Save Me

Semilir angin menempa wajahnya hingga memebuatnya perlahan memejamkan mata. Suara decitan pintu tidak membangunkan lelapnya, Jo masuk dan melihat Joana yang sudah tertidur di balkon dengan selimut ditubuhnya. Jo memindahkan perlahan Joana ke tempat tidurnya mengusap kepala Joana, pandangannya menyisir setiap sudut kamar adiknya yang kosong hanya terisi beberapa perabot saja. Pandangannya berhenti pada meja belajar Joana yang penuh dengan catatan catatan kecil yang tertempel di dinding hingga di beberapa sudut meja belajar, Jo duduk dan membaca sekilas satu persatu catatan Joana, disamping meja terdapat sebuah kardus. Jo penasaran dengan isi kardus yang dari awal Joana tinggal dikamar ini selalu saja ditempat dan tidak berpindah tempat namun semakin penuh bahkan berdebu, Jo membukanya perlahan "kenapa disimpan disini" Jo mengeluarkan satu persatu piagam kejuaraan, sertifikat keahlian kusus, piala, buku sketsa dan sebuah lukisan. Pandangannya beralih lagi ke koper hitam berukuran sedang disamping tempat tidur, Jo berniat untuk menaikkannya ke atas lemari untuk disimpan namun urung karna takut mengganggu Joana sehingga dirinya memilih untuk kembali ke kamarnya.

******

Pagi pagi sekali Jo sudah berangkat, Joana juga memutuskan untuk segera berangkat.

"nona, tuan berpesan jika hari ini kamar anda akan direnovasi sampai nanti siang" ujar kepala pelayan

"baiklah tolong pakaianku ya bi, maaf tidak membantu karna sudah jam segini"

"baik nona", bibi kepala bergegas ke kamarnya.

Joana berjalan sedikit cepat karna takut terlambat

"Rain!" Joana menoleh saat mendapati didepan pagar rumah sudah ada Jean yang berdiri dengan memainkan kunci motornya.

"mana si brengsek itu"

"jangan memanggilnya begitu" Joana merasa tidak suka dengan sikap Jean pada kakaknya

"oke baiklah, jika kau mau berangkat denganku" Joana mengerutkan dahinya

"aku akan naik bus saja"

"kau yakin tidak terlambat? bus sudah berangkat 2 mnt tadi" kata Jean

Dengan terpaksa Joana menuruti Jean agar tidak terlambat

"kakakmu kemana" tanya Jean

"mengurus proyek" terang Joana, Jean mengerutkan dahinya karana setahunya proyek sudah selesai kemarin dan semalam dirinya juga melihat Jo yang sudah memarkirkan mobilnya di rumah.

"oohhh"

Beruntung Jean mau menurunkannya di depan minimarket, Joana terlalu takut menjadi sorotan mengingat Jean adalah cassanova di sekolah. Meski sifat dan sikapnya dingin seperti kulkas 10 pintu namun tidak dapat dipungkiri jika parasnya yang tampan masih menjadikannya idola meski sudah berada di kelas 3 SMA, beberapa siswi berteriak histeris saat mendapati Jean yang berjalan tidak jauh di belakangnya. Sedangkan saat dirinya berjalan melewati koridor semua mata mengejeknya dengan segala gunjingan yang meski terdengar namun Joana memilih diam dan mempercepat langkahnya.

"Nana!"

deg Joana menghentikan langkahnya saat mendengar namanya disebut, didunia ini hanya kakak dan ayahnya saja yang memanggilnya dengan 'Nana'. Joana tidak berani memutar badannya ataupun sekedar menoleh ke sumber suara. Keringat dingin bercucuran ketika mendengar suara seseorang "Joan" Joana tahu persis itu suara siapa, tangannya sudah berkeringat dan gemetar degup jantungnya sangat cepat dan nafasnya memburu, bayang bayang kejadian 3 tahun lalu kembali melintas di kepalanya. Kini dirinya sudah kesulitan bernafas, pasokan oksigen di sekelilingnya seakan menipis. Tangannya mulai meremas ujung seragamnya berusaha menetralkan detak jantung dan nafasnya.

"Rain" panggil Sora mendekat

"tidak jangan" Joana memundurkan langkahnya,

"Rain, kau baik baik saja?" Manu mencoba meraih bahu Joana namun urung saat Joana sudah jatuh terduduk ketakutan

"Rain, kau kenapa?" Sora mendekat namun Joana srmakin memundurkan tubuhnya hingga kini menempel pada tembok kelas.

"Rain!" Joana semakin ketakutan menggelengkan kepalanya mencengkram erat kerah bahunya

Hingga seorang tengah berlari dengan raut khawatir tergesa gesa menghampiri Joana

"Nana!" mengguncang bahunya keras menyadarkannya

Jean berlari menghampiri Joana ketika melihat Joana yang sudah terduduk ketakutan, berusaha menyadarkan.

"Nana" panggilnya.

