Flashback on
"kenapa kau membawanya kerumah?" tanya wanita paruh baya diatas kursi rodanya
"rumah ini adalah tempat tinggalnya juga" jelas lelaki paruh baya yang menata bajunya kedalam koper hitam ukuran sedang
"kedatangannya kembali kesini bisa membuat mereka kembali menyerang kita" ucap wanita paruh baya itu lagi
"setidaknya dia aman disini untuk sementara waktu, dia baru 7 tahun" kata lelaki paruh baya itu
Joana berlari mencari ayahnya untuk menunjukkan pialanya karna memenangkan lomba piano, dirinya bisa mendapatkan juara satu setelah berlatih berbulan bulan tanpa istirahat. Dengan menang di kompetisi piano kali ini juga dirinya bisa mempertahankan beasiswanya untuk 3 tahun kedepan. Joana terus berlari hingga tepat di depan pintu kamar ayah dan ibu. Joana berjalan perlahan mendekati pintu yang sedikit terbuka itu.
"kedatangannya membuat Johan tidak aman juga" Joana mencuri dengar dari balik tembok
"dia juga baru 7 tahun, kita tidak bisa terus menerus menyembunyikannya juga" kata ayah, Joana terus mencuri dengar karna penasaran
"pokoknya Joana tidak seharusnya bersama kita, dia bisa membunuh Johan jika dia terus menampakkan dirinya pada semua orang" Joana terkejut kita namanya disebut dan lebih terkejut lagi mengetahui kehadirannya bisa membuat Johan celaka, Joana memundurkan langkahnya mengurungkan niatnya untuk memebritahukan kemenangannya pagi tadi kepada ayahnya.
Joana kembali ke kamarnya dengan perasaan yang masih terkejut dan kalimat ibunya yang kembali terngiang di kepalanya. Joana menatap foto keluarga yang ia ambil diam diam di ruang keluarga lalu menyimpannya di meja belajar di kamarnya. Joana menatap potret ayah, ibu dan kakanya, meski dirinya tidak ada di foto namun perasaannya sangat damai saat melihat foto ditangannya saat ini. Foto impiannya saat masih di panti asuhan. Joana menyentuh wajah Jo kakaknya yabg ada di foto. 'jadi itu sebabnya kakak sekolahnya dipindah ke luar negri' Joana merasa jika perkataan kakaknya bulan lalu sebelum berangkat ke luar negri ada benarnya juga bahwa mungkin memang benar jika dirinya tidak seharusnya ada disini, namun dengan dia diangkat oleh keluarga ini dirinya jadi bisa merasakan hidup di kota bahkan belajar di kota. Kota memiliki fasilitas belajar yang lebih baik dari desa, dirinya juga bisa melukis tanpa memikirkan biaya untuk membeli kanvas nya karna mahal. Dirinya juga bisa mengikuti kompetisi kompetisi yang ia ingin ikuti sejak dulu dan juga bisa menghindar dari ibu panti dan paman jahat yang selalu mengejarnya.
'apa yang harus kulakukan jika begini, bagaimana jika aku di kembalikan ke panti seperti sebelumnya' Joana terus termenung memikirkan itu
sebulan kemudian.....
"ayah" Joana berencana mengutarakan maksutnya setelah ayahnya yang kini sudah kembali ke rumah
"ya masuk saja nak" setelah ayahnya menyuruhnya masuk, Joana menarik nafas dalam dalam mengatur deru nafasnya
"apa boleh jika aku tidak jadi ikut kompetisi piano besok?" tanya Joana takut takut, karna dengan keputusannya saat ini bisa saja membuatnya kehilangan beasiswanya
"lhoh kenapa?kau lelah ya karna ikut banyak kompetisi?" tanya ayah yang membuat Joana tiba tiba menciut saat ingin menjelaskan maksutnya
"anu itu ayah anu...."
"kenapa?kau tidak enak badan?" pertanyaan ayahnya membuatnya berpikir untuk berbohong mengatakan sakit saja agar tidak jadi ikut kompetisi dengan begitu tidak bayak orang yang mengenalnya jadi kakak akan baik baik saja seperti kata ibunya.
"iya, maaf"
"apa perlu kedokter?" tanya ayahnya yang kini sudah ingin memastikan suhu tubuhnya
"tidak, tadi sudah minta tolong bibi" terpaksa berbohong, Joana benar benar melakukannya seperti di film film yang di tonton bibi dan paman secara diam diam setiap malam, dimana pemeran utama yang berbohong karna sakit agar tidak berangkat bekerja
"oh sudah bibi beri obat, kau istirahat saja kalau begitu nanti ayah kekamarmu ya" Joana mengangguk lalu melangkahkan kakinya keluar ruangan.
