Entah kenapa Arini merasa lebih tenang dengan keputusannya saat ini, meski dia belum tau bagaimana ke depannya nanti.
" Tuhan membawanya kepadaku, pasti ada rencana luar biasa di baliknya." Arini membatin dengan berpikir positif, dia mulai membuka hatinya untuk menerima keberadaan bayi itu di kehidupannya.
Arini memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya dengan membawa Asilla. Dia tidak yakin orang tuanya mau menerima Asilla, tapi keputusannya sudah bulat dia akan menjadi orang tua tunggal untuk Asilla, merawat dan menyayanginya seperti anak kandungnya sendiri.
Arini mengetuk pintu rumahnya, tanpa menunggu lama pintu pun terbuka.
" Arini, kenapa kamu bawa bayi, bayi siapa ini? " Tanya Bu Mira yang tak lain adalah ibunda Arini, kaget melihat putrinya membawa pulang seorang bayi.
" Arini masuk dulu bu, nanti Arini jelaskan semuanya." Ucap Arini sambil mencium punggung tangan ibunya, lalu melangkah masuk.
Arini segera menidurkan Asilla di kamarnya, kamar yang seminggu ini kosong ditinggalkannya.
Arini menghampiri kedua orang tuanya yang sedang duduk di ruang tengah menunggu penjelasannya. Tak lupa Arini juga mencium punggung tangan ayahnya yang tadi belum sempat dia temui. Kemudian dia duduk, melihat kedua orang tuanya diam dengan tatapan penuh tanya membuat Arini ragu untuk memulai penjelasannya.
" Arini minta maaf karena membawa bayi ke rumah ini, sungguh bayi itu bukan anakku. Dia hanyalah bayi malang yang tidak diharapkan keberadaannya, hingga Ibunya meninggalkannya begitu saja." Arini menjelaskan dengan menahan air matanya.
" Lalu anak siapa bayi itu?" Tanya Bu Mira.
" Bayi itu adalah anak Iren bu yang juga anaknya.... Mas Juna." Jawaban Arini sempat terhenti ketika sampai pada nama Juna.
" Apa..., anaknya Juna? maksud kamu Juna punya hubungan dengan Iren dan kamu membawa bayi dari hasil hubungannya itu ke rumah ini? Hati kamu terbuat dari apa atau pikiran kamu yang sudah tidak waras?" Pertanyaan Bu Mira yang bertubi-tubi penuh emosi.
" Bu, yang salah itu mereka, bayi ini nggak tau apa-apa." Ucap Arini lirih.
" Bawa anak itu pergi dari rumah ini?" Bu Mira membentak Arini.
" Nggak bu, Iren sangat membenci bayinya. Entah apa yang akan dilakukan Iren jika bayi itu bersamanya." Ucap Arini dengan tenang, dia tidak mau suasana semakin memanas.
" Berikan pada Juna atau berikan pada siapa saja yang mau menampungnya, ibu nggak mau bayi itu menjadi beban bahkan mungkin aib bagi keluarga kita." Bu Mira sangat kekeh menolak bayi itu.
Sementara Pak Haris sang ayah, hanya diam mencerna setiap kalimat Arini, berusaha memahami kondisi putrinya.
" Aku nggak akan membawanya kemanapun, aku akan merawatnya sendiri bu." Ucap Arini yang sudah tidak sanggup menahan air matanya.
" Apa kamu sudah tidak waras Arini, orang lain akan mengira itu anak kamu. itu akan jadi aib untuk keluarga kita, mempunyai anak di luar nikah, bahkan tidak bersuami, bagaimana nasib kamu nak. Ibu nggak sanggup Arini." Bu Mira menjerit histeris.
" Maafkan aku Bu!" Arini memeluk ibunya sambil terisak namun ibunya menolak dan mendorongnya. Sampai Arini bersujud di kaki ibunya dengan tangis yang tidak bisa dia kendalikan.
Melihat kejadian itu Pak Haris yang dari tadi diam segera mendekat menyuruh Arini bangun dan menghampiri istrinya.
" Bu, tenanglah, nanti kita pikirkan bagaimana baiknya." Ucap Pak Haris menenangkan istrinya.
" Bagaimana Ibu bisa tenang, melihat anak kita dengan kebodohannya mau menghancurkan masa depannya sendiri." Bantah Bu Mira sambil terisak.
Sementara Arini segera masuk ke kamarnya ketika mendengar suara tangisan bayi.
Segera Arini menggendong Asilla, " Tenanglah sayang, Ibu nggak akan tinggalin kamu lagi. Ibu akan ada di sisi kamu, merawat dan menjaga kamu semampu ibu." Ucap Arini menenangkan Asilla dengan menyebut dirinya Ibu. Setiap kalimat yang Arini ucap membuat Asilla lebih tenang, bayi itu berhenti menangis lalu tertidur.
Entah kenapa Asilla justru menjadi sumber kekuatan bagi Arini untuk menghadapi semua permasalahannya.
Sementara di kamarnya, Pak Haris terus menasehati istrinya itu untuk lebih sabar dan ikhlas. Dengan kesabaran dan kebijaksanaanya itu akhirnya mampu meluluhkan hati Bu Mira meski masih belum ikhlas sepenuhnya.
Keesokan harinya, mereka bertiga makan pagi bersama meski dengan suasana hening tanpa sepatah katapun.
" Apa kamu sudah siap dengan segala konsekuensi dari keputusan kamu?" Tanya Pak Haris pada Arini.
