Selama berada di Hira, Gi Tae berusaha keras agar tidak berpapasan dengan Mizhawa. Dia khawatir jika nanti dia tidak sengaja memikirkan sesuatu tentang dirinya, terlebih tentang kutukan yang dia bawa. Dan untuk keberuntungannya, sepertinya Mizhawa juga sedang berusaha untuk menghindari Gi Tae semenjak pertemuan mereka sebelumnya.
Gi Tae tidak mengetahui alasan Mizhawa yang kerap kali menghindar atau mengambil jalan lain ketika mereka akan berpapasan, mungkinkah karena kebencian Mizhawa terhadap Gi Tae ataukah terdapat hal lain yang tidak seharusnya dia tunjukkan. Yang pasti Gi Tae bersyukur dengan apapun alasan itu.
Namun itu tidak berselang lama, karena saat akan kepulangannya ke Sun Gu, Gi Tae dan rombongan termasuk Jang Na Yeong, Yang Jeong Ra, Zhao Chu Yi, Cho Ji-hyeon, Kang Dayeon, dan Sun Chaeyun harus berhadapan dengan ketiga putri Hira untuk berpamitan.
Semua sedang berkumpul di halaman istana, ketiga putri Hira saling berhadapan dengan rombongan Gi Tae yang tengah bersiap untuk melakukan perjalanan kembali ke kerajaan masing-masing atau untuk sekedar menunaikan misi.
Ketika Ji-hyeon sebagai perwakilan sedang berpamitan kepada Mozhawa, Gi Tae tanpa sengaja menatap mata Mizhawa begitu pula dengan Mizhawa, dia merasakan ada sorotan kuat yang tengah menatapnya. Dia pun mengarahkan pandangan tajamnya ke Gi Tae.
Hal yang tak terduga selanjutnya terjadi, Mizhawa mengangkat suara yang membuat kaget seisi halaman.
"Kamu! Kamu pembawa kutukan itu!" Mizhawa dengan wajah horrornya terkejut dengan apa yang telah dia temukan dari pikiran Gi Tae. Dia menunjuknya dengan penuh rasa benci yang dibalut takut. Dia takut karena apa yang telah dia lihat didalam pikirannya, dan dia benci karena Gi Tae lah orangnya.
Untuk sesaat, semua terdiam setelah mendengar Mizhawa menyebutkan tentang kutukan itu. Dan setelah mereka sadar dengan maksud dari perkataan Mizhawa, mereka segera menatap Gi Tae yang memasang wajah kagetnya.
Gi Tae yang berdiri paling belakang dari rombongan Ji-hyeon tersadar akan tindakan cerobohnya. Dia langsung menatap balik dengan ketakutan kepada semua mata yang tertuju padanya.
Suasana cerah halaman istana Hira tiba-tiba berubah menjadi genting dan mencekam.
Dengan kebingungan yang masih nampak pada wajah-wajah setiap putri, Gi Tae mencoba untuk menenangkan mereka dengan penjelasannya.
"De-dengarkan aku dulu!" dengan terbata, Gi Tae mencoba mengumpulkan segala keberaniannya.
Dengan posisi Gi Tae tengah menghadap para putri dengan wajah mereka yang sulit untuk dibaca dan dikelilingi oleh prajurit Hira yang telah bersiaga. Gi Tae tidak tahu lagi harus dengan apa dia menjelaskan posisinya.
"Ini tidak seperti yang kalian pikirkan!" Gi Tae mencoba menyangkal Mizhawa.
"Memangnya apa yang tengah kami pikirkan, Gi Sung?" Cho Ji-hyeon mendekat perlahan ke tempat Gi Tae berdiri dengan ekspresinya yang seakan telah mengetahui sesuatu yang tidak seharusnya dia ketahui.
"Aku-- aku akan menjelaskan se-" belum sempat Gi Tae melanjutkan kalimatnya, Sazhawa sudah memotongnya terlebih dahulu.
"Bahkan dia telah berbohong tentang namanya! dia adalah Moon Gi Tae! orang yang terlahir dengan kutukan itu!" Mizha mendekati Gi Tae dengan geram dan tatapan tajam. "Dialah orangnya. Yang telah ditakdirkan untuk membuka jalan kehancuran! Aku tahu ini, kehancuran tepat dihadapan kita!" tambahnya dengan berhenti tepat dihadapan Gi Tae.
Napas Gi Tae sulit dikendalikan, dadanya terlihat naik turun dengan menyatunya emosi dan kebingungannya.
"Mizhawa, hentikan ini! aku tahu kau membenciku, tetapi tidak seharusnya kamu melakukan ini padaku!" emosinya sulit untuk dia kendalikan saat ini. Gi Tae membalas tatapan geram Mizhawa dengan amarah yang terbendung.