"ayah boleh tolong katakan pada bu guru kalau aku sakit?" kata Joana yang diangguki ayahnya sebelum benar benar keluar
Joana kembali ke kamarnya dengan hati berdebar karna berbohong barusan. Joana menghentikan langkahnya ketika melihat bibi yang sibuk menata beberapa buah dan bahan makanan yang lebih banyak dari biasanya.
"bibi sibuk ya?" karna penasaran Joana men coba mendekat
"ah tidak, Joana kenapa belum tidur? mau bibi antar ke kamar?" tawar bibi
"bibi sedang bekerja" jawab Joana
"sudah selesai, itu nanti tinggal dibuang oleh pak Ri" jawab bibi
"boleh minta susu kotak yang biasa tidak bibi?" Bibi pun mengambilkannya lalu mengantar Joana ke kamarnya
Joana bisa merasakan bibi mengusap ujung kepalanya.
"bibi apa berbohong itu dosa?" tanya Joana
"ada apa? apa Joana berbohong?" tanya bibi
"iya, apa ayah akan marah ya nanti?" bibi berjongkok di depannya lalu menggenggam tangannya
"kenapa berbohong?"
Joana menimbang haruskah bercerita pada bibi atau tidak dan berakhir menggeleng menjawab pertanyaab bibi
"karna aku berbohong, apa akan dikembalikan ke panti asuhan?" tanya Joana, dirinya benar benar takut jika harus kembali ke panti sekarang
"nona Joana takut kembali ke panti asuhan ya?" Joana hanya bisa mengangguk, dirinya terlalu sulit mengatakan alasannya berbohong dan alasannya takut di kembalikan ke panti
"apa nona Joana diperlakukan tidak baik disana?" tanya bibi yang membuat Joanw bingung
"apa itu diperlakukan tidak baik? aku tidak mengerti maksut bibi" Joana bisa melihat bibi menghela nafasnya, dan ekspresi yang sama dengan ekspresi ayahnya ketika pertama kali bertemu di panti asuhan 2 tahun lalu.
"nona istirahat dulu saja, biar besok tidak terlambat"
Keesokan harinya Joana benar benar tidak jadi mengikuti kompetisi. Namun bukan karna berbohong sakit, Joana sakit sungguhan suhu tubuhnya sangat tinggi dan menggigil. Ayah dan ibu kini menemani Joana di kamarnya.
'kamarnya terasa berbeda' batin Jose melihat kamar anak perempuannya yang tidak seperti biasanya
"Na ayo ke dokter" Joana menggeleng membuatnya menghela nafas berulang kali
"baiklah jika takut kerumah sakit, dokternya saja yang kesini ya sebentar ayah panggil dulu Nana disini dulu dengan ibu" Jose mendorong kursi roda Rose istrinya lebih mendekat ke tempat tidur anaknya lalu keluar mengambil ponselnya di ruang kerja untuk menghubungi dokter
Saat kembali dirinya mendapati istrinya yang meneteskan air mata dan Joana yang tertidur kembali dengan tangan menggenggam pensil erat.
"sebentar lagi dokter datang, mau kuantar kembali ke kamar?" tawarnya pada sang istri
"aku akan menunggunya disini" jawaban sang istri membuat Jose melepaskan tangannya dari kursi roda lalu ikut duduk di samping Joana
"tuan dokter sudah datang," bibi datang dengan dokter dibelakanya
Jose terus memperhatikan gerakan dokter memeriksa Joana.
"saya akan meresepkan obat demannya"
"apa dia kelelahan ya dok?" tanya Jose
"bisa jadi kelelahan mengingat sebelumnya tidak memiliki riwayat sakit yang serius, sebaiknya istirahat dulu dan tidak membuatnya tertekan" mendengar perkataan dokter, Jose teringat jika anak perempuannya ini akhir akhir ini sangat sering mengikuti kompetisi macam macam dan berakhir tadi malam mengatakan jika badannya sakit sehingga tidak bisa ikut kompetisi pagi tadi.
"baik dok terima kasih"
"kalau begitu saya pamit, ini resepnya" Jose mengantar dokter keluar dan membeli obat sekalian
*****
Jose kembali dengan obat ditangannya dan segera naik keatas menuju kamar Joana. Disana masih duduk istrinya yang sedari tadi tidak meninggalkan Joana. Melihat istrinya yang sedang membuka sebuat buku sketsa membuatnya panasaran dan menghampirinya.
