18. Hutan Kebangkitan

Moon Gi Tae POV.

Aku terus berjalan mengikuti kakiku melangkah. Aku tidak tahu apa yang terjadi sebelumnya, tetapi terakhir kuingat energi hebat tiba-tiba menjalar diseluruh tubuhku membuatku hilang kesadaran dan aku terbangun di sebuah hutan. Aku tidak tahu di wilayah kerajaan mana hutan yang saat ini kupijak berada. Hanya kegelapan hutan yang asing namun juga terasa begitu akrab denganku.

Aku merasa seperti pernah mendatangi hutan ini sebelumnya, tapi dimana. Kabut hitam terus menutupi pandangan sekitarku, hanya dingin dan sepi mengiringi perjalananku.

Aku teringat sesuatu, ini seperti yang ada didalam mimpiku, aku sering berjalan seorang diri seperti ini sebelumnya. Seperti ada sebuah teka teki yang harus kupecahkan, tetapi aku sendiri tidak tahu dari mana harus memulainya.

Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang membuat langkah kakiku terhenti. Aku melihat sekelilingku, seperti ada sesosok yang menatapku. Bukan, ini bukan hanya satu, tetapi mereka seperti tengah menatap tajam setiap gerak gerikku, membuatku merinding dan gemetar seluruh tubuh.

Tidak lama kemudian sosok hitam dengan mata bersinar merah muncul dari gelapnya kabut hutan, diikuti oleh sosok lainnya yang ikut bermunculan satu persatu hingga mereka semua mengelilingiku dengan sorotan merah darah dan wajah hitam pekat yang bahkan tidak dapat kulihat dengan jelas bagaimana rupa mereka.

Kepala mereka tertutupi jubah hitam sebagai seragamnya dan tubuh mereka tinggi membungkuk, hampir mirip dengan malaikat pencabut nyawa.

Rasa takut sudah bukan lagi kata yang bisa menjelaskan bagaimana posisiku saat ini. Aku ingin sekali berteriak untuk meminta bantuan, tetapi untuk sialku tidak ada sepatah katapun keluar dari mulutku. Leherku terasa berat hingga membuatku kesulitan untuk berbicara.

Aku terus menatap mereka dengan ngeri, tidak ada yang bisa membantuku. Mereka perlahan mendekatiku dengan mengeluarkan suara rancu yang tidak bisa kumengerti. Seperti erangan atau sebuah mantra yang mengelilingi kepalaku secara bersamaan. "Apakah ini?! siapakah mereka? tolong bantu aku! kumohon..." pintaku dalam hati.

"Gi Tae! bangunlah!" sebuah suara akhirnya menggapaiku dalam ketakutanku.

"suara itu, itu seperti milik Mizhawa!" gumamku setelah mendengar sebuah suara datang dari antah berantah "Mizhawa! itukah kamu?" tanyaku memastikan bahwa itu memang suara miliknya.

"Ya! ini aku, bangunlah! sebelum semuanya terlambat!" suara itu datang lagi dan memintaku untuk bangun.

Apa maksudnya? bukankah saat ini aku tengah sadarkan diri? bagaimana aku harus bangun lagi.

Aku tidak bisa memikirkan semuanya dengan baik dan hanya terus berputar melihat sosok yang ada di sekelilingku memutari tubuhku yang berdiri di tengah mereka. Apakah mereka mengucapkan mantra? mantra apa yang sedang mereka bacakan?

Tiba-tiba tubuhku terasa berat dan sulit untuk kugerakkan. Sesuatu seperti memaksaku untuk berlutut dan aku dengan terpaksa mengikuti perintah yang ada di tubuhku. Aku berlutut dengan menutupi telingaku rapat-rapat, tidak ingin mendengar mantra mereka yang semakin kuat kurasakan.

"Gi Tae! cepat bangun! fokuskan kesadaranmu!" suara Mizhawa datang lagi dengan lebih memerintah.

Aku harus bangun, yah! aku harus mengendalikan kesadaranku.

Aku mencoba untuk menenangkan diri dengan mengatur pernapasanku. Aku belum pernah melakukan ini sebelumnya, hanya ayahku pernah mengajariku tentang cara mengatur pernapasan saat kami sedang berlatih.

Aku mulai mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya, aku mengulanginya hingga tubuhku terasa lebih tenang. Aku mencoba fokus dengan apa yang terjadi didalam pikiranku. Jika hutan ini terasa seperti yang ada didalam mimpi, bukan tidak mungkin bahwa saat ini aku juga tengah bermimpi. Mimpi yang terasa begitu kuat hingga seperti sebuah kenyataan.

Jika aku bermimpi, maka aku harus bangun untuk mengakhiri semua kisah buruk ini. Aku harus bangun, seperti yang dikatakan oleh Mizhawa, aku harus bangun dari mimpi buruk ini.

Aku terus mengulang perkataan itu di alam bawah sadarku, hingga akhirnya aku merasa jiwaku melayang ke suatu tempat yang lebih terang. Aku membuka mataku kembali dan menemukan diriku didepan sebuah batu lebar dengan seseorang diatasnya.