Prajurit yang mengelilingi mereka dengan senjata tombak dan perisai melangkah maju, menodongkan tombak mereka ke tubuh Gi Tae secara serempak sebagai peringatan agar dia tidak melakukan tindakan ceroboh kepada Mizhawa.
Kedelapan putri lainnya yang menyaksikan ini sulit untuk mengambil langkah. Dalam beberapa hari terakhir ini, kehidupan mereka bersama Gi Tae bukanlah sesuatu yang dapat membahayakan mereka. Justru mereka senang dengan pendampingannya yang selalu berkata iya dalam situasi apapun. Mereka nyaman dengan kehangatan senyumnya meski dalam keadaan sulit seperti masa yang tengah berlangsung.
Sazhawa yang masih ragu dengan perkataan Mizhawa tidak tega melihat Gi Tae yang terlihat semakin bingung dan takut karena dikelilingi prajurit bersenjata.
"Hentikan Mizha! apakah kamu tidak melihatnya? dia sendiri tidak mengetahui apa yang terjadi! jadi hentikan kebencianmu yang tidak masuk akal itu!" nada tinggi Sazhawa menarik perhatian para putri lainnya.
Mereka berada di ambang kebingungan. Disaat Mizhawa berkata demikian pastinya dia mendengar dan melihat apa yang berada di kepala Gi Tae. Namun ketika mereka mendengar Sazhawa, mereka juga meragukan akan pengakuan Mizha. Karena melihat lagi, diantara mereka hanya Mizhawa lah yang memiliki kebencian terbesar terhadap Gi Tae.
Mizhawa yang saat ini membelakangi Gi Tae untuk menghadapi Sazha, tidak bisa menahan kekeh dari mulutnya. Dia menganggap Sazhawa adalah orang konyol yang tidak bisa memahami perbedaan antara kebencian dan pengakuan.
"Sazhawa, bukankah ini lucu? Apakah rasa suka mu terhadap pembohong ini begitu besar, sehingga kamu mampu menyangkal fakta?" balasan Mizhawa yang terdengar tidak memiliki hati itu membuat Sazha terdiam dan menatapnya dengan ekspresi tak terduga.
"Apakah kamu akan terus begini? melakukan semuanya semaumu? bahkan untuk orang yang tidak pernah menyakitimu?" dengan getir Sazhawa sudah dapat menebaknya. Mizhawa melakukan ini hanya untuk menyalurkan kebenciannya sebelum kepergian Gi Tae.
"Hentikan omong kosongmu Sazhawa!" emosi Mizhawa tidak tertolong, dia berada di puncak amarahnya "bukalah matamu! dia adalah ujung kehancuran kita! dia akan meruntuhkan Daegun dan ketujuh kerajaan, dia akan menjadi alasan dari kematian kita!" tambahnya dengan menatap Sazhawa lebar-lebar.
"Kalian semua, ringkus pembohong ini!" Mizhawa mengalihkan pandangannya kepada para prajurit dan memerintahkan mereka untuk menangkap Gi Tae.
Gi Tae tidak memiliki alibi lagi untuk menghentikan mereka, dengan ekspresi penuh ketakutan di wajah polosnya itu dia memohon kepada prajurit untuk melepaskan dirinya.
Ji-hyeon dan yang lainnya turut kalut dalam suasana. Rencana Ji-hyeon untuk mencari tahu apa yang tengah disembunyikan oleh Gi Tae menjadi sia-sia. Pada mulanya dia ingin mendengar penjelasan yang sebenarnya dari Gi Tae sendiri. Tetapi Mizhawa dan Sazhawa hadir dalam pandangannya dan merusak rencana awal.
Ji-hyeon tidak bisa melakukan apapun untuk menghentikan perintah Mizhawa di istana Hira ini. Akhirnya dia mengarahkan pandangannya kepada Mozhawa yang sedari tadi terlihat tidak percaya dengan apa yang tengah terjadi. Dia memberikan isyarat kepada Mozhawa untuk mengambil tindakan sebelum semuanya terlambat.
Mozhawa terlihat mengerti dengan isyarat yang diberikan oleh Ji-hyeon melalui tatapannya dan menganggukkan kepalanya.
"Tunggu dulu!" perintah Mozhawa secara tiba-tiba, membuat semua mata tertuju padanya.
Gi Tae menatapnya dengan mata berkaca-kaca, menganggap bahwa Mozhawa adalah malaikat penyelamat yang akan membantunya dari permasalahan ini.
Dia tahu dengan jelas bahwa Mizhawa tidaklah salah dengan perkataannya. Dia tahu dia orang yang sepantasnya diburu dan dikuasai. Dia hanya merasa perlu melakukan sesuatu untuk menyelamatkan nyawanya. Kali ini dia tidak berniat untuk berbohong lagi. Dia akan mengatakan segalanya.
"Aku adalah putri mahkota kerajaan Hira, jadi biar aku sendiri yang menghukumnya!"
Ucapan Mozhawa seketika membuat hati Gi Tae hancur.
----
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments