Lily mempersiapkan segala sesuatu sebelum bepergian ke luar kota. Termasuk botol-botol asi ekslusifnya.
Kali ini ada kurir, jadi sebelum pergi ke luar kota, Lily bisa mengirim asi miliknya hingga sampai ke tangan Nina dalam kondisi baik.
Menjadi karyawan khusus Axel memang luar biasa, bahkan di hari ke duanya bekerja, Lily sudah harus ikut keluar kota. Bisa jadi, seminggu kemudian ia ikut keluar negeri.
Its okay lah, asal bisa mengumpulkan banyak uang untuk membuka usaha bersama sang putri, Lily tak masalah. Sejenak ia titipkan dahulu Baby Livia pada Nina. Sekarang waktunya mengejar setoran.
Sepatu heels Lily menapaki seluruh ruangan luas di lantai 18. Yah, sebanyak itulah lantai di gedung perkantoran ini.
Sebab tak hanya satu kantor pusat saja, Millers-Corpora memang sengaja membuat gedung tinggi menjulang ini untuk disewakan pada beberapa perusahaan kecil di lantai- lantai tertentu.
Lily berlari menuju ruangan sang Tuan. Di sana Axel sudah duduk dengan ekspresi wajah sedingin Antartika.
Swipe....
Pintu kaca geser otomatis milik Axel terbuka. Lily segera masuk menyertakan deru napas tak keruan. Model busana Lily sama seperti kemarin hanya berbeda warna saja.
Yang berbeda justru tas bahu besarnya. Lily membawa beberapa helai pakaian untuk ganti.
"Lima menit sembilan detik, kamu telat." Kata sambutan manis dari Axel teruntuk dirinya.
Lily menyengir. "Tadi saya tidak kebagian lift Pak. Yang lain nggak mau satu lift sama saya." Jelasnya.
"Mulai besok tidak ada lagi alasan itu. Kamu bisa pakai lift ku bukan?"
"Iya." Lily mengangguk.
"Sekarang siapkan gambar-gambar rancangan interior terbaru perusahaan kita sebelum bertemu dengan Mr. Lei Feng." Titah Axel.
"Baik." Lily menyengir sebelum tubuhnya berputar haluan. Ia keluar dari ruangan tersebut lalu menyatroni meja kerja miliknya.
Tepatnya di pukul setengah sembilan. Lily dan Axel berjalan beriringan untuk keluar dari gedung perkantoran.
Segala keperluan sudah di tata rapi oleh Rudolf sang asisten personal. Terlihat, Rudolf sudah menunggu di sisi bagasi.
"Hay, hola, Lily cantik." Pria berusia 24 tahun itu menyapa rekan kerjanya.
Lily tersenyum. "Hay, ..." Lalu meletakkan tas tasnya ke dalam bagasi.
"Dia Rudolf, rekan kita yang aku ceritakan." Axel masuk ke dalam mobil sembari berkata demikian.
Lily seketika beralih kembali pada pria tinggi berkulit putih itu. "Oh, kenalkan aku Lily, Mas."
Rudolf tergelak. "Jangan Mas lah, Rudolf ajah biar lebih akrab." Katanya.
"Ok, Rudolf."
"Sekarang berangkat." Rudolf kemudian memasuki pintu kemudi. Otomatis, Lily pun ikut masuk ke pintu lainnya.
Lily duduk bersisian dengan Rudolf di jok bagian depan, sementara Axel duduk tenang di kursi belakang.
Segera mobil itu melaju dan berlalu dari tempat itu. Sepanjang perjalanan mereka mengobrol random. Rudolf yang Lily kenal sangat hangat, dan yah sekarang ia percaya bahwa Rudolf dan Axel tidak memiliki hubungan lebih dari teman.
Selesai pertemuan dengan Mr. Lei Feng, Lily mengingatkan kembali jadwal bersama dewan direksi lainnya untuk pergi meninjau proyek pembangunan di puncak.
Di setiap pertemuan Lily berperan penting, salah satu keahlian khusus Lily adalah pandai beberapa bahasa.
Waktu pun bergulir begitu cepat. Kini Lily sudah berdiri di sisi Axel dan Rudolf, mereka semua mengenakan helm proyek berwarna putih.
Usai melihat-lihat lokasi yang sudah empat puluh persen dibangun, Axel kembali mendatangi beberapa mandor untuk membicarakan perencanaan lainnya.
