14. Bangsa yang Terkutuk

Sementara itu di ruang pertemuan khusus istana Hira, para putri kerajaan dari negara Daegun belum selesai mendiskusikan sesuatu yang berkaitan dengan masa depan Daegun.

Suasana ruang pertemuan tidak terlalu mencekam, tetapi ketegangan dapat dirasakan oleh setiap jiwa yang menghadirinya.

Didalam ruangan yang cukup lebar hanya dengan beberapa kursi kayu yang mewah dan meja bundar yang besar, Ji-hyeon duduk di ujung tengah sebagai pemimpin diskusi, karena dialah pimpinan para putri untuk masa ini.

Tidak banyak yang mengetahui, bahwa Daegun saat ini berada pada tahun dimana sang putri kerajaan menanggung keruntuhan negara Daegun.

3000 abad yang lalu, penguasa sihir hitam telah menyumpahkan sebuah kutukan kepada para penguasa dari ketujuh kerajaan.

Saat suasa tegang tengah menyelimuti ruang pertemuan khusus, Jeong Ra dan Chu Yi datang dengan untuk menyampaikan sesuatu.

Tetapi segala sesuatu terkadang tidak bisa berjalan dengan apa yang telah direncanakan.

"Maafkan kami datang terlambat, kami mendapatkan sesuatu." ucap Jeong Ra tepat setelah memasuki ruangan.

Jeong Ra dan Chu Yi sedikit membungkuk untuk memberi salam, lalu berjalan mendekati meja rapat.

"Tidak terlalu terlambat, kami juga belum menemukan titik terang sampai detik ini." ungkap Ji-hyeon yang terlihat buntu.

"Apa yang terjadi, mengapa kalian begitu kusut dan kebingungan?" tanya Chu Yi dengan keheranan sambil mengambil tempat duduk disamping Dayeon yang bersebelahan dengan Chaeyun "dan dimana Mizhawa?" tambah Chu Yi penasaran dengan yang terjadi.

Melihat situasi yang ada, membuat Chu Yi dan Jeong Ra lupa dengan hal yang ingin mereka sampaikan.

Tidak menutupi fakta bahwa saat ini Ji-hyeon, Dayeon, Chaeyun, dan Mozhawa terlihat begitu stress, berbeda dengan Sazhawa yang selalu dengan wajah optimisnya.

"Kita tidak perlu memikirkannya, emosinya belum mereda sejak pagi tadi" jawab Mozhawa dengan wajah frustasinya.

"Tidak heran, huh..." Jeong Ra yang mengambil duduk bersebelahan dengan Sazhawa terkekeh kecil dengan menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi untuk melemaskan letihnya.

"Ayolah, kita tidak perlu seserius ini, kalian membuatku ingin beristirahat" cetus Chaeyun yang duduk berhadapan dengan Mozhawa dengan ikut melemaskan tubuhnya ditengah ketegangan.

"Wow..., bukankah kita disini semua menanggung akibat dari huru hara 3000 tahun lalu?" sahut Jeong Ra dengan mengangkat salah satu alisnya.

Tidak disangka, sahutan kecil seperti itu berdampak besar pada para putri. Ketegangan semakin meningkat setelah Chaeyun meninggikan nada bicaranya.

"Apa yang kamu ingin sampaikan? Apakah kamu ingin mengatakan bahwa ini semua disebabkan olehku? oleh kerajaan Sun Gu?" kerutan dahi dan alis Chaeyun menampakkan rasa tidak terimanya.

"Mengapa kamu marah? bukankah memang itu yang terjadi?" Jeong Ra acuh tak acuh mengungkapkan pendapatnya.

"Kalian berdua tolong berhenti!" Ji-hyeon tidak dapat mendengar argumen mereka lebih jauh dan meninggikan suara untuk menghentikan Chaeyun dan Jeong Ra.

Helaan napas lelah dapat terdengar dari masing-masing peserta rapat.

"Aku hanya membicarakan fakta!" Jeong Ra tidak mau kalah dan membantah perintah Ji-hyeon.

Mata yang terbakar dapat terlihat pada Chaeyun. Dia benar-benar tidak terima dengan hinaan Jeong Ra.

Sebelum masalah terlalu jauh melangkah, Mozhawa ikut angkat bicara.

"Cukup Jeong, kita disini untuk berdiskusi bukan untuk memperdebatkan masalah lampau!" dengan tenang dan tegas, Mozhawa yang berada disebelah Sazhawa ikut menenangkan suasana.

"Jika kamu memang merasa ini hanya kesalahan Sun Gu, kamu berhak untuk tidak turut serta dalam diskusi ini!" Chaeyun berdiri dan meluapkan emosinya.

