Iren menyuruh asistennya untuk mendaftar perawatan di rumah sakit menggunakan identitas Arini. Memang sudah Iren rencanakan jauh hari. Saat mereka bertemu setengah tahun lalu, Iren sempat mengambil kartu identitas (KTP) Arini yang kemudian ia foto.
Iren menghubungi Arini, dengan memelas dia meminta Arini menemuinya di rumah sakit dengan segera. Arini pun menuruti permintaan sahabatnya itu.
Arini menuju kamar dimana Iren dirawat, ruang Anggrek no 5 yang Arini ingat-ingat. Setelah menemukanya segera Arini mengetuk pintu dan membukanya. Betapa kagetnya Arini melihat Iren sedang menyusui seorang bayi. Iren yang melihat Arini, menyuruhnya masuk.
" Masuklah…!" sapa Iren dengan wajahnya datarnya.
"Apa yang kamu lakukan, apa dia anakmu ?" Tanya Arini yang masih terkejut melihat pemandangan itu. Iren hanya menganggukan kepalanya.
"Kapan kamu menikah, kenapa nggak kasih kabar, dan mana suami kamu?" Tanya Arini bertubi-tubi.
"Aku belum menikah." Jawab Iren dengan raut wajah yang menyedihkan.
"Bayi ini lahir bukan karena kemauan kami, apalagi dia sama sekali nggak mencintaiku." Lanjut Iren menjelaskan pada Arini.
Arini terdiam, hanya sesekali melihat dan mengelus bayi itu.
"Malang sekali nasibmu yang lahir tanpa diinginkan." Arini membatin dengan rasa ibanya.
"Apa ayahnya tidak mau bertanggung jawab?" Arini mempertanyakan ayah bayi itu.
"Kami sudah lama berpisah, bahkan dia tidak tahu kalau aku hamil anaknya." Jawab Iren yang hanya menundukan kepalanya.
"Apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" Tanya Iren.
"Aku akan menyembunyikan identitas bayi ini dari siapapun termasuk ayahnya, aku tidak mau melepas karirku yang baru saja aku mulai." Tegas Iren dengan mata berkaca-kaca.
"Baiklah, aku mengerti kondisi kamu, tapi jangan lakukan hal buruk pada bayi ini, dia nggak berdosa." Pinta Arini sambil mengusap kepala bayi itu.
"Bagaimana kalau aku berikan dia ke kamu saja Rin?" Tanya Iren dengan entengnya.
"Jangan bercanda, aku belum mampu ngurus diriku sendiri bagaimana ngurus bayi?" Jawab Arini yang mengira Iren hanya bercanda.
"Tidurlah, kamu masih butuh banyak istirahat, biar aku yang jaga bayi ini." Ujar Arini sambil mengarahkan matanya pada bayi itu.
Arini melihat jam di pergelangan tanganya, menunjukan jam 08.30 malam. Melihat Iren tertidur pulas dan tidak ada orang lain yang akan menjaga bayi itu membuat Arini memutuskan untuk menginap dan menjaga bayi itu sementara Iren beristirahat. Tak tahan dengan kantuknya, Arini merebahkan diri di sofa dan memejamkan matanya.
Pukul 04.00 pagi Iren membuka matanya, ia melihat Arini yang masih tertidur pulas. Iren mendekati bayinya, memandanginya dalam-dalam sambil mengelus lembut wajahnya.
"Maafkan mama nak, mama hanya bisa menemanimu sampai saat ini saja, lihatlah disana ada mama Arini yang pasti akan merawatmu dengan baik. Jadilah anak baik untuk mama Arini. Jangan nakal, mama janji kita pasti akan bertemu suatu saat nanti." Pamit Iren dengan berurai air mata terus mengecup wajah bayinya.
Setelah itu Iren beranjak pada Arini yang masih terlelap.
"Maafkan aku Rin, aku menimpakan beban berat buat kamu, aku tahu ini nggak bisa dibenarkan. Tapi satu-satunya orang yang aku percaya adalah kamu. Jaga bayiku Rin, maafkan aku." Pamit Iren yang masih berurai air mata sambil menyisipkan selembar surat.
Suara tangisan bayi menyadarkan Arini dari mimpinya. Arini kaget dan segera menghampiri bayi itu.
" Ren..., bangun Ren, bayimu mungkin haus!" Panggil Arini sambil menggoyangkan ranjang Iren, berpikir Iren masih tertidur pulas di ranjangnya. Arini yang merasa tidak ada sahutan lalu menoleh ke arah ranjang Iren.
" Ren..., kamu di kamar mandi ya, cepetan anakmu nangis nih, kayaknya dia haus." Panggil Arini yang belum merasa curiga sambil beranjak mencari Iren ke kamar mandi, kamar mandi pun kosong.
Sementara bayi itu terus menangis. Aku Arini menggendong bayi itu, mendapati sebotol susu yang masih hangat di dalam box bayi segera Arini mengambil dan menyusukanya.
