauh di belakangnya

"ya?"

"kau mau dikamar yang mana? aku akan di kamar yang itu" Jo menunjuk kamar tepat di depan Joana hingga membuat Joana memundurkan langkah kakinya

"aku yang paling ujung saja" menunjuk kamar paling ujung yang jauh dari kamar Jo bahkan berjarak lebih dari 3 kamar dan ukuran yang sedikit lebih kecil dan terkesan gelap karna diujung lorong

Tak lama setelah keliling dan memilih kamar, terdengar suara teman teman ayahnya dan masing masing anak mereka dari lantai bawah.

"ayo turun" namun Joana sudah tidak ada disampingnya

"kau tidak turun?" Jo menghampiri kamar Joana berniat mengajaknya turun, namun Joana terlihat terkejut saat Jo sudah diambang pintu saat dirinya sedang melepas jaket lalu menggulung lengan bajunya

"maaf membuatmu terkejut"

"a..aku akan turun nanti" jawab Joana yang terburu buru menurunkan lengam bajunya hingga menutupi seluruh lengannya bahkan seluruh tangannya karna bajunya yang terlihat kebesaran di tubuhnya

Namun hingga malam tiba Joana tidak menampakkan batang hidungnya, meski begitu ayahnya hanya diam dan mengatakan padanya jika adiknya itu memilih untuk tidur karna perjalan yang panjang sebelumnya

Flashback off

Mengingat liburan pertamanya dengan Joana membuat Jo kembali membuat hatinya bergemuruh

"apa benar sejak itu Joana menjadi diam?" dan dirinya yang membuka mata dan hati untuk menerima Joana sebagai adiknya meski saat itu belum tahu jika Joana adalah adik kandungnya

Jo terus melihat bekas luka yang ada di tangan kiri Joana, dari tempatnya duduk terlihat jelas jika luka di tangan kiri Joana adalah bekas luka sayatan yang dalam dan cukup lebar. Bekas luka yang selalu Joana tutupi dan menjadi penyebab Joana selalu memakai pakaian tertutup.

"kenapa melihatku begitu?" tanya Joana yang masih membawa kelinci di pangkuannya

Melihat arah pandang Jo, Joana tahu jika Jo melihat bekas lukanya yang di lengan kirinya "ini?" jawab Joana santai

"ti...tidak" Jo tergagap mengetahui Joana mengetahui arah pandangnya

"ibu panti tidak sengaja menggoresnya" jawan Joana lagi

"karna aku susah diatur waktu itu" terangnya lagi

Jo mengerutkan dahinya, baginya luka sedalam itu tidak mungkin karna tidak sengaja, terlihat sekali jika pola lukanya sangat tajam sehingga tidak mungkin jika karna ketidaksengajaan. Tanpa sadar Jo mengulurkan jarinya menyentuh bekas luka itu dan melihatnya seksama mengamati reaksi apa yang dikeluarkan Joana, namun diluar dugaannya Joana menunjukkan sikap biasa saja bahkan tidak risih sekalipun saat Jo menyentuhnya berbeda dengan reaksi Joana ketika orang lain yang menyentuk tangannya

"aku tidak melihatnya saat pertama kali kita bertemu" Jo kembali meneliti bagian lain yang terdapat bekas luka namun samar

"mungkin tidak terlihat" jawabnya

"kenapa aku baru menyadarinya?" Jo kembali menemukan bekas luka benda tajam di leher Joana, di pelipis, di tangan kanan bahkan di kedua kaki Joana, hampir semua anggota tubuh terdapat bekas luka dan semuanya baru ia sadari kecuali di pergelangan tangan Joana.

"kenapa banyak sekali, ini jelas bukan luka karna terjatuh lagipula kau selalu memakai baju panjang kan" Jo mendekatkan duduk nya pada Joana lalu mengusap jari Joana

"iya, tenang saja ini bisa ditutup dengan fondation" jawab Joana

"besok kita ke dokter kulit, aku yakin bisa di hilangkan bekasnya" Jo mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi kenalan dokter nya

"kau pasti malu" perkataan Joana membuat Jo membatalkan panggilannya dan menoleh terkejut pada Joana

"malu jika orang atau media melihat nya" ucap Joana lagi hingga membuat Jo semakin terkejut, bahkan disaat seperti ini Joana masih memikirkan dirinya

"tentu saja, orang akan mengira aku jahat padamu meski memang benar aku jahat padamu tapi aku tidak mungkin melukaimu"

