Malam hari, Meysi mengerjakan pekerjaan kantor untuk besok. Karena ia belum sempat mengerjakannya di kantor tadi.
Meysi melirik sekilas, Arga yang menghampirinya dan meletakkan teh hijau kesukaannya di meja kecil tersebut.
Hampir tiga Minggu mereka tidak bertegur sapa, bahkan Meysi sering duduk sendiri di balkon sambil mengerjakan pekerjaannya. Biasanya Arga selalu menemaninya, tapi selama tiga Minggu ini Meysi hanya duduk sendiri di balkon.
Meysi mengernyit heran, melihat Arga duduk di sampingnya yang cukup dekat. Namun, ia berusaha berpikir positif.
“Ada apa Arga? Apa ada yang ingin kamu bicarakan?” tanya Meysi tanpa mengalihkan pandangannya pada layar monitornya.
Arga menggelengkan kepalanya, akan tetapi netranya selalu menatap wajah Meysi.
Cukup lama Arga menatap Meysi yang begitu cantik, bahkan semakin hari semakin cantik.
“Mey,” panggil Arga.
Panggilan tersebut sukses menghentikan tangannya yang sibuk mengetik.
“Ada apa? Tumben sekali memanggil dengan sebutan nama.”
“Apa kamu sudah mempunyai kekasih?”
“Pertanyaan macam apa itu? Aku tidak akan menceritakan privasiku!”
Hening sejenak.
“Mey,” panggilnya lagi.
“Hm,” deham Meysi.
Kembali hening.
“Mey,” panggilnya lagi.
“Ada apa sih, Arga? Kamu kenapa?! Sejak tadi hanya memanggil. Katakan apa yang ingin kamu bicarakan?!” tanya Meysi kesal sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Arga terkekeh, lalu menggelengkan kepalanya.
Meysi menghela napas kasar.
“Kamu sangat cantik." pujian itu keluar dari mulut Arga.
Bukannya senang mendengar pujian tersebut, Meysi meletakkan tangannya di kening Arga.
“Arga, kamu sudah minum obat? Kalau belum, cepat minumlah. Sepertinya efek obatnya habis, kamu bicara melantur!” ujar Meysi dengan mode serius.
“Tapi sungguh, kamu memang benar sangat cantik,” ujarnya lagi.
“Hah! Sudahlah Arga, aku banyak pekerjaan. Selamat malam,” ujarnya beranjak dari tempat duduknya, tanpa peduli dengan Arga.
“Mey, jika ada orang yang kamu kenal menyukaimu. Apakah kamu mau menerimanya?”
Meysi hanya mengangkat kedua bahunya, tanda ia tidak peduli.
“Entah kerasukan apa dia?!” gerutu Meysi melangkah masuk dengan membawa laptopnya.
Saat melintasi kamar Kakaknya, Reyhan terlihat duduk di balkon. Karena pintu kamarnya terbuka setengah.
Bibir ranum Meysi langsung tersenyum mengambang melihat sang kakak masih belum tidur, karena kesempatan bagus untuk membicarakan Zahra pada Reyhan.
“Kak,” panggil Meysi melangkah masuk, sebelum itu ia meletakkan laptopnya di meja yang ada di kamar kakaknya.
Reyhan sedikit terkejut mendengar suara adiknya yang masuk ke kamarnya.
"Belum tidur?" tanya Reyhan sembari membenarkan duduknya.
“Belum, aku baru menyelesaikan pekerjaanku. Aku kemari mau menagih janji,” ujarnya menatap wajah makanya sambil tersenyum memperlihatkan gigi putihnya.
“Janji?” tanya Reyhan mengernyit heran.
“Iya, janji kakak di waktu pernikahan Mesya.”
Reyhan masih memikirkan, janji apa yang pernah dirinya ucapkan pada adiknya.
“Janji, jika Kakak akan menikah dengan wanita pilihanku,” sahutnya dengan percaya diri.
Reyhan mengernyit bingung menatap adiknya.
“Meysi, ide gila dari mana itu?! Kakak tidak pernah berjanji dengan hal konyol seperti itu!”
“Tapi, kakak sudah berjanji padaku waktu itu. Ini tidak konyol, banyak yang Mekkah karena di jodohkan!” protes Meysi.
“Jangan mengada-ngada Mey! Kakak tidak mau di jodohkan, apalagi kakak tidak mengenalinya sama sekali wanita itu!” kesal Reyhan dengan menaikkan nada suaranya.
“Kak, aku tidak mengada-ngada. Wanita itu sangat baik, bahkan aku sudah mengenalnya beberapa minggu yang lalu dan dia juga teman baik Arga.”
“Beberapa Minggu yang lalu katamu! Tidak! Kakak tidak mau menikah saat ini, kakak belum siap!”
“Mey! Sekali kakak bicara tidak ya berarti tidak! Jangan membantah!” bentak Reyhan.
