Arini merasa tubuhnya gemetar, kakinya lemas mendengar penjelasan Iren, Arini terjatuh terkulai lemah dengan air matanya.
Meski hubunganya dengan Juna sudah berakhir tapi dia tidak pernah menyangka bahwa perempuan yang Juna maksud adalah Iren.
Masih terngiang di telinganya Juna mencintai perempuan lain dan kini dia tahu perempuan itu adalah sahabatnya dari kecil. Bahkan yang lebih membuatnya hancur adalah hubungan mereka yang sudah begitu jauh hingga lahir seorang bayi yang sekarang menjadi anaknya di atas kertas.
Arini terduduk di lantai dengan banjir air mata.
" Kenapa, kenapa kalian tega melakukanya?" tanya Arini yang terisak.
" Kenapa yang aku inginkan semua kamu miliki, kasih sayang keluarga, perhatian teman-teman, hingga kekasih yang sempurna. Rasanya adil jika aku mengambilnya satu." Ucap Iren dengan senyum kecut sambil memandang tajam Arini.
" Baiklah, ambil saja yang kamu mau." Jawab Arini sambil berusaha berdiri, menahan sesak di dadanya.
" Kamu mau kemana, mau mencari Juna? lalu kalian menikah? sungguh sempurna hidup kalian, aku tidak akan rela." Ucap Iren dengan nada mengejek sambil bangkit mencengkeram tangan Arini.
" Kamu pikir keluarga Juna mau menerima bayi itu, mereka hanya akan menelantarkanya.
Kamu tidak tau apa-apa Arini." Iren meneruskan kalimatnya masih dengan senyum sinis meski berurai air mata. Ada banyak rahasia yang Iren sembunyikan dari Arini.
" Lepaskan aku...!" Teriak Arini sambil menepis tangan Iren dan berlari meninggalkan tempat itu dengan pikiran kacau.
Arini berjalan tanpa arah dengan tangisnya sambil memukul dadanya yang terasa sesak, sesekali berjongkok sambil membenamkan wajahnya. Entah sudah berapa lama dan berapa jauh Arini melangkah dengan tatapan kosong.
Arini duduk di halte bis, dia baru sadar hari telah gelap. Arini menengok ke kanan kiri melihat sekeliling, mencari tau tempat dimana dia berada sekarang. Arini yang sudah sedikit tenang mulai berpikir jernih, memikirkan apa yang akan dia lakukan selanjutnya.
Arini segera naik sebuah bis yang berhenti di depannya, dia memutuskan kembali ke rumah Ranti.
" Rin, kamu dari mana saja, kenapa sampai malam begini baru pulang?" Pertanyaan Ranti terhenti melihat wajah Arini yang begitu suram, kusut penuh aura kesedihan.
Arini berjalan ke kamar melewati sahabatnya itu tanpa sepatah katapun. Arini menghampiri Asilla yang sudah tertidur pulas, mengelus wajah bayi itu dengan iba, benci, marah menjadi satu.
Nama bayi itu sesuai akta kelahiran adalah Asilla Nugraha.
Begitu lelahnya Arini hingga tertidur begitu lama, panasnya matahari yang menelusup masuk ke kamar dan kebisingan rutinitas pagi tidak mengusik lelapnya Arini. Hingga semua keperluan Asilla Ranti yang siapkan. Ranti sangat mengerti kondisi Arini sekarang, jadi dia sangat memakluminya.
Saat Arini mulai membuka matanya Ranti sedang menidurkan Asilla di kamarnya.
" Ran..., sudah jam berapa sekarang, apa aku tidur begitu lama?"
" Jam 11 Rin, istirahatlah jika memang masih lelah, Asilla nggak rewel kok," ucap Ranti dengan senyumnya.
" Maaf Ran, aku dah banyak banget ngrepotin kamu," ucap Arini.
" Aku ngerti kok Rin, udah gak usah sungkan, pergilah mandi biar lebih segeran." Ucapan Ranti pun dituruti Arini.
" Makanlah dulu, isi perut kamu. Jangan sampai kamu sakit." Ranti mengambilkan makanan untuk Arini.
" Ceritakan kalau kamu udah tenang." Ranti menyambung lagi ucapannya.
Setelah selesai makan Arini mulai menceritakan semuanya pada sahabatnya itu. Arini mencoba lebih tegar dibanding kemarin.
" Dasar ******, kalau aku jadi kamu dah aku becek-becek kemarin," respon Ranti yang sangat geram dengan kelakuan Iren.
" Sekarang gimana dengan bayi ini Rin?" Tanya Ranti.