Orang tersebut seperti tengah bermeditasi dengan kaki yang bersila dan mata yang tertutup. Pakaiannya lusuh dan kuno, jenggot dan rambutnya putih panjang dan berombak dengan rambut tergelung dibagian atas. Dia seorang petapa tua dengan energi yang begitu kuat. Entah mengapa aku bisa merasakan energinya, seperti sesuatu telah terjadi padaku hingga aku lebih sensitif terhadap energi disekitarku.

Aku mendekati petapa tua ini dan semakin memperhatikannya.

"Kamu akhirnya mendatangiku... ini berarti takdir telah memulai langkahnya" ucap pak tua ini yang kemudian membuka matanya perlahan.

Saat matanya sepenuhnya terbuka, senyum di bibirnya dapat terlihat. Aku merasa lega setelah menganggap bahwa pak tua ini bukanlah ancaman bagiku. Senyumnya membawa ketenangan layaknya seorang kakek yang datang kepada cucunya ketika mereka membutuhkan perlindungan. Sayangnya dalam kasusku, aku belum pernah sekalipun melihat senyum kakekku, bahkan wajahnya saja aku tidak mengetahuinya.

"Aku mendatangimu? aku tidak melakukan itu, tubuhku yang menggiringku kesini" ucapku menjelaskan kedatanganku.

"Ekh.. ekh... ekh..." pak tua itu terkekeh kecil lalu berdiri dari duduknya.

Dengan badan yang sedikit terbungkuk dia menghampiriku dengan saling mengaitkan kedua tangannya di belakang tubuhnya.

"Itu artinya, kamu datang padaku anak muda..." tambahnya dengan tersenyum di akhir kalimatnya.

Aku hanya berdiri dengan menatap heran kepadanya. Aku tidak bermaksud untuk bersikap kasar, tetapi aku sendiri tidak tahu bagaimana bisa sampai disini.

"Jika memang aku datang padamu, pasti ada sesuatu yang ingin aku ketahui darimu" ucapku dengan mengambil kesimpulan dari kebingunganku.

"Hmm... seperti yang kulihat, kamu sebenarnya bukan pemuda yang bodoh. Tetapi memang terkadang kamu perlu stimulus untuk menjadi pemberani" pak tua itu lalu kembali berjalan mengikuti langkah kakinya secara perlahan sembari memberikan penjelasan. Matakupun tidak bisa lepas dari setiap gerakannya, dan aku tanpa sadar mengikuti langkahnya dari belakang.

"Didalam kehidupan ini tidak ada yang namanya kebetulan. Semua telah ditakdirkan sebagaimana mestinya... Tubuhmu dan jiwamu telah memiliki garis takdirnya sendiri. Meski mereka berkata itu miliknya, tetapi hanya kemurnian dan kebajikan hati yang tuluslah yang mampu membuktikan bagaimana kamu akan berjalan menentukan takdirmu." pak tua berhenti dari langkahnya dan kembali menatapku "Entah takdir apa yang akan datang kepadamu... yang harus kamu lakukan adalah terus berjalan dan membuat takdirmu sendiri." tambanya dengan suara yang tenang dan bijaksana.

Ini membuatku merasa tenang, seketika aku lupa dengan masalah yang tengah aku hadapi. Dan ditempat yang terlihat seperti negri dongeng ini, aku bisa merasakan semua energi positif tersalur dengan damai dari setiap sudut hutan yang begitu cantik ini.

Aku ingin berada disini selamanya, aku tidak ingin kembali keduniaku yang dipenuhi dengan energi negatif yang selalu mengintai.

"Kamu tidak bisa terus berada disini... ada banyak tugas yang harus kamu selesaikan dikehidupanmu" seakan pak tua ini mendengar suara yang ada di pikiranku, dia melarangku untuk berlama-lama disini.

Perkataannya membuat suasana hatiku seketika berubah. Tanpa kusadari aku menghela napas panjang dan memasang wajah masam.

"Aku ingin hidup ditempat ini saja. Duniaku adalah tempat yang mengerikan. Aku hanya mati berulang kali lalu ditangkap tanpa mengetahui kesalahan terbesarku yang selalu mereka bicarakan" saat memikirkan hal itupun membuatku pesimis dan sedih. Seakan aku tidak memiliki hak untuk hidup di alam manapun.

Pak tua mendekatiku dan mengusap punggungku dengan perlahan, itu membuatku kembali tenang dan damai.

"Kamu bisa tinggal disini semaumu setelah tanggungjawabmu kau tunaikan" dia menarik dan kembali mengaitkan tangannya dibalik tubuhnya "kesembilan gadis yang kau temui. Mereka adalah kunci yang dapat membantumu menyelesaikan masalah yang dibawa oleh kutukanmu... Bersatunya kesembilan cahaya ditanganmu dapat mengalahkan sihir hitam. Tetapi dengan perseteruan kalian... maka bayangan hitam yang ada padamu akan semakin kuat. Ingatlah selalu hal ini!"

Setelah berkata demikian, petapa tua itu berjalan mundur dan membungkuk perlahan seperti seseorang yang tengah memberi hormat lalu menghilang ditelan angin.

----

Episodes
Episodes

Updated 51 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!