Pagi pun tiba, fajar mulai mulai menyingsing menampakkan Cahaya Kuningnya dari Ufuk Timur. Kini, waktunya bersiap- siap beranjak menuju ke Halte Bus. Nampak Wajah Pria Lusuh terlihat begitu murung dan sedih. Aku pun menghampirinya yang sedang terduduk menengadahkan kepalanya ke atas langit. Sementara Kedua tangannya menopang tubuhnya ke atas tanah.
" Aku akan pergi, terima kasih telah meluangkan waktu untuk membantuku" Ucapku pamit.
Pria itu pun menurunkan Wajahnya dan menoleh kepadaku. Wajahnya yang di penuhi dengan jambang dan kumis itu terlihat sangat tak terawat.
" Tidak usah berterima kasih padaku. Seharusnya Akulah yang berterima kasih padamu. Karena Kamu telah menyadarkanku. Sebelum bertemu denganmu Aku adalah Pria yang sangat jahat. Entah, mengapa Aku terketuk untuk mau menolongmu." Ucapnya penuh penyesalan.
" Aku tak tahu apa yang pernah Kamu lakukan sebelumnya. Tapi yang Aku tahu Kamu adalah Pria yang menolongku dengan tulus" Ucapku tulus.
" Aku mengira tak ada lagi Manusia yang berhati Malaikat seperti dirimu di Dunia ini. Kamu benar, Tuhanmu telah mentakdirkan pertemuan Kita. Agar Aku kembali sadar dengan apa yang telah Aku perbuat." Ucap Pria Lusuh itu menundukkan Kepalanya.
" Kamu sangat berharga, lebih baik menyesal dan memperbaiki diri sebelum terlambat. Mumpung nafas masih bisa berhembus. Lakukanlah yang terbaik agar Kita menjadi Manusia yang berguna untuk diri sendiri dan Orang lain. Seperti hal yang kecil yang Kau telah lakukan padaku dan Ketiga Putraku. Namun sangat luar biasa yang belum tentu Orang lain dapat melakukannya." Ucapku menyemangatinya
" Aku ingin mengucapkan rasa terima kasihku pada Tuhanmu. Karena telah mempertemukan Aku dengan Wanita seperti dirimu yang luar biasa." Ucapnya serius.
" Tetaplah meminta dan mencari. Mudah-mudahan Tuhanku membuka hatimu" Ucapku berharap.
" Tolong Doakan Aku dalam sujudmu" Ucapnya penuh harap.
" Insyaallah, Tentu" Ucapku janji.
Tiba- tiba Ketiga Anakku menghampiri Kami. Zaki yang di gendong oleh oleh Zafran Anak Sulungku.
" Om, Kami sangat senang bisa bermain rumah- rumahan dengan rumah kardus Om" Ucap Zul dengan polosnya.
" Kalian senang?" Ucap Pria Lusuh mengucek rambut Zul dengan lembut.
" Kami ingin sekali tinggal di sini. Rumah mainan Om sangat menyenangkan" Timpal Zafran.
Zaki pun turun dari gendongan Zafran dan berjalan dengan langkah yang hati-hati meghampiri Pria Lusuh. Zaki tertawa renyah ketika Pria lusuh itu mencoba menggodanya. Anakku terlihat sangat bahagia.
Pria Lusuh pun mengantarkan Kami ke Halte Bus. Tak lama menunggu, Bus Bima pagi pun melintas dan berhenti di depan Kami.
" Aku belum tahu Namamu" Ucap Pria itu menghentikan langkahku.
" Panggil saja Aku Via" Ucapku.
" Aku akan meminta pada Tuhanmu suatu saat nanti Aku bisa dipertemukan denganmu lagi" Ucapnya penuh harap. Aku hanya tersenyum menanggapinya.
" Namaku Yudis" Ucapnya sambil mengangkat Koperku ke dalam Bagasi Bus.
Aku pun naik ke atas Bus dan melambaikan tangan ke arahnya. Begitu juga dengan Ketiga Anakku. Pertemuan antara Kami singkat namun begitu bermakna.
Karena kelelahan Aku pun tertidur di atas Bus bersama Ketiga Putraku. Sekitar Dua Jam perjalanan Akhirnya Kami sampai di Pelabuhan Kayangan. Aku harus melanjutkan lagi perjalanan dengan menaiki Kapal Laut selama Tiga Jam.
Ini adalah perjalananku Naik Kapal Laut untuk yang Kedua Kalinya. Sementara untuk Ketiga Putraku ini adalah Perjalan sekaligus pengalaman Pertama Mereka. Aku sudah tak sabar lagi ingin segera berjumpa dengan Bibi dan Pamanku di Kampung.
" Bu, Zafran sangat senang sekali" Ucap Anak Sulungku bahagia. Sementara Zul dan Zaki sedang asyik memandangang Air Laut yang begitu luas. Tiupan angin laut membuat mata Ketiga Putraku terbawa kantuk. dan akhirnya Ketiga Putraku tertidur di bangku Penumpang yang berada di ruangan Kapal. Aku sengaja mengajak Mereka ke dalam ruangan, agar terpaan angin laut yang dingin tak langsung menembus ke tubuh Ketiga Putraku.
Akhirnya Kami sampai juga di Pelabuhan berikutnya. Yaitu Pelabuhan Tano. Sambil menunggu Kapal bersender ke Dermaga, Aku dan Ketiga Putraku bersiap- siap untuk turun ke bawah dan mencari Bus yang Kami tumpangi di Halte Bus tadi.
Perjalanan tidak sampai di situ, Aku harus melanjutkan lagi perjalanan selama 3 Jam lamanya di atas Bus. Sungguh perjalanan melelahkan dan menguras tenaga. Beruntung Zafran dan Zul menikmati perjalanan Mereka. Sedangkan Zaki si kecil sangat enteng dan tak rewel.
" Bu, Zafran tak sabar ingin segera bertemu dengan Nenek dan Kakek" Ucap Zafran bersemangat.
" Iya, Zul juga" Timpal Anak Keduaku.
Seperti biasa Kami kembali tertidur di atas Bus. Tak terasa Bus pun berhenti di sebuah Kampung yang sudah menjadi Kecamatan. Bus pun menepi di pinggir jalan. Aku pun turun dan mengambil Koperku di berada di dalam Bagasi Bus.
" Kita sudah sampai ya, Bu?" Tanya Zafran menggeliatkan tubuhnya.
" Belum Nak, Kita masih Naik Kendaraan lagi menuju Kampung Nenek" Ucapku.
" Jauh juga ya Bu, Zul lapar" Ucap Zul memegang perutnya.
" Ayo Kita makan dulu di sana" Tunjukku pada Warung Makan.
Kami pun masuk dan memesan Makanan. Tak lama Makanan yang Kita pesan di letakkan oleh Pemilik Warung di atas meja.
" Bu, di Kampung Nenek ada Kebun Binatang nggak Bu?" Tanya Anakku Zul ingin tahu.
" Di Kampung Nenek tidak ada Kebun Binatang Nak, tapi juga banyak Binatang di sana" Ucapku.
" Hehe, Anak Ibu lucu- lucu. Ibu baru Pulang Kampung ya, Bu?" Tanya Ibu Pemilik Warung sambil tersenyum mendengar celoteh Ketiga Anakku.
" Ya, Bu. Sudah Sebelas Tahun Saya tidak pernah pulang" Ucapku jujur.
" Sama Bu, Ibu juga sudah 20 Tahun tak pernah Pulang Kampung. Ibu berasal dari Flores dan Bersuamikan Orang sini. Ibu tak pernah tau lagi dengan keadaan Keluarga Ibu disana. Kalaupun Ibu pulang Mereka pasti tak menerima Ibu. Karena Ibu berpindah keyakinan ikut Suami menjadi Seorang Mualaf." Ucap Ibu itu nelangsa.
" Saya turun prihatin Bu. Semoga suatu saat nanti Allah akan pertemukan Ibu dengan Kedua Orabg Tua Ibu" Ucapku ikut sedih.
Ketika Aku ingin membayar Makananku, Ibu itu mengembalikan uangku.
" Simpan saja, Ibu ikhlas memberikan Nasi gratis pada Kalian" Ucap Ibu itu tulus.
Aku berusaha memaksa Ibu agar mengambil uangku. Namun, Ibu Pemilik Warung tetap kekeh tak mau mengambilnya. Dengan terpaksa Aku pun mengalah dan mengucapkan terima kasih. Aku sangat beruntung bisa bertemu dengan Orang- orang yang baik.
Dengan keadaan perut yang sudah terisi, Aku pun melanjutkan perjalanan dengan menunggu Bemo Desa melintas menuju Kampungku.
Beruntung, tak lama menunggu Bemo pun berhenti di depan Kami. Sekitar Setengah jam perjalanan Kami pun sampai. Desaku yang dulunya masih sepi Penduduk kini, sudah di penuhi dengan Rumah Warga. Sawah yang luas di tepi jalan kini berubah menjadi Bangunan Rumah. Aku hampir bingung dengan jalan menuju Rumah Paman dan Bibiku.Dengan terpaksa Aku pun bertanya pada salah satu Warga di Kampungku dimana keberadaan Rumah Bibiku Yanti dan Pamanku Marwan. Sepertinya yang Ku tanyai adalah Penduduk baru, Dia sama sekali tak mengenal Nama itu. Akhirnya Aku membuka Koper dan mengambil Foto pernikahanku dulu yang didampingi oleh Bibi dan Paman sebagai Pendampingku kala itu.
Tak putus asa Aku pun berjalan sambil mengingat arah Rumah Bi Yanti. Tiba-tiba Seorang Nenek yang begitu Ku kenal sedang membawa Bakul di atas Kepalanya.
" Papen Siam?" [ Papen adalah Panggilan untuk Seorang Nenek] Ucapku senang.
Nenek Siam menyipitkan mata dan berfikir sejenak.
" Onte?" Ucap Beliau mengenaliku.[ Onte adalah Nama Panggilan Anak Gadis Kampungku].
Aku langsung menangis memeluk Beliau dengan sesegukkan. Nenek Siam adalah Tetangga Ibuku dulu. Sebelum Kedua Orang Tuaku Meninggal Beliaulah yang selalu ikut andil merawat Ibu dan Bapakku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Bagja
waduh klo salah ucap gmn ya?
2023-02-15
0
Yunia Afida
akhirnya pulang kampung
2023-01-15
0
Yunia Afida
onte, pepem siam, ini bahasa orang mana ya
2023-01-15
0