"kau lihat apa?" tanya Jose
"kupikir kau benar, dia harus disini dengan kita" Istrinya menyodorkan buku sketsa padanya dan betapa terkejutnya melihat semua coretan Joana dari halaman pertama hingga terakhir
"kita juga harus segera membawa Johan kembali, jika tidak keadaan akan memburuk" Jose mengangguk setuju dan menghubungi sekertarisnya untuk mengurus semuanya sehingga bisa dengan cepat menjemput anak laki lakinya
3 bulan kemudian, Jose merasa jika anaknya menunjukkan beberapa perbedaan terlebih hari ini saat dirinya mengatakan jika akan menjemput Johan. Jose mengatakan jika dirinya akan menjemput langsung ke Inggris dan meninggalkan Joana dengan istrinya untuk beberapa hari. Joana terlihat antusias namun beberapa menit setelahnya kembali diam seperti biasa akhir akhir ini. Jose memilih tidak ambil pusing dan segera berpamitan pada Joana anaknya dan istrinya.
"aku tidak akan lama, jika terjadi sesuatu segera hubungi aku, aku juga sudah menambah pengawal untuk keamanan kalian selama aku tidak ada" istrinya mengangguk meski raut wajahnya khawatir
"baiklah, hati hati"
Setelah berpamitan pun hatinya kembali sedikit gusar lalu memutuskan untuk menoleh sekali lagi menatap Joana yang sudah kembali ke kamarnya. Jose bisa melihat Joana yang duduk di balkon dengan kanvas dihadapannya. Jose memutuskan untuk segera berangkat.
flashback off
Jean sudah berdiri di depan kamar Joana. Jean mengunjungi Joana karna bimbang, entah kenapa jika merasa bingung selain mendatangi Jian dirinya juga akan mengunjungi Joana setelahnya. Jean ingin sekali mengatakan semuanya pada Joana tentang niat buruknya namun selalu tertahan karna takut akan berakhir tidak baik. Jean mengetuk pintu kamar Joana beberapa kali hingga pemiliknya membukakan pintu.
"ada apa?" tanya Joana di ambang pintu
"merindukanmu" jawab Jean lalu masuk kamar dengan paksa
"kau sedang melukis ya?" melihat sebuah lukisan yang belum jadi namun sudah terlihat sangat indah didekat tempat tidur Joana
"ya, aku akan selesaikan beberapa poin lagi sebentar" ucapnya kembali duduk
Jean memandangi secara bergantian Joana dan lukisannya. Lukisan yang benar benar mirip dengan lukisan milik Hazel. Lukisan hitam putih jika dilihat namun sangat berwarna jika melihatnya dengan dalam. Coretannya benar benar halus dan seperti menceritakan sesuatu. Satu hal yang membedakan dari lukisan milik Hazel. Jika di lukisan Hazel selalu ada kupu kupu terbang ke arah kanan, di lukisan Joana kupu kupu terbang ke arah kiri. Jean ingat betul lukisan terakhir Hazel yang berjudul "She'S in the Rain" dimana potret perempuan ditengah hujan namun ada kupu kupu dibawah sinar lampu. Lukisan terakhir Hazel sebelum menghilang, lukisan yang masih disimpan rapi di kamarnya. Meski sudah sangat lama namun dirinya masih ingat. Hazel yang berumur 15 tahun memberinya lukisan itu saat hujan lebat dan berkabut, situasi yang sama dengan lukisannya. Jean kembali merasakan dejavu seperti waktu itu
flashback on
"Hazel! kenapa hujan hujanan begini? ayo masuk" ucapnya mengajak Hazel masuk
"bajumu sampai basah kuyup begini, sebentar aku ambilkan bajuku dulu yang mungkin pas denganmu" Hazel diam tak bergeming di ruang tamu selagi Jean mengambil baju di kamarnya, beruntung kamarnya terletak di lantai bawah bukan di lantai atas sehingga bisa mengambil baju dengan cepat
"ini pakai ini dulu di kamarku, aku tunggu disini" Hazel mengangguk lalu segera mengganti bajunya
Setelah selesai, Hazel kembali duduk dan memegang erat lukisannya. Jean yang sudah kembali dari dapur dengan teh panas ditangannya pun ikut duduk berhadapan dengan Hazel
"apa ayahmu ada di rumah?" tanya Hazel
"katanya 30 menit lagi sampai, ada apa?"
"baiklah kalau begitu aku akan cepat, simpan ini dengan baik dan jangan sampai ada yang tahu" meski bingung namun Jean tetap mengangguk mengerti
"apa ini lukisan yang akan kau lelang lagi?"