" Insyaalloh siap yah, Arini nggak peduli orang lain mau mikir apa. Alloh mengirimkan bayi ini sama Arini pasti ada tujuannya, dan pasti ada rencana indah di baliknya." Jawab Arini dengan tegar, entah dari mana dia mendapatkan ketegaran itu. Sementara Bu Mira hanya diam.
" Baiklah kalau keputusan kamu begitu, ditambah mengurus bayi bukan perkara mudah, kamu harus lebih sabar." Nasehat sang Ayah pada Arini.
" Insyaalloh Yah, Arini juga mohon cukup kita yang tahu asal usul Asilla, biar orang menganggap Asilla anak Arini. Kasihan Asilla kalau nantinya dia tahu bahwa ibu kandungnya telah membuangnya." Jelas Arini.
Mendengar perkataan Arini membuat ibunya mulai emosi, tapi ibunya lebih memilih ke dapur ketimbang bertengkar.
Arini mulai beraktifitas seperti biasa, hari ini dia mulai masuk kuliah setelah satu minggu dia izin. Beruntung ayahnya mau menjaga Asilla, sehingga Arini bisa lebih fokus mengejar beberapa mata kuliah yang tertinggal.
Keberadaan Asilla tidak mungkin akan sanggup mereka tutupi dari lingkungannya. Hal yang memang sudah mereka khawatirkan akhirnya mulai terjadi, gunjingan tetangga dan lingkungan sekitar semakin membuat panas telinga.
" Ehh, Bu Mira punya cucu kok nggak kabar-kabar si Bu, kita kan jadi nggak nengok?" Sapa seorang tetangga dengan nada sindiranya."
"Arini hebat ya bu, tau-tau dah punya anak aja," sahut tetangga yang lainya.
" Kapan nih pesta pernikahan Arini mau digelar?" Tanya yang lainya dengan nada mengejek.
Bu Mira yang tidak tahan dengan cemoohan mereka segera kembali ke rumah tanpa menjawab apapun.
" Lihat Yah, ibu-ibu komplek semua menggunjingkan keluarga kita, menggunjingkan Arini." Ucap Bu Mira dengan penuh amarah sambil menunjukan jarinya ke arah luar.
" Biarkan saja Bu, gak usah didengarkan. yang penting kita tahu betapa mulianya hati anak kita." jawab Pak Haris dengan tenang.
" Ya, mulia sekali sampai mempermalukan dirinya dan keluarganya." Ucap Bu Mira dengan kesal sambil meninggalkan suaminya.
Kabar tentang Arini juga mulai menyebar di kampusnya. Banyak mahasiswa yang bergunjing tentang Arini dan tak sedikit yang memandangnya dengan tatapan aneh. Sangat tidak nyaman bagi Arini, tapi inilah konsekuensi yang harus dia hadapi dari keputusannya. Beruntung Ranti selalu berada di sisinya membela dan menguatkannya.
Berjalannya waktu meredakan gaungnya gunjingan pada Arini meski masih banyak orang yang memandangnya sebelah mata.
Tidak terasa usia Asilla sudah satu setengah tahun, dia tumbuh dengan baik dalam asuhan Arini, tentunya yang dibantu oleh ayahnya. Tapi sepertinya kesehatan sang ayah mulai menurun, penyakit paru-parunya sering kambuh membuat Arini cemas.
Arini yang kala itu sedang sibuk dengan pekerjaan paruh waktunya dikagetkan dengan suara dering handphonenya. Ibunya mengabari kondisi ayahnya kritis, segera Arini bergegas pamit pada bosnya dan segera menuju rumah sakit.
Setibanya di rumah sakit dia segera masuk keruang ICU, mendapati ibunya tengah duduk di samping ayahnya dengan berurai air mata. Arini pun memeluk ibunya dengan terisak. Arini memegang tangan ayahnya, sang ayah mulai membuka mata dan tersenyum pada istri dan anak semata wayangnya itu.
Sudah tidak ada kekuatan bagi beliau walau sekedar untuk mengeluarkan suaranya mengatakan sesuatu.
Dengan tersenyum beliau menggerakan tangannya meraih tangan istrinya yang disatukan dengan tangan putrinya dengan menganggukan kepalanya. Tanda bahwa beliau meminta istrinya untuk menjaga dan menguatkan Arini.
" Ayah, tenanglah Ibu akan selalu menguatkan Arini. Ayah harus cepat sembuh."
Mendengar ucapan istrinya beliau tersenyum lega, namun nafasnya mulai terasa sulit, Bu Mira yang menyadari itu segera menuntunya dengan kalimat syahadat yang diikuti oleh suaminya.
Akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhirnya dengan tersenyum tanpa beban. Arini memeluk Ibunya, mereka berdua tak mampu lagi membendung tangisnya.
***
Sang ayah yang selalu mendukung Arini telah dipanggil Yang Maha Kuasa, bagaimana nasib Arini selanjutnya ya?
ditunggu ya kelanjutannya, kalau suka dengan ceritanya jangan lupa like, rate, comen dan vote
happy reading
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Riyanti Riri
org2 yg aneh...emgnya mereka melihat Arini hamil sampai2 menuduh Arini punya anak di luar nikah.. dasar BODOH...
2022-11-02
0
Ninik Suprapti
ikut 😂😂😂
2021-10-06
0
Yusneli Usman
Oh Thor....kisah apa yg kau tulis ini....😭😭😭tidak pernah pulak aku baca dan dengar yg beginian....moga ini hanya ada di dunia novel dan kehaluan yg hakiki...mewek aku Thor nyesek..😭😭 huaaaaaaa 😭😭
2021-07-13
1