Bagian hidup

Seperti perasaan Milea pada Dylan KW, hati Lily bertanya-tanya. Sebenarnya ada apa dengan sepasang suami istri konglomerat itu, kenapa mereka sering sekali melirik bahkan sengaja menoleh ke arahnya?

"Apa ada yang salah dengan ku Buk?" Untuk menyudahi rasa penasaran, Lily bertanya pada ibu CS.

Wanita itu terkekeh. "Tidak ada, tapi, jas kamu terlalu besar untuk ukuran tubuh mu, Nak."

"Hah?" Lily baru menyadarinya. "Apa jangan jangan, ..."

Dreeeett, ....

Ponsel di saku rok span miliknya bergetar. Lily bergegas meraihnya, dan yah, sebuah nama bertuliskan P. Axel terdapat di sana.

Sebelumnya trainer memang sudah menjelaskan segala sesuatu yang perlu Lily biasakan di kantor ini, salah satunya adalah berhubungan langsung dengan CEO tampannya.

Lily menekan tombol terima, kemudian segera menguluk sapaan. "Selamat siang, Bapak."

📞 "Mau berapa lama lagi kamu di toilet?"

Suara Axel terdengar dingin. "Emmh, maaf Pak, ini saya sudah keluar kok. Dan segera saya datang." Katanya sigap.

📞 "Tunggu apa lagi, berlari!"

"I-iya Pak." Gegas Lily berlari seperti perintah atasan barunya.

...🎬🎬🎬🎬🎬...

Axel merengut saat menutup panggilan teleponnya. Wajah Axel memang jarang sekali tersenyum. Meski demikian, Dhyrga lebih bangga memiliki Axel daripada Alex.

"Jangan galak begitu, Axel." Queen menegur putranya.

"Lelet, lamban, aneh," Axel merutuk seraya melenggangkan tatapan jutek kepada sekretaris barunya.

Di sudut tempat Lily berlari menuju mejanya. Setidaknya meskipun lelet, kecerdasan Lily berguna untuk menghapal rute perkantoran besar ini secara cepat.

Penasaran, Queen ikut menoleh pada gadis berjas hitam yang barusan juga ia lihat di depan pintu toilet.

"Dia sekretaris mu?" Dhyrga menyeletuk yang lalu dijawab dengan anggukan kepala Axel.

Queen mendengus. "Mommy pikir cewe itu pacar mu. Kenapa sih kalian nggak jadian saja?"

Axel menautkan alisnya. Bagaimana bisa Queen menyuruhnya jadian dengan Lily sementara mereka saja belum intens mengenal.

"Mommy sehat kan?" Pertanyaan Axel membuat Dhyrga terkikik. "Justru karena Mommy mu sehat, makanya dia pengen kamu punya calon istri!"

Lily sampai di sisi meja dengan napas yang bertampiaran. "Siap Pak." Katanya. Sesekali ia membetulkan jas over size nya.

Queen menggeleng. "Ya ampun, lihat Axel, kau membuat sekretaris mu ngos-ngosan di jam istirahat." Tegur nya.

Lily menyengir. "Hehe, ... Ti-tidak apa-apa kok, Nyonya." Ucapnya.

Sekuat hati, Lily sedang berusaha keras untuk tidak terpengaruh oleh kehadiran Queen dan Dhyrga. Anggap saja, mereka bukan keluarga besar dari ayah Baby Livia. Tujuannya ke sini bukan untuk reuni melainkan hanya untuk mencari nafkah.

"Duduk lah." Queen menyuruh Lily duduk. Dhyrga hanya diam menunggu sampai Queen selesai mengintrogasi Lily.

"Di sini?" Lily sedikit terkejut, karena bagaimana pun dia tidak pantas duduk sejajar dengan para konglomerat itu.

"Bukan, di ujung sana!" Axel meledek dengan menuding kan telunjuknya ke arah kursi yang paling jauh dari tempatnya.

Lily ternganga. "Hah?" Sepolos itu Lily menoleh pada tempat yang Axel tunjuk.

"Axel, ..." Dhyrga menegur.

Axel geram. "Tunggu apa lagi, duduk di sini."

Lily menyengir sekali lagi, lalu duduk di sisi Axel. "Ba-baik, mohon izin Tuan, Nyonya, Pak Axel, terima kasih."

"Kamu lapar?" Tanya Queen yang dijawab oleh anggukan kepala Lily.

"Pesan saja dulu makanan kalian, lalu kita bicara sambil makan siang." Titah Dhyrga.