"aku tidak tahu, tapi jangan sampai ada yang tahu lalu menyebarkannya ke media sebelum lelang diadakan kembali" Hazel tampak sedikit gusar saat berbicara, namun Jean tidak ambil pusing dan langsung memasukkannya kedalam kamarnya dengan rapi
Hazel terkadang menunjukkan lukisannya yang akan di lelang padanya beberapa hari sebelum lelang diakan, jadi Jean berpikir jika hal iti adalah biasa. Lagipula Hazel juga tidak pernah menampakkan wajahnya kecuali pada dirinya.
30 menit berlalu, ayahnya tiba di rumah dan langsung marah ketika melihat Hazel seperti biasa. Hazel yang ketakutan melihat ayahnya pun dengan segera pamit pulang. Jean memilih mengantar Hazel kedepan gerbang rumahnya tidak perduli ayahnya yang tengah murka karna kedatangan Hazel. Sesampainya di gerbang, Hazel berbalik menatapnya dan menggenggam tangannya
"jangan buka lukisannya hingga keadaan benar benar membaik, aku akan selalu melindungimu" ucapnya lalu pergi menaiki taxi yang sudah ia pesankan tadi sebelum ayahnya pulang
Dan beberapa bulan setelah itu Hazel tidak pernah muncul lagi dihadapannya bahkan saat dirinya koma hingga harus cuti sekolah. Kebenciannya pada ayahnya semakin besar ketika mengetahui jika pengawalnya tertangkap di lokasi dimana Hazel tergeletak tak bernyawa.
Flashback off
"kak White ada perlu apa?" hatinya mencelos saat Joana memanggilnya dengan nama White
"kebetulan lewat, kau lupa jika rumahku juga di dekat sini?" Joana mengangguk lalu berdiri mengambil minuman di pendingin yang ada dikamarnya
"ini minum dulu, kalo mau yang lain panggil bibi saja telponnya di belakangmu" Jean menerima minuman itu lalu membukanya
Joana membuka lemari lalu menyerahkan kotak kecil padanya
"ini sekalian, selamat atas kelulusanmu" Joana duduk kembali memainkan ponselnya
Jean yang diberi hadiah pun mendadak senang karna mengetahui jika perempuan dihadapannya ini sangat perhatian padanya meski diluar terlihat sangat dingin bahkan lebih dingin dari kakaknya. Mengingat Johan, membuatnya kembali lesu karna sudah berbohong padanya selama ini.
"Nana, aku beli pie buah kesukaanmu ayo makan" Johan yang tiba tiba muncul membuat Jean terlonjak kaget selain karna kedatangannya yang tiba tiba namun juga karna tampilan Johan yang sedikit berbeda
"kau benar Johan?" Joana yang mendengar itu menjadi tertawa lebar
"kau pikir siapa?"
"sejak kapan kau berpenampilan seperti ini?" tanya Jean yang melihat Jo berpenampilan sangat santai tidak seperti biasanya dengan setelan jas rapi dan rambut klimis khas bapak bapak presdir
"ehem"
"kak Jo kenapa sudah pulang?" tanya Joana meraih kotak kue ditangan Jo
"iya sudah, aku melihat ini lalu membelinya"
"harusnya setelah nonton, jalan jalan dulu atau mengobrol" kata Joana yang membuat Jean tersedak minumannya
"kau berkencan?" tanya Jean yang mulai paham dengan penampilan baru Jo saat ini terlebih poni rambutnya yang menutupi dahinya hingga dahinya hanya terlihat sebagian saja
"Sora anak jelek itu?" tanya Jean memastikan
"sudah jangan digoda begitu" Joana mulai membuka kotak kuenya diatas meja lalu memotongnya memindahkan ke piring kecil untuk Jo dan dirinya sendiri
"aku tidak?" tanya Jean
"bukankah kau alergi apel?" tanya Joana, sebab pie yang dibeli kakaknya adalah pie apel bukan pie beri karna alergi beri
"darimana kau tahu?" tanya Jean dan Jo bersamaan
Joana tampak terkejut membuat Jean semakin bingung dan penasaran. Mengenai alerginya hanya dirinya, Johan dan Hazel saja yang tahu bahkan ayahnya saja tidak tahu. Dan ekspresi Joana saat ini benar benar semakin membuatnya penasaran, bagaimana bisa seseorang bisa memiliki kemiripan dari segala hal dengan Hazel bahkan hingga bekas luka di tangannya juga mirip. Terkadang Jean percaya jika Joana dan Hazel memiliki hubungan yang mungkin saja dirinya tidak tahu karna Hazel sangat tertutup pada beberapa hal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments