Senja tampak begitu indah sore itu. Matahari tengah menuju keperaduannya, membiarkan insan beristirahat dengan pelukan gelap malam. Terlihat seorang gadis manis berhijab biru muda tengah berdiri di halte bus. Gadis tersebut mengenakan blouse berwarna navy dipadukan dengan rok rample warna hitam. Tas kerja ia sandang di bahu kanannya. Wajahnya yang manis dan teduh tertunduk melihat jam di ponsel miliknya.
Namun sepertinya ia sedang tidak menunggu bis, karena ia tak kunjung naik saat bis datang. Ia hanya sesekali melihat ke arah orang orang yang naik turun bus dari halte tersebut.
Dudut dudut dudut....
Suara sebuah motor tua tampak tenggelam diantara suara kendaraan yang lain. Motor itu berhenti tepat di depan halte bus. Sang gadis tersenyum melihat motor tersebut.
" Maaf abang agak telat, tadi nganterin belanjaan dulu." kata seorang pria yang menaiki motor tersebut.
" Iya bang nggak pa pa. Lagian Lia juga baru keluar dari kantor kok." jawab si gadis berhijab.
" Ya udah yuk langsung pulang biar magrib udah di rumah."
Motor tua itu melaju sesuai dengan kemampuannya, tidak cepat juga tidak lambat.
1 jam berlalu Lia dan seorang pria yang dipanggil abang olehnya itu sampai di rumah.
" Alhamdulillaah.... Pas banget magrib. Assalamualaikum."
" Waalaikum salam."
Suara seorang wanita paruh baya terdengar dari dalam. Lia mendekat dan meraih tangan ibu nya tersebut.
" Buruan mandi nak lalu makan malam. Abang juga ya bang."
" Iya bu." Jawab abang dan Lia bersamaan.
Setelah selesai mandi dan sholat magrib, ibu, abang, dan Lia makan malam bersama.
" Lho... Bapak mana buk?"
Lia melihat sekeliling, sedari tadi pulang kerja dia tidak menemui sang ayah sama sekali.
" Huft.... Nggak usah tanya dimana bapakmu. Dia pergi dari tadi pagi belum pulang juga. Pasti lagi kumpul sama teman teman nya."
Lia terdiam, ia sendiri sangat paham dengan kelakuan bapaknya itu. Jika Lia habis gajian maka sang bapak akan minta uang kepada Lia dan pergi tidak akan pulang. Bapaknya itu bisa pergi selama seharian penuh bahkan bisa dua sampai tiga hari.
" Bang... Gimana ngajar ngajinya? Masih lancar?"
" Alhamdulillaah dek. Semakin banyak yang mau ngaji. Abang seneng kalau anak anak antusias begitu."
" Alhamdulillaah... Bang Ahmad emang hebat."
Pembicaraan ringan di meja makan itu membuat Lia bahagia. Meskipun mereka hidup dalam kesederhanaan tapi Lia sangat bersyukur. Dalam hati, gadis manis berhijab itu memiliki tekad dan keinginan yang besar. Ia ingin sekali bisa mendirikan yayasan perguruan agama untuk sang kakak.
Bukan tanpa sebab, Ahmad Khoiri kakak Lia sangat menyukai dunia mengajar. Dia yang lulusan pondok pesantren sangat ingin mengajar anak anak belajar agama.
Brak.....
Pintu rumah mereka terbuka dan seseorang terjatuh dari balik pintu.
" Astagfirullaah bapak..."
Widya yang melihat suaminya terjatuh dari berteriak histeris.
Lia dan Ahmad pun bangkit membantu Setyo berdiri dan memapahnya ke kursi. Bau alkohol tercium dari mulut Setyo.
Ahmad mendengus kesal, ia tahu pasti bapaknya itu habis minum minum bersama teman temannya.
" Heh... Brengsek... Kalian ngapain heh.." Setyo berteriak tidak jelas. Tiba tiba ia mencengkeram pergelangan tangan Lia dengan erat.
" Pak... Sakit..." Lia meringis kesakitan.
Ahmad yang melihat adiknya kesakitan langsung mencoba melepaskan cengkraman Setyo.
"Brengsek....!"
Bugh...
Bukannya melepaskan tangannya Setyo malah hendak memukul Lia, beruntung Ahmad sigap menghadang jadi Ahmad lah yang terkena pukulan Setyo.
" Mas... Cukup. Lihat siapa yang kau pukul. Dia anak anak mu."
" Cuih... Anak- anakku? Anak anak tidak berguna. Gara gara mereka aku kalah judi."
" Pak... Istigfar... Judi itu haram." Lia mencoba menasehati.
" Anak sialan... Ini juga karenamu. Uang yang kau berikan entah telah kau beri jampi jampi apa sehingga aku tidak pernah menang."
Setyo terus merancau memaki Lia dan Ahmad. Menurutnya mempunyai anak seperti mereka merupakan kesialan.
Widya hanya bisa menangis melihat suaminya yang tidak pernah berubah.
Lia dan Ahmad pun membawa Widya masuk ke Lia. Keduanya pun takut kalau Widya akan jadi sasaran amukan bapak mereka.
" Sudah bu... Jangan menangis lagi."
" Lia... Maafin ibu ya nak. Kalau kalian tidak betah tinggal di rumah ini kalian bisa mencari tempat tinggal lain nak. Biar tidak terus di ganggu bapak kalian."
" Bu... Kalau kami berdua keluar dari rumah ini ibu juga harus ikut."
Ahmad berucap tegas. Dia sebenarnya sudah sangat muak dengan kelakuan bapaknya itu.
Sebagai seorang ayah, selama ini Setyo tidak pernah jadi figur ayah yang baik. Sebaliknya, Setyo yang gemar bermain judi dan minum minuman keras malah selalu berbuat buruk kepada keluarganya.
Tak jarang baik Widya, Ahmad, dan Lia menjadi sasaran amukan Setyo. Widya bukannya diam saja. Berulang kali Widya meminta berpisah tapi Setyo akan memohon mohon untuk tidak berpisah dan berjanji untuk berubah. Namun janji tinggal janji, Setyo kembali lagi pada kebiasaan buruknya.
TBC
Hay readers... Karya baru othor nih heheheh... Dukung othor dengan saweran Like, Komen, Subscribe, dan Vote nya ya.
Matursuwun, Terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Nur Bahagia
wes pateni wae
2024-10-08
0
komalia komalia
gemes banget jadi nya sama laki modelan si adit sama si prasitio
2024-09-07
0
Memyr 67
𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗮𝗷𝗮. 𝗹𝗶𝗮 𝗺𝗮 𝗮𝗱𝗶𝘁 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗽𝘂𝗻𝘆𝗮 𝗹𝗮𝘁𝗮𝗿 𝗯𝗲𝗹𝗮𝗸𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗲𝗹𝘂𝗮𝗿𝗴𝗮 𝗿𝘂𝘀𝗮𝗸
2024-08-05
0