Tak suka lama-lama, Axel segera memesan makanan. Dan sambil menunggu pesanan datang Queen memulai ritual interview nya.

Kembali Queen menelisik wajah polos sederhana Lily, jika di lihat-lihat dari setiap lekuknya, Lily termasuk gadis yang cantik.

Lily memiliki hidung yang tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil, bibir pun di pandang cukup simetris dan cocok saat di padukan dengan alisnya, matanya dan juga pipi tirusnya, yah Lily cantik hanya saja tidak begitu pandai merias diri.

"Di mana tempat tinggal mu?" Queen bertanya basa-basi. Sebenarnya, Queen juga sempat melihat-lihat CV milik Lily, dan semuanya bagus, Lily lulusan beasiswa di universitas yang sama dengan Alex putranya.

Bedanya, Alex menjadi mahasiswa abadi di sana. Entah kapan Alex lulus, Queen pun jera menegurnya.

"Saya tinggal di salah satu apartemen Millers-Corpora dekat sini. Tapi bukan milik saya, melainkan milik teman saya, Nyonya." Jawab Lily, Axel sedikit mengangkat alisnya, rupanya bahasa gadis itu sudah mulai bisa tertata.

"Kau tahu siapa kami?" Dhyrga menimpali.

Lily mengangguk tegang. "Ibu dan Ayah Pak Axel."

Kenapa Lily merasa, adegan ini seperti adegan saat calon suami membawa calon istrinya menemui calon mertua.

Queen manggut-manggut. "Bagus. Jadi begini, kami mau bilang, kamu di sini sebagai sekretaris pribadi, bukan sekretaris umum, kau tahu kan, resikonya menjadi sekretaris pribadi apa?" Tanyanya.

"Iya." Angguk Lily.

Dhyrga menyahut. "Berarti salah satunya kau juga akan sering bepergian bersama atasan mu. Yang artinya mendampingi putra ku, bekerja sama dengan Rudolf, asisten personal Axel, mengikuti perjalanan bisnis Axel, dari luar kota sampai ke luar negeri."

"Baik, Tuan, siap." Lily tak masalah untuk perjalanan luar negeri. Tapi bagaimana dengan Livia, semoga saja Livia bisa secepatnya ia berikan baby sitter terbaik.

Queen menyodorkan kartu nama berwarna hitam mix gold. "Simpan nomor ku. Ingat Lily, kamu juga wajib melapor pada ku saat Axel melakukan hal yang tidak seharusnya dia lakukan, contohnya bermain dengan Rudolf terlalu intens."

"Mommy!" Axel menyela protes.

Queen beralih pada putranya. "Makanya kamu pacari perempuan dong kalo nggak mau Mommy curigai punya hubungan sama Rudolf!"

"Apa kita harus berdebat di depan orang lain?" Sanggah Axel.

"Loh, sekarang Lily sudah bukan orang asing dong. Karena mulai sekarang, Lily bagian dari hidup mu."

"Hah, ...?" Lily tercengang. Apa Queen bilang, bagian dari hidup Axel, kenapa bahasa ini terdengar ambigu.

"Why, ada yang salah?" Queen menatap Lily kembali.

"Ti-tidak Nyonya." Geleng Lily.

"Bagus, ..." Imbuh Dhyrga. "Intinya, selain pekerjaan kantor awasi juga kehidupan pribadi Axel dari makan, dan aktivitas lainnya."

"Daddy," Axel lagi-lagi protes. Jujur saja, ia malu sekali terlihat seperti pria yang tidak normal di hadapan sekretaris barunya.

Lily menyengir lalu melirik pada Axel. Dan yah Axel merasa wanita ini juga mencurigainya.

"Aku normal, kau dengar Lily!" Axel mendekati wajah Lily dengan mata membesar.

Lily seketika mengangguk. "I-iya, saya percaya Pak." Ujarnya.

Dhyrga dan Queen terkekeh. Sejauh ini sekretaris pribadi dari CEO perusahaan ini tak pernah ada yang perempuan.

Namun, kali ini Dhyrga dan Queen melakukan sortir ketat karena ia juga harus memastikan bahwa putra tampannya tidak belok arah.

Terpopuler

Comments

Nanik Kusno

Nanik Kusno

Alex terlalu disayang ma Dosennya... makanya g lulus2....

2025-03-01

0

Ma Malikha

Ma Malikha

wkwkwkw.. interview calon mantu ini maaah😆😆🥰🥰🥰🥰

2025-01-21

0

Rahmi Mamimima

Rahmi Mamimima

🤣mhasiswa abadi

2025-02-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!