Gi Tae merasakan belaian dari tangan lembut di wajahnya, sepertinya untuk pertama kali di hidup Gi Tae dia merasakan mimpi seperti ini. Mimpi yang terasa begitu nyata, seperti mimpi-mimpi dia sebelumnya, tapi ini berbeda. Jika biasanya dia hanya bermimpi tentang perburuan dan kutukan-kutukan, kali ini dia bermimpi dibelai dengan penuh kasih dan rasanya pun dia seperti sedang berada di surga dengan ranjang yang empuk dan nyaman hingga membuat kedua matanya perlahan terbuka.
Benar saja, dia sedang berada di surga. Gi Tae melihat sosok perempuan cantik yang tersenyum tepat dihadapannya, wajahnya halus dan bersinar layaknya sang dewi, tangannya juga mulus khas penduduk khayangan.
Gi Tae tersenyum menatapnya, dia merasa panah yang menancap dadanya tadi benar-benar membuatnya meninggal. Ada perasaan sedih ketika mengingat semua yang telah dia lalui di dunia bersama orang tuanya dan harus rela meninggalkan mereka dengan cara seperti ini, namun perasaan senangnya lebih mendominasi karena kini dia didampingi dewi yang teramat sempurna.
"Sudah selesai berimajinasi?" gadis yang sedari tadi berdiri di dekat pintu dengan menatap Sazhawa dan Gi Tae akhirnya mengangkat suara dengan ketus. Tangannya terlipat di atas dadanya dengan angkuh, bibirnya menyeringai sinis ke arah Gi Tae, tentu dia mampu mengetahui pikiran Gi Tae saat ini.
Hal ini membuat Gi Tae tersadar bahwa dia bukan di surga. Dia bergegas bangkit dan duduk diranjangnya saat ini dan menoleh ke arah Mizhawa keheranan lalu diikuti dengan kembali menatap Sazhawa dan semakin heran.
"Loh... kalian? aku? aku bukan di surga?" Gi Tae menunjuk kedua gadis lalu mengarahkan telunjuknya ke dirinya sendiri. Persis seperti kebanyakan orang bodoh lakukan.
Sazhawa menghela napas sambil menatap kesal Mizha.
"Mengapa? memangnya aku salah menyadarkannya?" Mizha membantah helaan napas Sazha dengan acuh usai mengetahui bahwa Sazha hendak mengomelinya lagi.
Sazhawa tidak bisa berkata lagi dan hanya memutar matanya mengalihkan pandangannya kembali kepada Gi Tae.
"Apakah kamu sudah ingat? kami menyelamatkanmu di hutan." Sazhawa mencoba menarik perhatian Gi Tae dengan lembut karena sedari tadi dia hanya melihat sekelilingnya sambil kebingungan.
Gi Tae akhirnya memusatkan pandangannya kembali kepada Sazhawa. Dia kembali mengingat wajah-wajah mereka.
"Kelinci? panah?!" Gi Tae panik mengingat kembali bahwa dia terkena panah. "Bagaimana aku masih hidup??" dia bertanya kepada dirinya sambil meraba-raba bagian yang tadi terluka.
"Apa kamu tuli? kami menyelamatkanmu!" Mizha membentak Gi Tae yang bersikap bodoh dihadapan para putri raja.
Sazha dan Gi Tae menatap kejut Mizhawa. Sazha kehabisan akal dengan sikap adiknya. Sedangkan Gi Tae adalah tamu dikerajaannya yang seharusnya bisa lebih dihargai.
"Ya... meskipun aku tidak ikut tangan dalam penyelamatan bodohmu itu, tapi bukankah kamu sekarang juga masih di dalam kerajaan kami?" Mizha perlahan mendekat dan dengan ketus memberitahukannya bahwa sekarang dia sedang berhadapan dengan putri raja.
"Kerajaan? aku??" Gi Tae masih belum bisa berpikir logis.
Akhirnya Sazha duduk di pinggir ranjang dan meremas tangan kiri Gi Tae dengan lembut.
"Saat ini kamu sedang berada di kerajaan Hira" ucap Sazha dengan penuh kesabaran "aku Hira Sazhawa, Putri kedua dari Raja Hira Uchiyama, dia adikku Hira Mizhawa." sambil mengarahkan wajahnya untuk menunjuk Mizhawa yang ada di sisi kirinya lebih sedikit kebelakang, Sazha mengenalkan diri mereka "dia sedikit tempramental..." diikuti dengan bisik lirihnya ke telinga Gi Tae untuk mencairkan suasana.