Jeong Ra yang tidak mau kalah ikut berdiri dan semakin tersulut emosi.

"Jika bukan karena keserakahan Sun Gu, maka ini semua tidak akan terjadi! kutukan yang diberikan oleh Penguasa Sihir Hitam tidak akan dirasakan juga oleh kami! hanya Sun Gu! dan hanya Sun Gu saja!" Jeong Ra melampiaskan semua kekesalannya selama ini.

"Jadi kamu berkata bahwa ini kesalahan Sun Gu? Dimana kalian ketika Sun Gu membutuhkan bantuan?" Chaeyun menatap satu-persatu para putri "dimana keenam kerajaan lain ketika permaisuri Sun Gu di culik dan dibunuh oleh mereka?! Bahkan tidak hanya itu saja, kalianlah yang melanggar perjanjian! kalianlah yang membiarkan Sun Gu menderita dan dikucilkan jauh dari keenam kerajaan lainnya!" air mata kemarahan perlahan menetes pada mata merah Chaeyun.

"Chaeyun kumohon hentikan...." pinta Sazhawa dengan ikut menangis, dia tidak bisa jika melihat seseorang menangis, dia akan ikut merasakannya.

"Kalian memintaku untuk berhenti?" Chaeyun mengatupkan rahangnya dan menatap getir Sazhawa "Hira. Kalian bisa saja melakukan apa yang kalian suka, bahkan kalian menganggap wilayah Sun Gu juga milik kalian hingga dengan mudah menjelajahinya. Kalian memiliki kewenangan khusus yang diberikan oleh pendiri Daegun. Tapi dimana? dimana kalian ketika Sun Gu meminta bantuan? Kalian semua menutup mata!" tambahnya dengan menunjuk semua putri dengan air mata terus menetes namun tanpa tangis.

"Chaeyun berhentilah, kita bisa diskusikan ini baik-baik!" Dayeon ikut memohon dalam menenangkan Chaeyun dengan memegang tangan kanannya, dia tidak bisa melihat sahabatnya semakin terluka.

Pandangan Chaeyun beralih ke Dayeon yang berada di sebelah kanannya, dia mengusap air mata yang terus-menerus membasahi pipinya.

"Aku tahu kamu terluka, Jeong Ra sebenarnya tidak berniat untuk sejauh itu" Dayeon berdiri dan memeluknya "kami semua saling peduli, kami semua saling percaya dan menjaga. Selalu ingat hal itu!" tambahnya sembari mengusap kepala Chaeyun untuk menenangkannya.

Tangisan pecah ketika Chaeyun merasakan ketulusan dari pelukan sahabatnya.

Jeong Ra ikut merasa bersalah dan menundukkan kepalanya dengan canggung, dia kembali tersadar bahwa semua ini bukan hanya kesalahan Sun Gu, hanya egonya terkadang tidak bisa dia kontrol.

Chu Yi dan yang lain ikut menunduk untuk merefleksi diri masing-masing.

"Diskusi sampai disini dulu, akan kita lanjutkan lain waktu" Ji-hyeon memberikan pengumuman dan bergegas keluar ruangan. Dia tidak ingin berlama-lama dalam kekalutan.

Sebagai pemimpin para putri dari ketujuh kerajaan, Ji-hyeon lah yang memiliki tanggungjawab terbesar. Seperti yang diketahui, meskipun mereka terlihat baik-baik saja dari luar, sebenarnya beberapa diantaranya tidak bisa mengontrol emosi dan ego dan hal itu tentunya dapat menyebabkan kontradiksi diantaranya.

Demi kelangsungan Daegun, dia terkadang harus mengambil langkah-langkah tak terduga untuk bisa melindungi negaranya.

--

Gi Tae merasa sangat lelah, mengingat dia tidak bisa tidur semalaman dan siang ini dia masih di pasar mengikuti arah kaki Na Yeong melangkah, sama sekali belum beristirahat.

Seharusnya Gi Tae ikut saja dengan Chu Yi dan Jeong Ra yang menuju istana Hira terlebih dahulu, sayangnya Na Yeong tidak mengizinkannya untuk pergi mengikuti mereka. Na Yeong berdalih bahwa Gi Tae masih memiliki tanggungjawab untuk memenuhi hutang budinya.

"Na Yeong... aku sudah lelah, ayo kita kembali saja" rengek Gi Tae yang sudah tidak tahan dengan rasa lelahnya.

"Na Yeong? bukankah kamu melihat aku ini Sazha?" Sazhawa membalikkan badan untuk menatap Gi Tae

Gi Tae terkejut, sebelumnya yang berjalan didepannya adalah Na Yeong, dan sekarang yang dihadapannya adalah Sazhawa.