"tidak, kumohon jangan, itu tidak benar"

Jean semakin bingung dengan jawaban Joana, Joana menatapnya "jangan lakukan itu, Johan tidak mengenalku aku berjanji akan menjauhinya, tolong jangan lakukan itu" kini Joana mencengkeram seragam Jean dengan tatapan memohon bahkan air matanya sudah keluar, beruntung tidak banyak siswa yang berada di ujung koridor sehingga sepi dan tidak terlalu menimbulkan kehebohan "Nana".

Jean terus memanggil nama Joana namun Joana terus memohon agar tidak melakukan apapun pada Johan "Nana!" Jean sedikit membentaknya untuk menyadarkan Joana, Joana memandang Jean dengan sorot mata yang sulit diartikan hingga membuat Jean ikut terduduk

"kau sahabatnya bukan, selamatkan dia, kau harus menyelamatkannya, oh tidak tidak tolong selamatkan kakakku" nafas Jean ikut tercekat mendengar kalimat Joana, dirinya menyadari hal tidak beres.

"semua baik baik saja Na, tenanglah" Jean membawa Joana kepelukannya menepuk punggungnya dan mengusap kepalanya menenangkan, isakan Joana semakin mereda seiring dengan deru nafasnya yang perlahan normal dan seketika Joana tidak sadarkan diri dan Jean membawanya ke UKS, Sora dan Manu mengikutinya dari belakang membawakan tas Joana dan Jean.

******

Kini Joana tertidur dikamarnya, Jean mengubungi Jo sesaat setelah menggendong Joana ke UKS yang membuat Jo yang semula sedang menata kembali kamar adiknya itu. Jo berniat ingin membuat kejutan untuk adiknya namun kenyataannya adalah sebaliknya. Sedetik setelah mendengar kabar dari Jean dirinya melesatkan mobilnya menuju sekolah Joana, adiknya sempat tersadar hingga akhirnya kembali pingsan dan Jo memutuskan untuk membawanya pulang dan memanggil dokter pribadi keluarganya. Kini dirinya sedang menunggu adiknya terbangun setelah meminum obat penurun demam. Suhu tubuhnya tinggi saat dirinya datang ke UKS.

Hari sudah hampir sore suhu tubuh Joana sudah benar benar kembali normal, Jo memutuskan untuk kedapur membuatkan adiknya bubur dan sup.

Krriiieeetttt

Joana membuka pintu dan berjalan menuruni tangga "kau sudah baik baik saja?" tanya Jo menghampiri Joana yang sudah duduk di bar dapur menuang air ke gelas pink kesayangannya.

Joana mengangguk canggung "maaf merepotkan, tadi tidak...."

"tidak ada yang tau aku menjemputmu kecuali dokter di UKS, wali kelasmu dan Jean" jawab Jo yang mengerti arah pembicaraan adiknya itu.

"apakah Jean melakukan sesuatu padamu?" selidik Jo yang dibalas gelengan kepala.

"makan dulu"Joana mengangguk menurut, makan dengan tenang sembari melihat Jo yang sibuk membereskan alat memasak setelah menyajikan makanannya.

"maaf tuan, ada tamu" ucap seorang pelayan

"Jeje? suruh pergi saja" Jo tetap sibuk mencuci pisau bekas memasak

"bu...bukan tuan tapi..." belum sempat meneruskan pelayan terkejut mendapati Joana nona nya yang sudah terlonjak kaget hingga menjatuhkan sendoknya ke piring

"Sora dan Manu, aku lupa jika hari ini ada tugas kelompok" Joana buru buru berlari ke kamarnya mengambil ponsel segera menghubungi Sora agar membatalkan jadwal tugas kelompok karna di rumah sedang ada kakaknya, namun terlambat karna Jo sudah keluar dan menyuruh Sora dan Manu masuk

"ha....hai Rain, aku dan Sora mengantarkan tas mu yang tertinggal di UKS tadi"

"aku sudah mengirimu pesan tadi, tapi kau tidak membalas jadi kupikir kau masih sakit jadi aku putuskan sekalian menjengukmu.

"apa yang kau lakukan? turun dan temani temanmu atau kau mau mereka ke kamarmu saja? dengan syarat pintu setengah terbuka" Jo sudah menatap mengawasi Manu hingga membuat Manu semakin mengeratkan pelukannya pada tas Joana yang dibawanya.

"baiklah" Joana mengajak Sora dan Manu naik ke kamarnya, Sora dan Manu sedikit berlari naik ke atas.

Manu mendudukkan dirinya sesampainya di kamar Joana "kakakmu benar benar menakutkan, lebih menakutkan dari tadi saat menjemputmu"

"benar, tapi tetap tampan aku tidak bisa jika tidak jatuh cinta" Sora memandangi foto yang terpanjang di dinding beberapa sudut ruangan

"kalian berdua sangat mirip kau versi perempuan kak Jo dan kak Jo versi laki lakinya dirimu" Joana ikut memandangi sekelilingnya dirinya baru menyadari jika kamarnya berubah total sertifikat kejuaraannya juga terpajang didinding , novel miliknya dan novel karyanya juga tertata rapi di rak buku, dirinya juga baru menyadari jika piala dan piagam miliknya yang berada di dalam kardus juga sudah menghilang berganti terpajang di ruang keluarga. Lemari bajunya sudah berubah warna dan design, karpet dikamarnya juga sudah berubah, hanya meja belajarnya yang tidak berubah tempat dan semuanya.