"dan lagi kau yang seharusnya malu, kau kan perempuan teman temanmu pasti menghinamu dan menjelekanmu kan" Joana menatap Jo, baginya Jo tidak pernah melakukan hal buruk padanya selama ini

"teman mu pasti menghinamu karna kulitmu penuh bekas luka begini kan" kalimat Jo bagaikan sihir yang mampu membuatnya mengakui hal hal yang selama ini dirinya sembunyikan dengan rapi

"yaampun aku ternyata kurang perhatian padamu" kata Jo ketika mendapati Joana menganggukkan kepalanya

"tapi memang aku seperti itu" jawab Joana

"apa maksutmu? kau sangat mirip dengan ibu yang cantik jika aku tampan mana mungkin adikku tidak cantik" Jo mengusap rambut Joana dan memujinya bermaksut meningkatkan kepercayaan diri Joana

"mirip ibunya kak Jo? memangnya tidak apa apa jika aku mirip?" pertanyaan Joana membuat hati Jo mencelos, meski sudah kesekian kali dirinya mengatakan jika Joana adalah adik kandungnya namun Joana tidak pernah mempercayainya bahkan menganggap jika omongannya hanya untuk membuag hatinya sedikit senang

"tentu saja, kau kan anaknya" Jo memeluk Joana menahan air mata yang sejak tadi merangsek keluar

Joana seperti menyadari perubahan suasana hati Jo melepaskan pelukannya dan mengubah topik pembicaraan "ngomong ngomong kenapa kakak datang ke sekolah tadi?" Joana menanyakan kenapa Jo yang tiba tiba datang ke sekolah,

"ada keperluan saja dengan pihak yayasan" jawab Jo yang kemudian diangguki oleh Joana, meski canggung Jo berusaha untuk dekat dengan Joana. Berharap memperbaiki hubungan kakak beradik yang terlalu banyak kesalahpahaman hingga membuat mereka saling menghindar bahkan salah satu diantaranya membenci salah satunya.

*****

Sepert biasa Joana selalu datang lebih awal dari teman temannya, Joana memilih hanya meletakkan tasnya di dalam kelas lalu mengambil buku sketsanya dan mulai menggoreskan pensil. Joana duduk di dekat jendela paling belakang, awalnya Joana duduk dibarisan depan namun sehari setelahnya seseorang memindahkannya ke tempat duduk paling belakang dimana tempatnya dekat dengan beberapa alat kebersihan kelas, bola, buku buku yang sudah usang dan tempat sampah beserta sampai yang seringkali berantakan saat istirahat. Joana akan menghabiskan waktu dengan buku sketsanya saat kelas masih sepi setelah membersihkan beberapa sampah di kelas lalu mengeluarkan buku buku yang akan digunakan keatas meja. Jika kebanyakan siswa memilki lokernya sendiri lalu meninggalkan buku pelajaran yang sangat tebal berbeda dengan Joana, Joana akan membawa bukunya di dalam tas berangkat dan pulang. Sebenarnya sekolah juga memberinya loker sama seperti yang lain namun tiga hari setelah dirinya mendapatkan loker, lokernya dirusak bahkan diberi sampah dan kotoran, dicoret coret dengan cat bahkan seragam nya juga ikut disobek sobek bersamaan dengan buku bukunya. Oleh sebab itu Joana memilih untuk tidak menggunakan loker lagi setelah kejadian itu. Tak lama siswa lain mulai berdatangan satu persatu, seperti biasa mereka memandangi Joana dari atas ke bawah dengan berbisik, bagi Joana hal itu sudah sangat sering terjadi padanya sejak kecil. Jadi meski terasa sesak terkadang, namun Joana berusaha menyikapinya seperti tidak terjadi apa apa dengan diam tanpa berniat membalas.