"Aku mau antarkan dia ke keluarga Mas Juna," jawab Arini.
" Bagus, itu keputusan yang tepat. Aku dukung kamu Rin," ucap Ranti.
Tak berselang lama, Arini menggendong bayi itu dengan menenteng satu tas penuh perlengkapannya menuju rumah keluarga Juna. Dengan ragu Arini memencet bel yang berada di sisi pintu gerbang, sekitar 10 menit Arini menunggu akhirnya Bi Inah keluar membukanya.
" Ehh... Mba Arini, masuk Mba!" perintah Bi Inah pada Arini.
" Ibu ada Bi? tanya Arini.
" Ibu sama Mba Melin ke Jakarta Mba,katanya mau menetap di sana" jawab Bi Inah.
"Mbak, ini bayi siapa?" tanya lagi Bi Inah sebelum Arini sempat menjawab.
" Ini bayi temanku Bi, kalau gitu aku pamit saja ya Bi." Arini pamit tanpa menitipkan pesan apapun.
" Masuk dulu aja Mba, biar bibi bikinin teh," pinta Bi Inah.
" Nggak usah Bi. Terimakasih, aku langsung aja." jawab Arini tersenyum.
"Hati-hati ya Mba."
" Iya Bi."
Arini berjalan meninggalkan rumah itu, dia teringat ucapan Iren kalau keluarga Juna hanya akan menelantarkan bayinya.
" Apa memang tidak seharusnya aku membawanya ke sini?" tanya Arini dalam hati.
Arini terus berjalan tanpa arah tujuan, sesekali berhenti membuatkan susu untuk bayi itu. Tak terasa hari sudah mulai gelap ditambah gerimis. Arini masuk ke sebuah minimarket membeli roti dan air mineral untuk mengganjal perutnya, juga membeli sebuah payung karena di luar mulai hujan.
Arini duduk di dalam minimarket itu sambil mengisi perutnya dengan roti yang dia beli tadi. Menatap di luar hujan cukup deras, Arini bingung apa yang harus dia lakukan. Sementara Asilla tertidur pulas di gendongannya. Mungkin bayi itu nyaman dalam gendongan Arini sehingga dibawa kemanapun sama sekali tidak rewel.
Hujan mulai reda, tersisa rintik-rintik kecil yang membuat suasana semakin sendu. Arini keluar dari minimarket dengan payungnya, tak sengaja terbaca papan nama sebuah panti asuhan. Arini berhenti sejenak.
" Haruskah aku menitipkannya di sini," tanya Arini dalam hati.
Bathinya mulai bergejolak, naluri keibuannya muncul, dia sebenarnya sudah mulai menyayangi bayi itu.
Tapi bagaimana dengan nasib dan masa depannya nanti, dia belum siap mengasuh seorang anak apalagi ekonominya yang pas-pasan.
Arini melangkahkan kakinya memasuki pelataran panti asuhan tersebut, dia berjalan menuju teras dan melepas Asilla dari gendongannya. Arini meletakan Asilla di kursi teras itu.
" Maafkan tante ya, tante terpaksa ninggalin kamu di sini. Tante janji bakalan sering jenguk kamu." Ucap Arini sambil menciumi bayi itu. Dalam hatinya mulai berperang antara tega tak tega.
Bayi itu sama sekali tidak menangis, malah tersenyum begitu manis pada Arini seolah menyetujui keputusan Arini. Namun senyum itulah yang membuat Arini lebih tidak rela meninggalkan bayi itu.
Dengan tangisnya Arini berlari meninggalkan bayi itu. Setelah cukup jauh dia berhenti, lalu duduk di sebuah bangku yang ada di pinggiran trotoar. Bayangan senyum Asilla terus berputar di pikirannya, Arini tidak bisa mengendalikan dirinya.
Kasian Asilla, bagaimana kalau dia tidak dirawat dengan baik, bagaimana kalau dia diadopsi oleh keluarga tidak bertanggung jawab dan hal-hal buruk lain terus terlintas di pikiran Arini.
Sampai akhirnya Arini berlari kembali ke panti asuhan tadi. Terlihat Asilla masih di tempat yang sama, Arini segera mendekat dan memeluknya erat. Asilla sudah tertidur kala itu, Arini menggendongnya dan membawanya menjauh dari tempat itu.
***
happy reading...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
HIN Aviation
lha kan tinggal cerita aja sama ortubya si arini
2022-02-09
0
MUKAYAH SUGINO
Sedih 😭😭😭😭😭
2021-02-01
0
Dwi Astuti
arini kn tinggal sma ortunya thorr
2020-12-22
1