"Nana" semua menoleh ke arah pintu dimana Jo sudah masuk membawa mangkuk makan Joana dan pelayan di belakangnya yang membawakan makanan dan minuman

"habiskan dan minum obatnya" Jo menaruh mangkoknya ke hadapan Joana yang kini sudah duduk di karpet dekat tempat tidurnya. Sora dan Manu pun ikut duduk seketika saat Jo menyuruh Joana makan dan mengusap rambut Joana sayang. Joana mengisyarakan Manu dan Sora memakan sup nya sebelum Jo marah.

"bukankah kau terlalu mengontrolnya?" sebuah suara membuat Jo mengepalkan tangannya

"kenapa kau selalu menerobos rumahku" Jo keluar kamar Joana

"Nana sayang, kakakmu sedang merajuk" Jean masuk dan mendudukkan dirinya di sebelah Joana

"hai Sora hai Manu" sapanya

"kak White ada perlu dengan Rain juga?" tanya Manu dan Sora bersamaan

"hahahahaha rumah ini....." Jean menghentikan tawanya ketika mendengar Jo berteriak

"sejengkal lagi kau mendekati Nana, akan kuhabisi kau" Jean berdiri

"well sebenarnya aku ada perlu dengan beruang buruk rupa itu"

"kak" Joana sudah menatap tajam Jean hingga membuat Sora dan Manu terkejut dan tersedak.

Sepeninggal Jean yang sudah keluar karna Jo yang meneriakinya dari depan pintu kamar Jo yang di sebelah kamar Joana. Sora mendekatkan duduknya pada Joana begitupun Manu.

"Rain, kau benar benar tidak apa apa?" tanya Manu selidik

"Rain kau bisa memberitahu kami jika kesulitan" tawar Sora

"hei aku kan hanya pingsan karna demam tinggi" baik Sora maupun Manu terdiam mendengar kalimat Joana, mereka tidak menyangka jika Joana tidak mengingat apa apa yang tadi pagi terjadi padanya.

"ta...." belum selesai Manu protes, Sora sudah menyenggol lengannya mengisyaratkan untuk tidak mengatakan apa apa lagi perihal kejadian tadi pagi.

"kau benar, oiya ayo kita kerjakan tugasnya"

****

Jean berdiri di depan kamar Jo saling menatap tajam dan tidak suka.

"kurasa kita tidak ada yang perlu dibicarakan" Jo berbalik dan mendudukkan dirinya di meja kerjanya, Jean masih berdiri di ambang pintu dengan tangan disaku celananya.

"ada"

"langsung poin nya saja" Jo menatap Jean

"oke, aku menyukai adikmu" membuat Jo tersedah teh nya dan terbatuk hingga tanpa sadar Jean kini sudah duduk di sofanya dan bahkan pintu sudah tertutup.

"brengsek"

"kau yang menyuruhku mengatakan poinnya saja" Jo beralih duduk menghadap Jean dengan memutar kursinya

"aku tidak peduli kau setuju atau tidak"

"jika kau melakukan ini agar taruhanmu berhasil dan berhasil mendapat simpati dari ayahmu lebih baik mundur sebelum aku membunuhmu" Jo melipat tangannya dan menunjukkan smirknya

Jean tidak tahu jika Jo sudah mengetahui rencananya, meski hanya salah satunya.

"aku benar benar akan membunuhmu jika menyakitinya sedikitpun" Jean tersenyum penuh arti mendengar ancaman Jo

"bukankah kau harusnya lega karna ada yang menjaganya saat kau sedang sibuk kesana kemari?" ledek Jean yang berhasil membuat Jo naik pitam

"apa tujuanmu sebenarnya"

"bukankah kau sudah tahu?" Jean berdiri menatap foto Joana yang ada di meja kerja Jo dengan senyuman yang sama sekali tidak dapat diartikan oleh Jo

"Suji, Suji Choi dia kelas 11 senior Nana, aku akan menanganinya dengan satu syarat" tawar Jean

"apa maksutmu" Jo menyesap teh nya

"bukankah kau sudah menyelidikinya" Jean kembali duduk menyilangkan kakinya

"adikmu tidak akan mengaku hingga waktunya tiba" Jean berdiri menggeser sofa yang didudukinya dan membuka lemari di belakangnya, lemari yang selalu digunakan sahabatnya itu jika menyelidikinya seseorang

"bagaiman jika bekerja sama?" tawar Jean, Jo tampak menimbang bukan berarti dirinya sudah seratus persen berdamai dengan Jean setelah kejadian itu.

"aku tidak bisa kembali percaya padamu seperti dulu" Jo butuh waktu agar kejadian 3 tahun lalu tidak terjadi lagi.

"lalu kau ingin percaya padanya dengan memenuhi undangannya?" Jean menunjuk foto dokter Yu dokter psikiater yang menangani Joana

Jo memang sedikit waspada dengan orang orang yang bersangkutan dengan adiknya 3 tahun lalu

"pikirkan lagi tawaranku"

"baik 3 tahun yang lalu maupun sekarang aku tidak pernah berniat menyakitinya, aku tidak mungkin menyakiti orang yang kusayangi Jo" Jean keluar berniat untuk menghampiri Joana lagi sebelum pulang kerumah

****

"kak White daritadi belum pergi?" tanya Manu

"minggir, kau terlalu dekat duduknya" menarik Manu dengan kasar karna duduk terlalu dekat hingga hampir menempel pada Joana

"jangan masuk jika demamnya datang lagi" menyentuh kening Joana memastikan jika suhu tubuhnya benar benar turun, membuat Sora yang kini mengepang rambut Joana melongo melihat perlakuan Jean yang sangat lembut dan jauh dari kata dingin yang biasa Jean perlihatkan di sekolah

Merasa risih dengan perlakuan Jean padanya, Joana memundurkan tubuhnya sedikit menjauh dari Jean "ak...aku tidak apa apa, kurasa kita tidak terlalu dekat" Jean tertawa mendengar kalimat Joana, baginya saat ini Joana terlihat menggemaskan dengan rambut dikepang dua dan raut wajah dan sikap yang dingin memberi benteng tinggi antara dirinya dan Joana.

"kita lebih dekat dari pasangan kekasih diluar sana" Jean mengacak rambut Joana gemas

"apa?" Manu dan Sora mengkerut saat Jean membentaknya karena menatap Jean dan Joana bergantian dengan mata menyelidiki.

"baiklah aku pulang dulu, nanti kuhubungi jika sudah sampai apartmen, oke sayang" pamit Jean dengan senyum lebarnya kemudian pergi begitu saja hingga membuat Sora, Manu bahkan Joana melongo.

*****

Joana terburu buru kembali ke kelasnya ketika melihat kakaknya datang kesekolah. Jo benar benar tidak hanya sekedar memperingatkannya lagi. Joana memaksakan dirinya berlari agar bisa segera mengambil ponselnya. Dirinya harus segera menghubungi kakaknya, meski dengan tampilan sangat kacau saat ini. Joana terus menghubungi nomor kakaknya.

"Rain ada apa?" tanya Sora dan Manu berbisik

"kak Jo datang, aku harus menghentikannya" Joana bergegas menyusul kakaknya yang kini berjalan melewati koridor menuju ruang kepala sekolah.

"Sora, kau bawa seragam cadangan tidak? seragam cadanganku sudah habis untuk hari ini" Meski ragu Sora tetap mengambilkan untuk Joana dari loker miliknya

"ini, aku akan berganti sebentar awasi jika kak Jo sudah datang dan lewat sini" Sora mengangguk dan menunggu Joana di luar kamar mandi

"ambilkan sisirku di tasku cepat" seaka mengerti dalam situasi apa, Manu berlari ke kelas mengambil sisir atau lebih tepatnya pouch milik Sora.

Tak lama Joana keluar dengan seragam yang rapi bersamaan dengan Manu yang sudah membawa pouch milik Sora

"ini, rapikan dulu rambutmu" Joana mengangguk

Dan benar setelah itu Jo datang dengan sekertarisnya, dan langsung masuk ke ruang kepala sekolah tanpa menyapanya meski berpapasan dengannya. Joana memutuskan menunggu, beruntung jam pelajaran sedang kosong karna persiapan festival sekolah. Dengan cemas Joana menunggu di temani Manu dan Sora

"dia tidak akan menghancurkannya kan?" menatap cemas Sora

"aku berharap iya" jawab Sora membuat Joana terkejut,

Jo terlihat keluar dari ruang kepala sekolah dengan kepala sekolah, "kau memang alumni terbaik di sini" ucap kepala sekolah pada Jo "kami akan mengirimlan dokumennya nanti" kemudian Jo meninggalkan koridor sekolah, Joana tampak berlari mengejar Jo yang sedang menuju mobilnya

"kakak" panggilnya, Jo tersenyum dibalik wajah datarnya. Rencananya kemungkinan akan berhasil membuat adiknya dekat dengannya

"kak" Joana sudah menarik lengan Jo menahannya untuk berbicara

"bukankah kau tidak ingin semua orang tahu jika aku kakakmu"

"kumohon jangan seperti ini" mohon Joana

"apa yang kulakukan?" tanya Jo pada Joana yang masih saja melirik sekitar memastikan jika tidak ada yang melihat dirinya

"aku datang kesini memberi bantuan finansial untuk beasiswa" terang Jo

"apa?" Joana terkejut karna kakaknya datang bukan untuk melaporkan Suji.

"kau masih disini agar semua temanmu tahu?"

"tidak" Joana menggeleng namun belum melepaskan tangannya dari lengan kakaknya

"kupikir kau tidak setuju" secara tiba tiba Jean muncul di belakang Joana lalu merangkulnya

"lepaskan tanganmu darinya" Jo sudah menarik kerah Jean sedangkan Jean hanya tertawa ringan, membuat Joana harus memisahkan mereka berdua agar tidak terjadi keributan dan membuat mereka bertiga menjadi tontonan.

"menyebalkan" Jo melepaskan cengkeramannya karna Joana menatapnya dengan memohon.

"aku akan kembali bekerja, hubungi aku jika terjadi sesuatu" Joana mengangguk dan membiarkan Jo pergi.