Lily masih setia berada di sisinya. Terik matahari di jam dua ini begitu menyengat, sesekali Lily meringis menahan lapar. Axel yang peka, sedari tadi pun sudah sering meliriknya.
"Kita cari restoran." Axel pada akhirnya mencetuskan kata itu.
Yang mana membuat Lily dan Rudolf melebar senyum. "Makan siang!" Soraknya.
Dan yah, singkatnya mereka pun duduk di sebuah restoran ikonik di puncak. Setelahnya mereka lanjut bertemu dengan kolega lainnya hingga senja menyapa.
Terakhir, di villa ini lah mobil Axel menepi untuk menginap. Hari sudah malam, Lily turun dari mobil bersama dengan yang lainnya.
"Wah, villa nya bagus, seharusnya ke sini ngajak Gesya." Rudolf bergumam lirih.
Ketiganya melanjutkan langkah masuk. Cukup klasik, dan ini villa milik Abang ipar Axel, alias suami Cheryl Arsya.
Axel membagi kamar, dan kamar mereka semua berdekatan di lantai satu. Mereka pun segera membersihkan diri di kamarnya masing-masing.
Selesai melakukan aktivitas bersih-bersih dan segala kegiatan sore harinya, tiba-tiba Lily keluar dari kamar dengan wajah ketakutan, ia menggedor pintu milik Rudolf.
"Rudolf, tolongin, Rudolf!" Lily gusar hingga berteriak-teriak.
Bukan Rudolf, melainkan Axel yang keluar dari pintu lainnya. "Lily."
Bahkan Axel masih mengenakan handuk di pinggang saja. Masih jelas buliran air di setiap lekukan tubuh kekarnya.
"Hah, Pak." Lily meraih lengan Axel, cemas. "Ada hantu di luar jendela kamar ku Pak. Ini villa nya berhantu!"
Axel mengernyit. "Kamu hidup lama di luar negeri, tapi masih takut hantu?"
"Beneran, tadi pas saya selesai mompa, ... Emmh, pokoknya ada yang ngintip dari balik jendela Pak, itu pasti hantu penghuni villa."
Mendengar kejanggalan itu, Axel kembali masuk ke dalam kamarnya, dari sisi pintu Lily menatap lelaki itu, ia baru menyadari bahwa ternyata tubuh Axel sangat seksi.
"Ya Tuhan, ..." Lily memalingkan wajah saat Axel asal saja memakai kaos dan celananya.
Dahulu ia pernah melenguh bersama Alex, dan yang ia lihat saat ini adalah kembaran Alex, terbesit dalam angan, sesekali Lily juga melihat Alex di wajah dan tubuh Axel.
Axel kembali keluar sudah rapi dengan pakaian santainya. Ia masuk ke kamar Lily, terlihat di atas nakas masih ada botol-botol asi.
Axel membuka jendela demi memastikan keamanan villa itu. Dan yah, di sudut tempat ada beberapa laki-laki yang sepertinya pekerja kakak iparnya.
Lily mendekat. "Hantu kan Pak? Masa jam segini ada orang keliaran di villa sampe ngintip jendela?"
Axel berasumsi, sepertinya pemuda iseng itu sengaja mengintip saat Lily mengganti pakaian dan memompa asinya.
"Pak, ... kok diem?" Lily menarik-narik kaos t-shirt bosnya.
Jangan bilang Axel juga melihat hantu itu. Yang pasti Lily takut. Apa lagi salah satu film kesukaannya horor, ia sering berimajinasi sendiri tentang makhluk astral.
"Sayang sekali, sepertinya hantunya suka sama kamu."
"Apa?" Lily mendelik. Bukanya memenangkan Axel justru membuatnya ketakutan.
Axel terkekeh. "Tidak apa, paling buruk, dia tidur disamping mu malam ini." Katanya enteng.
"Pak, jangan nakutin saya dong." Tak peduli Axel atasannya. Lily meraih lengan pemuda tampan itu.
"Terus gimana? Mau tidur sama saya?"
"Hah?" Sontak Lily melangkah mundur. "Itu lebih serem dari pada tidur sama hantu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Hafsah Hafas
cowok ganteng lebih bahaya dari hantu karena bisa jadi kita khilaf kita yang jadi hantunya kan lily
2025-03-07
0
Yuyu sri Rahayu
hah serius nich nawarin bobo/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2025-01-03
0
Nanik Kusno
Haaahhhhh...bobok bareng Axel....mau dunkk ....🤭🤭🤭🤭☺️☺️☺️
2025-03-01
0