Arini menuju ruang jaga perawat, " permisi Sus, apa Suster lihat pasien kamar no. 5 ibu bayi ini?" Tanya Arini sambil menunjuk ke arah bayi tersebut.
" Maksud Mba Ibu Arini ya? Tadi Bu Arini keluar pagi sekali setelah menyelesaikan semua administrasi dan biaya rumah sakit. Dan dia bilang bayinya akan dibawa pulang oleh temannya nanti siangan." Jelas Suster itu pada Arini.
" Arini? Yang Suster maksud Arini yang mana? saya Arini Sus!" Arini bingung dengan penjelasan Suster tersebut.
"Mba, bukankah pasien di kamar no. 5 itu atas nama Ibu Arini ya? Ini datanya mba, silahkan Mba bisa cek sendiri".
Arini melihat semua data yang diberikan Suster dan benar semua data atas nama dirinya.
"Oh Tuhan, apa maksudnya semua ini?" Ucap Arini masih kaget dengan apa yang dia lihat.
"Oya Mba, ini ada titipan dari Ibu Arini untuk anda." Suster menyodorkan sebuah stopmap pada Arini.
Arini yang pikirannya kacau memutuskan kembali ke kamarnya. Dia meletakan bayi Iren yang sudah tertidur kembali ke boxnya. Lalu ia membuka stopmap tersebut, sepertinya berisi dokumen kelahiran bayinya. Arini juga menemukan selembar surat yang berada di sofa tempatnya tidur tadi malam.
"*Arini...
Maafkan aku rin..., aku sungguh nggak mau melakukan hal ini ke kamu, tapi aku nggak punya pilihan lain. Kamu pasti sangat mengerti bagaimana kondisi keluargaku. Aku titip anakku anggaplah dia putrimu, aku percaya hanya kamu yang bisa menjaga dan merawatnya dengan baik. Maafkan aku...
Iren*"
Isi surat Iren tidak menjelaskan tentang identitas ayah bayi tersebut. Arini menjerit putus asa setelah melihat semua dokumen atas nama dirinya sebagai orang tua bayi tersebut.
Arini masih tidak habis pikir kenapa Iren melakukan hal sejauh ini. Menjadi ibu tanpa menikah, Arini tahu betul ini akan menjadi masalah bahkan aib bagi dirinya dan keluarganya.
Sinar lampu ruangan mulai memudar tersaingi matahari yang mulai meninggi. Arini masih termenung, ingin rasanya dia kabur meninggalkan bayi itu seperti yang dilakukan Iren, sampai suara tangisan bayi itu tidak dihiraukannya.
Arini membenci keadaan ini, tapi tangisan bayi itu semakin kencang membuat Arini beranjak menghampirinya, segera Arini mengganti popok yang dirabanya basah.
Arini menggendong bayi itu dengan menenteng satu tas penuh berisi perlengkapanya. Dia berjalan keluar rumah sakit tanpa bisa berpikir tempat yang ia tuju.
Ranti, yaa Arini teringat Ranti. Satu-satunya tempat yang terpikir oleh Arini adalah rumah Ranti.
Arini mengetuk pintu rumah Ranti. Ranti yang sedang berada di rumah segera membukanya, Ranti kaget melihat Arini yang kacau ditambah menggendong seorang bayi.
"Rinn...?"
Belum sempat Ranti melanjutkan kalimatnya, Arini menjatuhkan barang bawaannya dan memeluk Ranti. Ranti memapahnya masuk dan menyuruhnya duduk.
Beruntung si bayi sangat pengertian dia sama sekali tidak rewel, hanya tidur dengan tenangnya.
Setelah memberikan Air putih Ranti mulai menanyakan apa yang terjadi pada Arini. Arini menceritakan semuanya dengan menyodorkan dokumen yang Iren tinggalkan. Ranti merasa sangat iba pada sahabatnya itu.
"Kenapa temanmu tega banget nglakuin ini ke kamu Rin. Ya sudah sekarang kamu titipin saja bayi ini ke panti asuhan." Ranti mencoba memberi masukan pada Arini.
Arini menoleh pada bayi itu, ia melihat bayi itu tersenyum seolah menyetujui saran Ranti.
"Aku akan mencari Iren, selama aku mencarinya tolong bantu aku jaga bayi ini Ran." Pinta Arini.
"Baiklah kalau itu keputusan kamu Rin, aku bakalan dukung dan bantu kamu sebisaku." Ranti memeluk Arini dengan hangat, menguatkan hati Arini.
Keesokan harinya Arini mulai mencari Iren.
***
Apakah Arini bisa menemukan Iren...?
ditunggu kelanjutanya ya..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Fa Rel
jahat bgt lu ren
2022-02-27
0
Yusneli Usman
Dasar sahabat tak punya hati,dah nikung tunangan orang,berzina dan sekarang ninggalin bayi ke sari...
2021-07-13
0
Diana Lestari Purba Dasuha
sahabat licik sudah ambil tunangannya..teruss menyerahkan bayinya lg sama Airin...
kejam Iren...tp benci jg nanti dgn karakter Airin d buat Thor pastinyaa
2021-04-22
0