Moon Gi Tae POV.
Aku masih terus berlari dengan ketakutan, sesekali menoleh kebelakang untuk memantau para pemburu yang sedang mengejarku. Di tengah hutan yang asing dan gelap terdapat tiga pemburu yang mengetahui keberadaanku. Aku tidak tahu bagaimana hal ini bisa terjadi dan saat ini mereka melontarkan anak panah secara beruntun ke arahku.
Nafasku tersengal dan tidak memiliki waktu untuk berpikir. Meskipun terus berlari, anehnya kakiku tidak merasakan lelah, namun adrenalinku terpacu begitu kencang.
Hingga akhirnya sebuah anak panah mengenai punggung kiriku membuatku terhuyung dan lalu tersungkur.
Ketiga pemburu mendekatiku perlahan, meski mereka begitu dekat, namun aku sama sekali tidak bisa melihat wajah mereka, semua terasa samar. Satu dari mereka lebih mendekat lagi kearahku dengan mengeluarkan pedangnya.
"Siingg..."
Perlahan pedang sang pemburu yang berada di depanku keluar dari sarungnya.
Dia mengangkat tinggi pedangnya menggunakan kedua tangan miliknya dan hendak menebas kepalaku.
Saat pedangnya diayunkan dengan hampir mengenai leherku.
Akupun terbangun...
Aku terduduk dengan napas yang terengah-engah, keringat bercucuran di dahi dan seluruh badanku, membuat pakaianku sedikit basah. Aku melihat sekelilingku hingga akhirnya sadar bahwa aku sudah ada di rumahku. Rumah kayu kecil yang ku tinggali bersama ayahku, Moon Yongjae, dan ibuku Jung Jieun.
"Aku bermimpi lagi" gumamku kelelahan.
Aku berdiri untuk mengambil gelas bambu yang terdapat di meja kayu dekat dengan ranjang tidurku. Menenggaknya dengan perlahan dan mulai mengatur pernapasan.
Setelah kurasa sirkulasi darahku mulai berjalan normal, aku bersiap untuk memulai aktifitas seperti biasa.
Mimpi buruk seperti itu kerap kali terjadi padaku. Ayah dan ibuku sudah memberikan peringatan sejak aku masih kanak-kanak.
- flashback -
Saat itu umurku masih 8 tahun, aku melihat seorang anak perempuan kecil ketika aku ikut ibuku ke pasar desa untuk mencari kebutuhan. Anak perempuan tersebut terlihat memandangiku dengan wajah datarnya, namun matanya tidak lepas dari setiap gerak gerik ku.
Aku yang penasaran mencoba untuk mendekatinya, tentu ibuku tidak mengetahui hal ini hingga ibu kehilangan pandangannya terhadapku.
Saat aku mencoba mendekati gadis itu dikeramaian, dia justru membalikkan badannya untuk berjalan mengarah ke dalam kawasan yang lebih ramai pengunjung.
Aku hampir kehilangannya karena kita sama-sama kecil. Aku merasa energinya begitu kuat untuk memanggilku mengikutinya.
'Siapa dia?', benakku. Namun tanpa kusadari, dia menggiringku untuk masuk ke dalam hutan kecil di pinggir desa berbeda dengan hutan dekat rumahku.
Jalanan yang kecil membuatku menyadari bahwa ini bukanlah daerah yang aku kenal. Saat aku tersadar akupun kehilangan gadis kecil itu. Sorot matanya yang begitu kuat sudah tidak lagi kurasakan.
Aku tersesat, ibuku tidak lagi disisiku. Aku mulai berteriak panik.
Apa yang bisa diharapkan dari seorang anak laki-laki kecil?
"buuu...!" teriakku memecah keheningan hutan.
Tidak ada yang menyahut, hanya angin yang berhembus membuat pepohonan saling sapa.
Hutan ini begitu sepi, dan aku semakin ketakutan.
"ibuuu...!" teriakku lagi mencoba meraih pendengaran ibuku sembari mendongak kearah pepohonan.
"iya anakku, ibu disini" akhirnya aku melihat sosok ibuku setelah aku membalikkan badan.
Aku tersenyum tulus dengan menatapnya, merasa seakan ketakutanku sirna. Namun tidak begitu lama, senyumku menghilang karena ibuku perlahan berubah wajah menjadi seorang wanita tua yang bungkuk dan menyeramkan.
Aku gemetar melihat pemandangan ini dan perlahan berjalan mundur. Namun hal buruk menimpaku, lagi. Aku terjatuh kebelakang karena ketakutan. Aku terus mundur dengan menggunakan kedua siku dan kakiku, badanku menyapu jalan setapak yang dipenuhi rumput disamping kiri kanannya dibawahku.
Wajah takutku belum menghilang dan wanita tua itu terus terkekeh sambil mendekat kearahku.
Aku tidak ingin mati ditangannya. 'ayah ibu... tolong aku...!' pikiranku berteriak memanggil siapapun yang muncul di benakku.
Tangan penyihir tua akhirnya meraih pundakku dan menarikku berdiri. Dia tidak memiliki tongkat dan sebagainya, hanya saja wajahnya tuanya begitu menyeramkan tubuhnya juga memiliki punuk dipunggungnya dengan pakaian compang camping.
"Kamu adalah mantra untuk orang sepertiku, energimu memanggil kami. Ikutlah denganku dan kamu akan hidup bahagia sesuai keinginanmu" penyihir tua berbicara dengan suara berat dan terkekeh kepadaku.
Mataku terpejam kuat saat dia mendekatkan bibirnya kearahku. Ketakutan tidak bisa lagi kujelaskan melalui kalimat. Badanku merinding dan gemetar dengan hebat. Aku tidak memiliki siapapun untuk menolongku dan hanya terisak ngeri dihadapannya.
Namun belum juga hal buruk itu terjadi, aku sudah ditarik dan dibawa terbang oleh seseorang begitu cepat.
Aku masih memejamkan mata, menginterpretasi rasa takutku.
"Gi Tae, bukalah matamu nak" aku mendengar suara lembut ayahku.
Apakah benar yang kudengar ini? Dengan menguatkan hati, aku membuka kedua mataku secara perlahan.
Dihadapanku telah terdapat ayah dan ibuku yang duduk berlutut membelai pipiku dengan khawatir.
Kali ini aku percaya mereka adalah orang tuaku, aku dapat merasakannya dari mata mereka. Akupun menangis tersedu-sedu sambil memeluk keduanya.
Setelah itu, ayahku melepaskan pelukan kami. Dengan perlahan dia berpesan kepadaku "Gi Tae, jangan pernah kamu mengulangi hal ini lagi. Jangan pernah meninggalkan sisi orang tuamu, apapun yang terjadi."
Aku mengangguk dengan perlahan sambil tetap terisak. Aku menyesali kejadian mengerikan hari itu. Hari itu memberi tahuku bahwa aku hanyalah barang yang dikejar oleh setiap orang untuk dijadikan pusaka.
- end of flashback -
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Aurora
Hadir thor, mampir juga di karya ku ya...
2023-04-08
0