"Aku bisa mendengarnya, Sazha!" Mizhawa melirik kesal ke arah saudaranya.
Sazhawa hanya tersenyum geli kepada Gi Tae setelah mendengar ucapan adiknya. Gi Tae membalas senyuman Sazha dengan tulus.
"Dan kalau boleh tahu, siapa namamu, tampan?" Sazha mengedipkan mata kanannya ke arah Gi Tae. Itu adalah hal yang biasa dilakukannya ketika bertemu dengan pria tampan sepanjang waktu.
Tentu saja hal ini membuat Gi Tae terperangah, dia kaget dengan perilaku putri Sazhawa. Jantungnya berdegup keras, hingga mungkin bisa didengar oleh Sazha.
Gi Tae sontak berdiri dan lalu membungkuk untuk menyembah dihadapan Sazhawa dan Mizhawa dengan penuh ketakutan. Dia baru tersadar mereka adalah para putri raja, dan Gi Tae dengan santainya berbicara kepada mereka. Jangan tanya, memang kesadarannya sedikit terlambat. Jezz.
"Maafkan hamba tuan putri, hamba yang tidak tahu diri ini pantas untuk diberi hukuman!" Gi Tae pasrah dengan kecerobohannya dengan terus meminta maaf sembari menyembah.
Sazha terkejut keanehan dengan sikap Gi Tae, bukankah tadi dia tersenyum dan baik-baik saja, apa yang terjadi padanya? pikirnya dalam benak.
"Baguslah jika kamu sadar... sekarang kamu harus dihukum gantung atas ketidak sopananmu!" Mizhawa membaca pikiran Gi Tae dan sengaja menakut-nakutinya, dia terlihat senang dengan pemandangan dihadapannya.
Gi Tae merasa nyawanya benar-benar berada di ujung tanduk. Sebelumnya dia dipanah oleh putri Mizhawa dan setelah berhasil selamat kini dia harus dihukum gantung. Kutukan apa lagi yang telah dibawanya? bukankah kutukannya hanya mencium saja? ini tidak ada di naskah kakeknya.
Mizhawa cekikikan melihat ekspresi takut diwajah Gi Tae dan merasa senang telah membuat orang lain menderita.
"Mizhawa, hentikan! kamu sudah tidak waras ya?!" Sazha tidak bisa tinggal diam melihat Gi Tae ketakutan dan mengangkat tubuhnya untuk berdiri sejajar dengan mereka.
Gi Tae akhirnya berdiri dan tetap sambil menunduk ketakutan. Tidak pernah terbayang dihidupnya bahwa dia akan berakhir di tiang gantungan kerajaan Hira.
"Tidak akan ada yang menghukummu, tampan, kemarilah" Sazha menenangkan Gi Tae yang tengah panik. Dia tidak segan menggenggam tangan Gi Tae untuk membuatnya lebih tenang.
Mizhawa hanya memutar matanya kesal dengan kakaknya yang selalu berlebihan.
--
Setelah semuanya cukup membaik, Sazha menyarankan Gi Tae untuk beristirahat kembali, karena meskipun sisa luka tidak tampak lagi di dada Gi Tae, namun rasanya akan kembali jika dia kehabisan tenaga. Itu panah sihir ngomong-ngomong.
Jelas Gi Tae tidak akan dapat beristirahat dengan tenang, mengetahui dia sedang berada di dalam istana, dan dia adalah sang "Blessing Curse" si pembawa kutukan berkah yang selama ini diincar baik oleh penyihir maupun ketujuh kerajaan.
Dia menganalisis dari sikap kedua putri raja tadi, sepertinya Mizhawa bisa membaca pikiran, untung saja Gi Tae sama sekali belum memikirkan hal ini sebelumnya. Dan untuk Sazhawa, Gi Tae belum tahu pasti apa kekuatan sihirnya, apakah dia bisa membuat perasaan orang menjadi tenang karena saat berada didekatnya, dia selalu merasa nyaman, ataukan membuat orang lain jatuh cinta karena bisa membuat hatinya berdegup cepat.
Entah apapun itu, saat ini yang ada dipikiran Gi Tae adalah kabur dari istana ini. Benar, mumpung tidak ada yang mengawasinya, dia harus segera kabur.
----
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Aurora
Suka Ceritanya, masuk favorit ah... 😍👌
2023-04-08
0