Arini kembali bersemangat mengikuti setiap mata kuliah, untuk beberapa Minggu ke depan dia akan sibuk mengejar mata kuliah yang sudah tertinggal. beruntung Ranti selalu membantunya.
Bahkan di sela-sela pekerjaannya Arini meluangkan waktu untuk membuka tugas kuliahnya itu.
" Minumlah, kelihatannya kamu sangat sibuk." Doni memberikan sebotol air mineral.
"Oh..., terima kasih pak!" Jawab Arini terkejut. Arini memang tidak sempat mengambil air minum saat mengambil jatah makan malamnya.
"Jangan terlalu lelah, jaga kesehatanmu!" Ucap Doni sambil berlalu. Arini hanya melototkan matanya, kaget mendengar ucapan bosnya itu.
Beberapa minggu pun berlalu, hampir semua tugas kuliah yang tertinggal sudah Arini selesaikan. Di beberapa minggu ini juga dia lebih sering bertemu dengan Doni, meski hanya sekedar bertegur sapa atau obrolan ringan.
Seperti biasa jam 10 malam Arini baru sampai di rumahnya. Arini masuk ke kamar ibunya, terlihat sang Ibu dan Cila sudah tertidur lelap. Namun tiba-tiba terdengar suara rintihan ibunya. Arini panik, disentuhnya dahi ibunya.
"Ibu sakit..., badan ibu sangat panas." Ucap Arini yang segera mengambil obat penurun panas. Di tunggunya sampai subuh, namun panas ibunya tidak kunjung turun.
"Bibi..., bibi...!" Teriak Arini yang menggendong Cila sambil mengetuk pintu rumah tetangganya.
"Ada apa Rin, kamu terlihat panik sekali?" Tanya Bi Inah.
"Bi, aku titip Cila ya. Ibu sakit, aku harus segera membawanya ke dokter."
"Ya sudah cepetan bawa ibu kamu." Ucap Bi Inah segera mengambil Cila dari gendongan Arini.
Arini langsung berlari tanpa mempedulikan tangisan Cila yang tidak mau ditinggal.
Arini bersyukur, sang ibu hanya kelelahan jadi cukup dirawat jalan. Namun melihat kondisinya seperti itu, Arini tidak mungkin meninggalkannya ditambah tidak ada yang menjaga Cila. Arini sadar ibunya kelelahan karena menjaga Cila dari pagi hingga malam.
Setelah dua hari, ibunya terlihat mulai sehat. Tapi tetap dia tidak tega jika harus membiarkan ibunya menjaga Cila. Cila anak yang aktif sehingga butuh penjagaan ekstra.
Akhirnya Arini berangkat kerja dengan membawa Cila. Kebetulan hari itu tidak ada mata kuliah, jadi Arini berangkat dari pagi. Dia merasa tidak enak karena dua hari ini tidak masuk.
Melihat Arini datang dengan membawa anak kecil membuat hampir semua pegawai resto menatap dengan penuh tanda tanya.
"Rin..., ini anak siapa? Kamu mau kerja kan, apa nanti gak rewel si?" Ucap salah satu teman kerjanya.
" Maaf, biasanya aku menitipkan anakku sama Ibu, tapi ibu lagi sakit jadi terpaksa aku membawanya. Mudah-mudahan nggak rewel." Jawab Arini tanpa rasa canggung.
"Kamu sudah punya anak?" Tanya pegawai lain terkejut, yang hanya dijawab Arini dengan anggukan kepalanya.
Beberapa pelayan mendengar percakapan tersebut, hingga banyak yang bergunjing tentang Arini.
Arini hendak menemui bosnya, untuk meminta maaf karena membawa anak kecil ikut kerja. Namun bosnya itu tidak ada di tempat jadi dia sampaikan pada Bra asistennya.
Arini mulai membersihkan meja pelanggan sambil menggendong Cila di punggungnya dengan kesusahan karena tubuh Cila memang cukup berat. Untung si Cila tidak rewel saat itu.
"Kemana suami kamu, hingga harus repot kerja seperti ini?" Pertanyaan itu membuat Arini tersentak, dia bingung harus menjawab apa.
"Kami sudah berpisah." Jawab Arini terlihat panik.
"Oalah kasian banget kamu ya Rin, masih muda sudah jadi janda." Celetuk pegawai lain seolah mencibir. Arini hanya diam, dia sudah kebal dengan kalimat-kalimat seperti itu.
Saat jam istirahat tiba, Arini menurunkan Cila dari gendongannya. Lalu mengajak Cila ke halaman belakang sambil menyuapinya.
" Anak ibu harus makan yang banyak ya, biar sehat dan cepet gede." Ucap Arini dengan senyumnya. Dengan sabar Arini menyuapi Cila yang terus berlarian.
"Waah..., anak ibu pinter banget maemnya, nanti jangan rewel ya, pekerjaan ibu masih banyak."
Cila asik dengan kelinci yang ada di halaman belakang resto itu, hingga tidak menjawab perkataan ibunya.
Setelah selesai menyuapi Cila dan juga mengisi perutnya, Arini menggendong Cila sambil memberinya sebotol susu. Cila pun tertidur saat botolnya sudah kosong.
Doni sedari tadi memperhatikan Arini, dadanya terasa sesak mendengar kata Ibu dari mulut Arini. Dia tidak pernah menyangka Arini sudah menikah dan bahkan memiliki anak.
" Aku bener-bener nggak nyangka kalau Arini ternyata sudah punya anak, kalau dilihat dari bodinya sih belum pantas punya anak." Ucapan Bram membuat telinganya panas, seperti tidak rela ada lelaki lain yang membayangkan Arini.
" Tapi kasian juga masih muda sudah jadi janda, benar-benar bodoh tuh suaminya." Bram masih saja mengomel sendiri tanpa disahut oleh Doni.
"Sudah menikah, memiliki anak dan menjadi janda, apa sesulit itu hidupmu. Lalu siapa laki-laki yang tega meninggalkan kamu? " Begitu banyak pertanyaan yang ada di pikirannya.
Doni hendak pergi karena frustasi memikirkan Arini, terlihat olehnya sosok anak kecil sedang tidur di atas dua kursi yang dijejerkan menjadi satu. Doni pun mendekat, anak itu adalah anak Arini. Merasa tidak tega, Doni mengangkat anak itu, lalu membaringkannya di sofa ruang kerjanya.
Dia tatap wajah anak itu dengan teliti.
"Aku seperti mengenal wajah ini." Ucap Doni dalam hati.
"*K*enapa wajah anak ini mirip sekali dengan Juna, apa mungkin dia anak Juna?" Doni semakin penasaran.
Saat Arini kembali kebelakang, dia kebingungan karena Cila tidak ada di tempat semula. Bram yang melihat Arini sedang panik segera menghampirinya, memberi tahu kalau anaknya dibawa ke ruangan bosnya.
Arini segera ke ruangan Doni, dia langsung masuk tanpa mengetuk pintu. Dilihatnya Cila sedang tertawa bahagia bercanda dengan Doni.
"Aku tidak tega melihat dia tidur di belakang, jadi aku bawa ke sini." Ucap Doni yang melihat Arini masuk.
" Terima kasih pak, sudah merepotkan bapak." Ucap Arini mengulurkan tangannya meraih tubuh mungil itu.
"Anak kamu sangat cantik, dia juga
sangat pintar. Jika memang tidak ada yang menjaganya di rumah, tidak usah sungkan untuk membawanya ke sini."
"Terima kasih pak." Jawab Arini dengan senyum bahagianya.
Karena kondisi ibunya yang sering tidak sehat, terpaksa Arini membawa Cila ikut bersamanya.
Beberapa bulan berlalu Cila semakin dekat dengan Doni, bahkan terkadang Doni membawanya keluar sekedar membeli es krim atau mainan.
Bagaimanapun Cila hanyalah anak kecil biasa, usianya yang terus bertambah membuatnya mendambakan sosok ayah seperti anak lainnya. Apalagi Cila mulai masuk usia PAUD dia sangat iri melihat teman-temannya diantarkan oleh ayah dan ibu mereka.
Di sekolah Cila saat itu ada kegiatan dimana mereka bercerita tentang orang tuanya. Hampir semua teman Cila menceritakan kebahagiaannya bersama orang tua mereka, ada yang jalan-jalan ke mall, ada yang ke tempat wisata dan ada juga yang hanya bermain bersama di rumah. Mendengar itu Cila membayangkan jika dia memiliki ayah dia pasti sangat bahagia.
Tiba giliran Cila yang maju ke depan, dia hanya menceritakan ibu dan neneknya saja hingga membuat hampir semua temannya meledeknya. kejadian itu membuat Cila sangat sedih.
Arini menjemput Cila seperti biasa lalu membawanya ke resto. Cila duduk termenung sendiri saat ibunya sibuk melayani pengunjung yang ramai.
Doni yang melihat Cila nampak sedih langsung menghampirinya.
" Kenapa Cila cantik termenung seperti ini?" Tanya Doni dengan senyum manisnya sambil mencubit manja pipi Cila.
" Om, kenapa Cila nggak punya ayah seperti teman Cila?" Tanya Cila sedih.
"Kan Cila sudah punya Om, jadi Cila nggak boleh sedih lagi."
"Om saja yang jadi ayah Cila, biar teman-teman Cila tahu kalau Cila punya ayah." Ucap gadis tiga setengah tahun dengan kepolosannya, membuat jantung Doni berdetak tidak beraturan.
****
Semoga ke depan bisa up tiap hari.
jangan lupa tinggalin jejak ya...
Kritik saran selalu Author tunggu..
Happy reading
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Fi Fin
thor cepat lah buat doni tau kalo cila bkn anak arini
2021-06-06
0
MUKAYAH SUGINO
Papa doni 😂😂😂
2021-02-01
0
ㅤ
orang orang PDA seneng bngt jual bawang d sini bikin HT aku sedih kesel...baca anak nanya ayah kamu kmna sdngkan ibu kandung nya saja g peduli ...
2021-01-23
0