Jo berjalan dengan kesal menuju mobilnya, kesal karna Jean selalu selangkah lebih maju darinya soal Jean, ditambah Jean lebih sering bertemu dengan Joana. Meski sadar jika akhir akhir ini dirinya sibuk bekerja namun perasaan kesal Jean kembali dekat dengan adiknya.

"kak Johan" Jo menoleh ke sumber suara dimana Sora teman adiknya yang semula duduk di kursi taman sekolah sudah menghampirinya dengan membawa paperbag dan menyodorkan kepadanya.

"kau Sora bukan?" Sora mengangguk

"ada apa?" tanyanya kemudian

"2 seragam cadangan Rain dan seragam yang ia kenakan kemarin" Jo menerima paperbag seragam Joana lalu menatap bingung pada Sora meminta penjelasana

"kupikir kau harus membelikan yang baru lagi, sepatunya juga basah dan kotor" terang Sora

"baiklah, terima kasih sudah memberitahu"

"Rain sangat mirip dengan kakakku" ucap Sora

"apa karna itu kau membantunya selama ini" mendengar kalimat Jo membuat Sora tertawa

"aku berteman dengannya karna Joana tidak peduli aku anak orang kaya ataupun aku termasuk anak yang mendapat peringkat tinggi dari semua kelas 11" Jo melihat lutut Sora yang juga terluka seperti Joana

"sangat berat bukan saat melihat saudarimu di bully di sekolah dan kau tidak bisa melakukan apa apa meski kau bisa melakukannya" Sora menatap Jo yang juga menatapnya

"bisakah kau memberi pelajaran pada Suji seperti yang sudah kau lakukan pada Bitna?" tatapan Sora semakin sendu, matanya seolah memohon padanya karna hanya dirinya yang bisa melakukan hal itu. Jo merogoh saku jas nya mencari plester luka yang selalu ia simpan di saku jasnya, setelah kejadian 3 tahun lalu dirinya selalu menyimpan plester di saku jas nya maupu saku celananya.

"aku membawanya untuk Nana, melihat Jeje yang sudah mengekori Nana seperti peliharaan kupikir tidak mungkin jika tidak melihat luka di dahi, siku dan lutut anak itu bukan" Jo menempelkan plester pada luka Sora dengan hati hati karna lukanya cukup lebar, beruntung dirinya membawa plester dengan ukuran lebih besar.

Tubuhnya mendadak kaku saat Jo menyentuh kakinya untuk menempelkan plester pada luka di lututnya dengan lembut dan hati hati.

"terima kasih"

"aku yang terima kasih karna kau sudah mau menjadi teman Nana" ucap Jo tersenyum hangat

"baiklah, kupikir kau harus kembali ke kelas, Nana pasti mencarimu" Jo pergi begitu saja setelah menempelkan plesternya.

Jo kembali membuka ponselnya mengecek sesuatu "selidiki latar belakang Sora, pastikan apa hubungannya dengan wanita gila itu, dan cari bukti jika beberapa hari ini Suji dan Ken menyerang Joana" sekertarisnya mengangguk paham dan kembali menancapkan gas kembali ke perusahaan.

*****

Festival sekolah telah usai, dan libur semester juga sudah dimulai sejak 3 hari yang lalu. Berbeda dengan yang lain, Joana sibuk dengan pekerjaan barunya selain mengajari Sora dan Manu bermain piano, Joana juga sibuk mengikuti bimbingan belajar dan sering mengunjungi perpustakaan atau cafe belajar. Jo masih sibuk dengan pekerjaannya yang terkadang membuatnya pulang larut malam. tepat 1 bulan sebelum ujian praktek seni musik, Joana mulai membantu Sora dan Manu bermain piano. Sora yang memohon padanya saat melihat piano ada di rumahnya karna Jo yang sengaja menaruhnya di dekat ruang keluarga. Bukan tanpa alasan, Jo secara tiba tiba mengubah gudang menjadi tempat menyimpan beberapa alat musik miliknya sehingga saat membersihkan gudang yang semula untuk menyimpan barang barang peninggalan ibu dan ayahnya membuatnya mau tidak mau mengeluarkan piano yang masih bagus namun terlihat asing itu untuk di bersihkan sekalian. Jo berniat untuk memasukkannya kembali setelah ruangan sudah bisa digunakan, namun suatu hari saat dirinya pulang kerja mendapati adiknya yang diam diam memainkan piano itu dengan indah bahkan terdengar sudah profesional. Jo memutuskan untuk meletakan piano di ruang keluarga. Sora dan Manu juga sudah tidak kesulitan lagi karna Joana juga yang mengajari mereka melukis. Sora secara tidak sengaja melihatnya keluar dari studio seni saat pulang dari bimbingan belajar. Sora melihat dirinya yang sedang mengajar di studio seni. "Rain!" Sora sudah memanggilnya dari ruang tamu. Sudah menjadi pemandangan yang biasa sekarang saat Sora dan Manu datang kerumahnya, membuat rumahnya yang 3 tahun lalu sangat sepi menjadi ramai. Tentu saja hanya Sora yang berani melakukan hal itu ada maupun tidak ada kakaknya, berbeda dengan Manu yang akan langsung berubah jadi kelinci yang ketakutan saat kakaknya ada dirumah. Meski begitu Manu sangat sering datang menemuinya baik dengan Sora maupun tidak. Sora? entah tanpa Joana sadari hampir setiap hari berkunjung kerumahnya bahkan terkadang dia akan datang bersama dengan Jo, seperti hari ini Sora datang bersama dengan Jo. "kau sedang melukis ya?" tanya Sora yang kini sudah berada di kamarnya dengan 2 kantuk snack di kedua tangannya.

"iya! ini yang terakhir" jawab Joana setengah berbisik

"ah iya lupa maafkan aku" sesal Sora menyadari kesalahannya

"kau masih belum memberitahu kakakmu?" Joana menggeleng, meletakkan kuasnya dan melepas celemeknya dan duduk bersama Sora karna lukisan sudah selesai dan menunggu kering

"apa dia menanyakan sesuatu padamu?" tanya Joana yang kini sedang membuka bungkus es krim favoritnya

"tentang pekerjaan barumu atau tentang hubunganmu dengan kak White atau Manu yang terang terangan menggodamu?" tanya Sora dengan mulut mengunyak jelly

Melihat reaksi Joana yang terkejut membuat Sora tertawa "aku tidak mengatakan apapun menegenai pekerjaan barumu termasuk pameranmu" Joana menghela nafasnya lega.

"bukankah kau menyembunyikan begitu banyak hal padanya?" tanya Sora

"kau juga menyembunyikan banyak hal" Joana yang mendengar jawaban Sora tertawa

"astaga, kau sudah bisa membalik kata kataku, White dan Manu sudah meracunimu dengan sikap mereka"

"bisa saja kau yang tidak mengenalku selama ini" balas Joana

Joana tampak cuek dengan tatapan bingun Sora saat ini, Joana memilih melihat kembali jurnalnya untuk memastikan jika pekerjaannya sudah benar benar selesai karna separuh dari masa liburan sekolahnya akan ia gunakan untuk mengejar nilainya yang kurang bagus. Joana terus membolak balik buku jurnalnya dan menempelkan beberapa note pada meja belajarnya apa saja yang harus diselesaikannya.

"kau akan disini sampai sore?" tanya Joana yang kini membaca buku novel di rak bukunya

"kau tidak suka jika aku kesini?" tanya Sora

"aku hanya bertanya"

"hari ini aku mengunjunginya" Sora masih membalik halaman demi halaman buku di tangannya

"apa kau pernah takut kehilangan seseorang?" tanyanya lagi pada Joana yang merapikan kembali alat lukisnya

"ya tentu" meski bingung dengan pertanyaan Sora namun Joana tetap menjawabnya

"benarkah?"

Joana hanya mengangguk dan berdehem, memasukkan kembali ke kotak semua alat lukisnya dan menyimpan lukisannya di sampaing lemari bajunya

"apa kau juga terkadang ingin menyerah?" tanya Sora yang kini berdiri di balkon kamar Joana menghirup aroma bunga yang Joana tanam

"dia pasti sangat pucat saat berlari menarikmu keatas lagi" tebak Joana yang membuat Sora menoleh sejenak kearahnya

"ya dia sangat pucat hingga meneriakiku"

"Johan menjemputmu di danau dekat taman kota," Sora terus memandang taman di depannya hingga menyadari satu hal

"bagaimana kau bisa tau?" tanya Sora

"kau tidak pernah memakai celana training" jawab Joana menunjuk celana training yang Sora kenakan

"kau benar"

"meneriakimu dan kemudian meneteskan air mata" tebak Joana lagi

"dan dia...." menatap Joana dalam

"memelukmu dengan erat mengatakan jangan lakukan sesuatu hal yang sama dengannya" tebak Joana lagi

"apa dia trauma dengan danau?" tanya Sora yang kini gantian melihat Joana yang menatap

"dia tidak suka air" terang Joana

"karna alergi air hujan?" tanya Sora penasaran

"jika kau menyukainya, kau harus bertanya langsung padanya"

Sora yang terkejut karna Joana mengetahui isi hatinya mendadak kikuk hingga otaknya terus mencari cari topik pembahasan lain

"meski kau tidak menyukainya, bisakah kau berada disampingnya" Joana menggenggam tangan Sora

"dia terlihat kesepian, hidup sangat sulit belakangan ini, aku....." Joana menatap Sora dalam 'karna aku tidak berhak ada disampingnya' "mohon padamu" lanjutnya lagi

"Rain...." Joana melepaskan tangannya dan beranjak masuk sedetik sebelum pintu kamarnya terdengar suara ketukan

"sayang" Joana menoleh ke sumber suara yang entah sejak kapan sudah berdiri Sora yang akan membuka pintu.

Tampak Jean yang sudah berdiri di ambang pintu dan menyusul Jo yang membawa 2 cangkir coklat panas di tangannya

"berhenti memanggilnya sayang" Jo sudah menatap datar Jean

"kudengar kalian akan menonton film, jadi aku bergabung, kapan berangkat?" Jean dengan percaya diri menarik tangan Joana

"nonton?" tanya Jo bingung

Joana dan Jo yang masih bingung hanya diam menatap Jean dan Sora bergantian meminta penjelasan

"kita akan menonton di sini"

"aku akan panggil bibi untuk menyiapkannya" Jean sudah berniat turun ke bawah

Tepat setelah semuanya siap dan semua fokus pada film yang di putar, Jo sudah duduk diantara Sora dan Jean. Tadinya Jo ingin duduk di dekat Joana namun urung karna takut Joana akan merasa tidak nyaman namun sedetik setelah Jo duduk, Jean mengganti posisi duduknya di tempat Joana duduk sehingga menyebabkan Joana dan Jo duduk bersebelahan. Film diputar sudah 45 menit semua menonton dengan memakan berbagai makanan ringan, hingga film sudah berjalan sekitar 1 jam Jean melihat pergerakan Joana yang mengeluarkan buku note kecil di bawah bantal yang sejak tadi ada di pangkuannya. Perlahan Joana membuka buku bagian paling belakang menuliskan sesuatu hingga kemudian membuka halaman tengah buku tersebut dan mulai membaca, Jean melihat Joana membaca seperti merapalkan mantra, tidak ada yang mendengar suara Joana karna film yang diputar sedang di menit adegan dimana pemeran utama sedang bertarung dengan musuh dengan berbagai senjata. Jean yang penasaran pun semakin mendekatkan duduk nya pada Joana dan betapa terkejutnya dengan apa yang sedang dilakukan Joana. Joana tampak sedang menghafalkan materi pelajaran sains di buku yg sejak tadi berada di tangannya itu tanpa suara dan bahkan tangannya uang bebas ia gunakan untuk mengusap kepala Jo yang entah sejak kapan sudah berada di pangkuan Joana sedangkan Sora sudah berada di perut Jo. Jean menyadari jika bahkan disaat seperti ini Joana tetap pada ambisinya, Jean tidak habis pikir bagaimana bisa saat menonton film laga seperti saat ini dan disaat liburan sekolah Joana masih bisa menghafalkan materi pelajaran sekolahnya. Jean hilang kesabaran melihat Joana yang sedang menghafal saat ini mengambil paksa buku ditangannya kemudian meletakkan kepalanya pada bahu Joana. Joana yang menyadari itu pun memilih menurutinya.

"maaf" bisiknya pada Jean

"diam" Jean mencoba kembali fokus pada film

Hingga suara dengkuran halus terdengar dan pelakunya adalah Jo, matanya terpejam dengan tangan yang menepuk halus lengan Sora. Joana tersenyum melihatnya. Kini ekor matanya beralih pada Jean yang sama juga matanya terpejam dengan bantalnya yang berada di pelukan Jean. Joana meraih remote di dekatnya dan mematikan film kemudian kembali membaca buku catatannya. Baginya belajar sangatlah penting karna dengan begitu dirinya bisa mendapat juara kelas, menang olimpiade dan beasiswanya tidak akan dicabut. Dan sari itu semua hal yang paling penting adalah dirinya tidak menjadi siswa bodoh hingga mempermalukan kakaknya. Jean menunjukkan pergerakannya.

"haruskah kupindahkan kepalanya?" tanya Jean yang sudah tersadar dari tidurnya

"ya, kepalanya akan sakit" Joana mengangkat tangan Jo yang berada di lengan Sora saat menahan kepala Jo dan dipindahkannya ke bantal dan Jean yang menggeser tubuh Sora hingga berada di lengan Jo.

"hari sudah gelap" gumam Joana yang masih didengar oleh Jean

"hmm" gumam Jean yang kini juga sudah kembali merebahkan tubuhnya di samping Joana

"aku akan pindah ke sofa" Joana yang sudah beranjak berdiri kembali terduduk dan terjatuh ke lengan Jean saat Jean menariknya

"mau melanjutkan menghafalmu?" Joana yang menyadari pertanyaan Jean merasa jika apa yang ia lakukan telah mengganggu Jean

"maaf jika kau terganggu"

"ya aku terganggu, jadi ayo kita tidur juga"

Jean tersenyum mendapati Joana yang menurut, belum sampai 10 menit dengkuran halus mirip dengkuran Jo tadi mulai terdengar, Jean mengusap halus kepala Joana hingga ikut terlelap juga.

"kenapa panas sekali" gumam Jean yang berubah tersenyum mendapati Joana yang sedang tidur di pelukannya

"kak," matanya beralih pada Sora saat mendengar Sora memanggilnya berbisik

"demam" menunjuk Jo yang masih terlelap

"demam?" saat ingin menyentuh dahi Jo, tanpa sengaja kulit di lehernya menyentuh dahi Joana yang dirasakan aneh namun tetap memastikan demam Jo dengan telapak tangannya dan benar Jo demam.