"Rain" panggil Sora yang baru saja tiba

"kudengar Kak Jo kemarin kesini, semua heboh membicarakan ketampanannya" Manu menyerobot begitu saja ketika Sora akan membuka mulutnya untuk menyampaikan gosip yang beredar

"bertemu dengan pengurus yayasan dan sekolah" jawab Joana pelan

"benarkah? tapi kenapa menemui guru pembimbing kita?" kata Manu yang membuat Joana menghentikan gerak tangannya

"sudahlah, mungkin ada hal penting" Sora melepas jaketnya kemudian menarik kursinya menghadap mejanya

"kudengar kak White hari ini tidak masuk lagi" Sora berbisik di telinganya membuat Manu menggeleng

"mungkin sakit" jawab Joana, meski terkesan cuek namun dalam hatinya sangat khawatir karna sudah seminggu ini Jean tidak pernah mengganggunya lagi bahkan jika bertemu tidak sengaja pun Jean pun terlihat menghindarinya. Sebenarnya Joana sudah menebak jika pada akhirnya sama seperti yang sebelumnya orang orang perlahan akan kembali tidak menginginkan dirinya setelah mengetahui jika dirinya tidak cukup menguntungkan bagi orang itu. Joana menghela nafasnya mencoba mengabaikan perasaannya saat ini, meski perasaannya berulang kali mengatakan jika dirinya dan Jean pernah mengenal satu sama lain sebelum ini, Joana memilih tidak memikirkannya lagi tentang perasaanya. Joana memilih fokus bagaimana melindungi kakaknya saat ini dari seseorang yang akhir akhir ini mengincar kakaknya. Joana mencoba kembali fokus pada guru di depan kelasnya saat ini.

"baiklah kelas sampai disini, jangan lupa kumpukan tugas sesuai jadwal yang saya tentukan" mendengar kelas sudah berakhir, semua mengeluh karna tugas yang diberikan setelah guru keluar kelas

"yaampun tugas lagi" keluh Manu

"sudahlah, ayo segera ke aula sebelum kelas dimulai bawa alat musikmu" Sora menyumpal mulut Manu dengan roti lapis ditangannya lalu menarik tangannya keluar kelas

"ayo Rain" ajak Sora sebelum benar benar keluar dari kelas menuju aula

Joana mengekori dari belakang dengan membawa gitarnya, Joana berjalan keluar kelas setelah memastikan barang bawaannya yang akan dibawa ke aula selain gitar lalu menutup pintu kelas. Hingga tiba tiba pandangannya buram karna kehabisan nafas

'tunggu, dimana ini' Joana menyadari jika saat ini dirinya tidak di aula, 'kenapa aku disini' Joana mengerjapkan matanya lagi menelusuri sekelilingnya yang gelap dan berdebu 'tanganku diikat' Joana mencoba bangun dari posisinya saat melihat ponselnya yang berada jauh dengannya "hei ******" seseorang berjalan kearahnya dengan menyeret kayu ditangannya dimana dibagian ujung terlihat paku uang mencuat keluar "Su..Suji"

Joana berusaha memundurkan tubuhnya saat Suji sudah semakin dekat dengan dirinya "kau tidak bisa lari" Joana menggelengkan kepalanya dan terus memundurkan tubuhnya hingga menempel pada dinding, Joana mencoba meraih ponsel namun terlalu sulit.

"kau benar benar ******, aku ingin sekali menghabisimu"

Keringat mulai bercucuran di dahinya seiring usahanya untuk meraih ponselnya, namun seakan semuanya sia sia saat merasakan tubuhnya dihantam oleh kayu hingga membuatnya tersungkur

"sudah kukatakan jangan dekati White, tapi kau nekat" kini kaki Suji sudah tepat berada diantara wajahnya dan ponselnya.

"kau juga sudah mencari perhatian dengan melaporkanku pada guru pembimbing kan, karna kau aku di skors" Joana sama sekali tidak mengerti apa yang dibicarakan Suji, pandangannya fokus pada notifikasi pesan dari kakaknya.

"akan kuhabisi kau" satu persatu dari mereka sudah mengantamnya dan menendangnya hingga membuatnya tidak berdaya

"sudah cukup, sakit, hentikan" hanya itu yang bisa Joana katakan dengan rintih karna mereka menyerangnya berkali kali dan bersamaan, kini tubuhnya sudah tidak merasakan apa apa karna terlalu sakit bahkan tenaganya ikut habis karna menahan rasa sakit. Diotaknya terlintas wajah khawatir kakaknya jika melihat penampilannya saat ini 'sudah cukup' hatinya berteriak kesakitan, tubuhnya juga sama. Hingga pandangannya mulai kabur dan hanya samar samar mendengar suara

"Suji, seseorang sedang kemari"

"kita harus kembali ke kelas"

Samar samar Joana melihat Suji dan teman temannya meninggalkannya begitu saja, namun setelahnya terdengar langkah kaki tergesa gesa berlari kearahnya

"Nana, apa yang terjadi" Joana ingin menjawab namun tidak sanggup

"Nana" Joana mencoba tetap sadar saat aroma parfum kakaknya tercium di hidungnya "kakak"

Entah mimpi atau bukan Joana bisa merasakan tangan hangat kakaknya yang menyentuh pipinya lembut hingga sedetik kemudian tubuhnya terangkat dalam dekapan kakaknya

"bertahanlah sebentar" Joana samar samar mendengar degup jantung kakaknya yang kencang seiring dengan suara parau kakaknya

"ah aku mengantuk" merasakan kehangatan pelukan kakanya membuatnya terbuai hingga mengantuk dan perlahan matanya sangat berat

"tidak, jangan tidur! kau harus tetap sadar maafkan aku karna terlambat" Joana bisa merasakan tetesan air mata kakaknya yang menetes di pipinya

"astaga darahnya terus keluar" Joana yang masih bisa mendengar suara kakaknya mencoba mengulurkan tangannya

"aku tidak ingin bangun jika ini mimpi" Joana benar benar ingin terus merasakan genggaman tangan kakaknya yang hangat

******

Jean menatap cemas pintu ruang operasi, sudah satu jam Joana ditangani dokter namun belum juga ada tanda tanda dokter keluar menjelaskan keadaan Joana. Jean menoleh kearah Jo yang kini duduk dengan tatapan kosong, kemeja dan tangannya penuh dengan noda darah karna menggendong Joana.

"keluarga pasien Joana" dokter memanggil

"saya kakaknya dok" Jo sudab berdiri dengam raut wajah kalutnya

"pasien berhasil ditangani kita masih menunggu kesadaran pasien, mengingat kepalanya terluka cukup parah dan beberapa tulang rusuknya yang cedera cukup serius" baik Jo maupum Jean sama sama terkejut dan terdiam bahkan sampai dokter meninggalkan mereka

Jo menatap Joana yang terbaring lemah dengan tubuh penuh luka "Je, aku tau kau tidak mau, tapi aku ingin minta tolong untuk menjaganya sebentar saja selama aku pergi beberapa jam" tanpa sepatah kata lagi Jo meninggalkan Jean begitu saja

Kini hanya menyisakan Jean dan Joana di dalam ruangan, hanya terdengar bunyi alat alat medis saja. Jean menatap Joana, perasaannya sungguh kalut saat mengetahui keadaan Joana saat ini. Jean tidak bisa menebak bagaimana perasaananya saat ini, disatu sisi ingin menyudahi aksinya mendekati Joana demi tujuannya namun di sisi lain dirinya setuju dengan apa yang dikatakan Jian jika apa yang dilakukannya sungguh kejam karna hanya memanfaatkan Joana saja. Belakangan ini Jean menjauhi Joana untuk merenungkan kembali keputusannya, namun melihat apa yang menimpa Joana saat ini membuat perasaannya dahulu kembali lagi dimana dirinya berusaha melindungi Hazel. Hazel nya dan Joana benar benar mirip, hanya satu perbedaan dari mereka berdua yaitu jika Hazel sangat ceria berbeda dengan Joana yang dingin tak tersentuh. Baik Hazel maupun Joana sama sama memiliki misteri dalam hidum mereka. Jean menatap tangan Joana yang

yang penuh dengan luka, Jean masih ingat wajah pucat Joana tadi yang tertutu dengan noda darah dan luka luka. Bahkan di saat kritisnya Joana masih menampakkan senyumnya yang hanya muncul saat bersama Jo mengatakan semua akan baik baik saja dan dirinya yang baik baik saja. Sama dengan Hazelnya Joana sangat menyayangi kakaknya, Jo mengetahuinya meski tidak pernah bertemu dengan kakak Hazel bahkan keluarganya. Jantung berdegup cepat saat menemukan Joana yang tergeletak di gudang dengan posisi yang mencoba meraih ponsel meski tangan dan kakinya diikat. Jean merasa seperti dejavu saat menolong Joana yang terluka.

"bahkan suasana seperti ini pun juga seperti dejavu"

Rencananya hari ini Jean akan mengatakan pada Jo tentang semuanya namun tidak jadi saat bertemu dengan Jo di sekolah tadi dan mendengar rencana perjodohan Joana yang sudah diatur oleh Jo, Jean tidak sengaja mendengarnya. Jean terus menatap Joana yang terbaring lemah.

"kenapa kau menyimpan banyak sekali misteri"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!