"Loh, Sazha? bagaimana kamu bisa berada disini? dimana Na Yeong?" Gi Tae kebingungan dan melihat sekeliling, kalau-kalau Na Yeong berjalan duluan.

Lingkungan yang ramai membuatnya kesulitan untuk mencari Na Yeong diantara orang-orang yang melintas.

"Sudah kuduga, kamu memang bodoh! ckckck!" ucap Sazhawa dengan penuh main-main. Ekspresi itu bukan miliknya, pikir Gi Tae dalam hati.

"Oh, Na Yeong... itukah kamu?" Gi Tae bertanya dengan menaikkan salah satu alisnya. Dia mengerti bahwa saat ini Na Yeong juga tengah membuat lelucon klasik dengan merubah dirinya menjadi Sazhawa.

Tidak lama kemudian Sazha merubah diri kembali menjadi Na Yeong dengan perlahan. Gi Tae melihat proses itu dan takjub dengan kekuatan sihir kamuflase.

Tidak ada kekurangan dalam perubahan yang dilakukan Na Yeong. Saat menjadi Sazhawa, dia benar-benar bisa menyerupainya, bahkan suaranya sama persis, tetapi untuk perilaku sepertinya itu tidak bisa untuk mengikuti saat sedang berkamuflase.

"Kamu benar-benar tidak terduga, Na Yeong" Gi Tae menaikkan ujung bibirnya dan tersenyum. Dia merasa bahwa putri yang satu ini memiliki keunikan berbeda dari yang lain. Gi Tae selalu merasa terhIbur dengan apapun yang dilakukannya, tentunya kecuali ketika mereka sedang berargumen.

"Mengapa? apakah aku semakin cantik, tampanku?" Na Yeong tersenyum centil dan mengedipkan mata kanan untuk menggodanya.

Gi Tae tersenyum lebar dengan menampakkan giginya, dia merasa bahwa Na Yeong adalah putri yang bodoh. Lalu mereka melanjutkan perjalanan.

"Ohya, aku ingin bertanya beberapa hal padamu, tentunya jika kamu tidak keberatan?" Gi Tae menatap Na Yeong yang berjalan disebelahnya.

Dia masih terganggu dengan apa yang terjadi dengan para putri dan ingin mengetahui bagaimana sebenarnya mereka.

"Jika aku bisa menjawabnya, akan aku jawab" ucap Na Yeong tersenyum kecil.

"Sebenarnya ada apa dengan Mizhawa? mengapa dia seperti itu kepadaku?" Gi Tae sebenarnya tidak ingin terdengar memiliki hati yang kecil, tetapi jelas perilaku Mizhawa terhadapnya membuatnya berpikir bahwa dia memang tidak seharunya berada dekat dengan mereka.

"Hmmm.... Dia memang seperti itu, tetapi dia sebenarnya orang yang baik. Dia selalu mengutamakan keselamatan saudara dan teman-temannya terlebih dahulu" jawab Na Yeong dengan masih menatap jalanan didepannya.

"Benarkah? apakah dia melakukan itu kepadaku karena merasa aku adalah ancaman untuk kalian?" Gi Tae kembali bertanya dengan menatap keheranan ke arah Na Yeong.

"Mungkin saja, tapi jangan khawatir. Dia memang seperti itu kepada orang-orang baru" Na Yeong mengakhiri jawabannya dengan tersenyum manis.

"Baiklah, terimakasih karena sudah mau mengatakannya" ucap Gi Tae sembari kembali menatap kedepan.

"Oh, aku hampir lupa!" Na Yeong kembali menarik perhatian Gi Tae "kamu jangan sampai memikirkan sesuatu dihadapannya, dia bisa mengetahui pikiran orang lain" tambahnya dengan serius.

"Akan ku ingat" sahut Gi Tae percaya diri.

Ini adalah salah satu informasi penting yang dia dapatkan. Jadi dia tidak boleh memikirkan bagaimana kehidupannya dihadapan Mizhawa, kemampuan sihirnya tentu bukan main. Dia bisa mengetahui apapun yang orang lain tengah pikirkan.

Tidak heran Mizhawa menyerang Gi Tae pagi ini, karena saat itu Gi Tae tengah memikirkan tentang dahsyatnya kecantikan Mozhawa, dia bahkan memikirkan sesuatu yang tidak seharusnya dia pikirkan.

"Aish!!" Gi Tae menggelengkan kepala mengingat betapa bodohnya dia.

"Kenapa?" tanya Na Yeong penasaran.

"Tidak... bukan apa-apa" jawabnya dengan canggung.

Semoga dia bisa melewati semua ini tanpa ada permasalahan.

 

Episodes
Episodes

Updated 51 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!