“Tahu apa kamu soal menikah dan perjodohan?! Kamu itu masih kecil! Pokoknya kakak tidak mau menikah,” tambah Reyhan lagi.
“Usia Mey dan Mesya sama, kami sudah dewasa. Hanya saja Mesya lebih dulu menikah, aku saja yang belum! Jadi, Mey pasti tahu mana wanita yang tulus dengan Kakak nanti.”
“Jangan egois Mey! Sekali tekan ya tidak! Kamu paham?!”
Meysi terdiam, lalu beranjak dari tempat duduknya dan melangkah keluar kamar kakaknya dengan setengah berlari.
“Meysi, dengarkan kakak dulu?” teriak Reyhan.
Namun, Meysi tidak menghiraukannya. Ia terus melangkah keluar kamar kakaknya.
“Huftt ... jaman apa ini? Kenapa ada perjodohan? Bagaimana dengannya, jika aku menikah? Aku tidak mau melihatnya kesepian sendirian,” gumam Reyhan.
Terdengar suara mesin mobil yang menyala, Reyhan langsung berdiri melihat mobil adiknya yang sudah menjauh.
“Paman, Toni!” panggil Reyhan sambil melangkah cepat menuruni tangga.
Mendengar suara teriakan Reyhan, Toni langsung bergegas keluar dari kamarnya.
“Meysi pergi dari rumah. Entah ke mana dia pergi? Aku takut terjadi sesuatu padanya, apalagi pergi malam-malam begini,” ujar Reyhan terlihat panik.
“Tenangkan diri anda Tuan, aku akan menghubungi anak buah ku.”
Toni langsung menghubungi anak buahnya, agar mengikuti mobil Meysi.
“Tenang Tuan. Tanpa di minta, anak buahku dengan sigap mengikuti mobil Nona sejak keluar dari rumah.”
Terlihat Reyhan menghela napas lega, karena dirinya masih sangat trauma atas kejadian yang menimpa ibunya dulu.
Beberapa menit kemudian, ada pesan masuk dari ponsel Toni.
“Anda tidak perlu khawatir, Tuan. Nona aman, sekarang dia berada di rumah Nona Sifa.”
Reyhan menghela napas lega, setelah mendengar ucapan Toni jika saat ini Meysi pergi ke rumah Sifa.
***
Setiba di rumah Sifa, Meysi berulang kali menekan bel.
Ceklek!
Pintu terbuka, kebetulan Sifa sendiri yang membukanya.
“Aunty,” ujarnya langsung memeluknya dan menangis tanpa suara.
“Sayang, ada apa? Kenapa kamu menangis?” tanya Sifa lembut sambil mengusap kepala Meysi.
Sedangkan suaminya terkekeh pada putranya.
“Ternyata singa betina bisa menangis juga,” ujar semuanya pelan pada Cakra putranya sambil terkekeh.
“Sstt ....” Sifa meletakkan telunjuk di bibirnya, meminta suami dan putranya agar diam.
“Ada apa sayang?” tanya Sifa mengusap air mata yang mengalir di pipi keponakannya tersebut, saat mereka sudah di kamar.
Sebelum Meysi menceritakannya, Sifa lebih dulu memberikan air mineral pada Meysi.
Setelah itu, Meysi menceritakan semuanya. Bagaimana Reyhan akan berjanji menikah dengan wanita pilihan adiknya, dan saat ini Reyhan menolak bahkan membentaknya.
“Sayang. Jika kak Rey tidak ingin menikah, kenapa Meysi memaksanya? Cinta tidak bisa di paksakan Sayang,” tuturnya lembut.
“Aku hanya memikirkan Kakak saja, Kakak juga harus punya pendamping hidup. Bahkan kakak juga sudah berjanji waktu di pernikahan Mesya untuk menikah,” tuturnya dengan suara sendu.
“Siapa wanita itu? Apa dia dari keluarga yang baik-baik?”
“Wanita itu berteman baik dengan Arga, bahkan Mey juga sudah dekat dengannya beberapa Minggu terakhir. Dia wanita yang sangat baik, bahkan ia berhati mulia.”
“Kamu benar, Reyhan harus memikirkan hidupnya. Dia sudah cukup dewasa untuk menikah,” ujar Sifa mendukung Meysi.
“Kamu istirahat. Aunty akan bicara pada Kakakmu besok,” Ujarnya mengusap wajah Meysi dengan lembut.
Meysi mengangguk.
Di rasa Meysi sudah cukup tenang, Meysi membaringkan tubuhnya di tempat tidur dan Sifa begitu perhatian pada ponakan perempuannya tersebut, ia baru keluaran setelah memastikan Meysi tertidur pulas.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Hanum Anindya
ya iya lah Reyhan pasti kaget ujug ujug dijodohkan aja ketemu juga belum sama orangnya😂😂😂
2023-01-05
0