"aku akan mengambil kompres dibawah" ucap Sora lalu beranjak dari posisinya

"bisa tolong ambilkan untuknya juga" pinta Jean menunjuk Joana yang kini setengah meringkuk dipelukan Jean dengan selimut ditubuhnya sama dengan Jo

Joana tampak gelisah dalam tidurnya, keringat didahinya semakin banyak. Jo yang sudah sejak tadi berada disamping Joana pun dengan sigap mengusap kepala Joana menenangkan. Jean dan Sora yang sejak tadi menatap prihatin pada keduanya hanya bisa menghela nafas. Gerak Jo terbatas karna infus ditangannya, meski demamnya tidak setinggi pagi tadi namun wajahnya masih terlihat sangat pucat. Tadi malam Sora dan Jean sepakat membawa keduanya ke rumah sakit karna demam Joana yang semakin tinggi dan demam Jo yang naik turun. Ditambah Joana yang terus bergumam dengan dahi mengkerut ketakutan bahkan hingga meneteskan air matanya. Jo yang dalam keadaan diinfuspun memaksa menemani Joana duduk dikursi meski Jean sudah mengurus semuanya agar Jo dan Joana bisa diruangan yang sama.

"aku mohon lepaskan dia, aku mohon, maafkan aku, tidak tidak jangan mendekat" gumaman yang sejak sejam yang lalu terus dikeluarkan Joana, dokter yang menanganinya pun tidak bisa melakukan apapun karna sudah sekian banyak dosi obat penenang namun Joana tetap sama.

"jangan" teriak Joana tiba tiba membuat Jo yang ada di sampingnya terbangun dari tidurnya

"tenanglah semua akan baik baik saja" Jo memeluk Joana yang terbangun dengan wajah ketakutan dan terengah engah

"kau baik baik saja" mata Joana menelusuri Jo yang ada dihadapannya

"ya aku baik baik saja" Jo kembali merengkuh Joana yang masih terengah engah hingga nafasnya tersenggal

"tidurlah lagi" tak lama Jo mengatakannya Joana kembali tertidur dengan nafas yang perlahan teratur dan cengkeraman tangannya pada lengan baju Jo perlahan mengendur dan terlepas

Jo terus menepuk tangan Joana hingga Joana benar benar tidur terlelap. Sora menghampiri Jo yang tidur dengan posisi duduk

"kak, tidurlah di tempat tidur kau akan tambah sakit nanti" Jo tersadar dari tidurnya menatap Sora yang ada di sampingnya kini

"baiklah"

Jo kembali tertidur semenit setelah tubuhnya berbaring di tempat tidur dibantu Jean dan Sora. Sora merapikan selimut Jo kemudian duduk di kursi samping tempat tidur. Tangan Jo terus menggenggam tangan Sora hingga terpaksa Sora tidak bisa berpindah tempat. Membuat Jean yang bergantian kesana kemari.

"mau kemana?" Sora yang merasakan pergerakan Jo pun tersadar dari tidur nya

"keluar" jawabnya singkat

"akan kutemani" Jo tidak menolak saat Sora membantunya berdiri bahkan membantunya memegangi tiang infus Joy yang masih berisi cairan infus setengahnya

Sora terus menuntun langkah kaki Jo yang menuju ke taman rumah sakit yang tidak jauh dari kamar rawat inapnya. Jo memandang langit yang perlahan berubah warna karna sore hari sudah hampir habis.

"terima kasih" katanya kemudian

"apa?"

"sudah membawa Nana dan aku kesini" Jo tersenyum simpul

"kak White yang membawa kalian kesini" Jo menoleh pada Sora

"aku sudah pulang saat kak White menghubungiku" terang Sora mengingat bagaimana suara panik Jean yang terdengar di telinganya saat menghubunginya yang baru saja melangkahkan kaki memasuki rumahnya

"apa maksudmu?"

"setelah mengompresmu aku pulang karna ada perlu, tapi kak White menghubungiku dengan suara paniknya"

"jadi dia" Sora mengangguk

"demam Rain sangat tinggi sedangkan kau tidak bangun meski kak White membangunkan, jadi dia menghubungiku tentang apa yang sebaiknya dilakukan" jelas Sora lagi

"tepat kalian sampai di rumah sakit, aku juga sampai" jelas Sora lagi

"apa mereka sudah saling kenal?" tanya Sora pada Jo

"sangat" jawab Jo yang membuat Sora mengangguk paham

"jadi benar" kata Sora

"apa?" tanya Jo

Sora kembali mengingat hari pertamanya masuk sekolah dimana dirinya yang salah memasuki kelas. Sora tidak sengaja masuk ke ruang kelas seni lukis, Sora melihat Jean yang sedang melukis seorang diri. Melukis seorang anak perempuan berambut panjang sebahu dengan senyum yang cerah meski di pergelangan tangannya diperban. Dan 2 tahun kemudian dirinya menemukan potret yang sama di kamar Joana dimana dibalik pigura nya tertulis nama Joana Rain.

"tidak apa lupakan" jawab Sora

"kenapa kau mau berteman dengannya?"

"siapa? Rain?" tanya Sora, yang diangguki Jo

"dia mirip seseorang yang kukenal" jawab Sora tersenyum simpul

"tenanglah, aku tidak bermaksud jahat padanya" jawab Sora kemudian

"aku membuatnya tidak punya teman"

Terpopuler

Comments

francess

francess

bab 2 nya mantap kak

2023-02-24

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!