Bab 7

Setelah selesai makan malam, Meysi lebih dulu berpamitan. Ia duduk di balkon sambil memainkan ponsel miliknya, tanpa ia sadari jika Arga datang menghampirinya.

“Ekhem ...” deham Arga melihat Meysi yang fokus dengan ponselnya, tanpa menyadari kehadirannya.

“Eh, Arga. Kamu sudah datang?” ujarnya menggeser tubuhnya agar Arga duduk bersama di sofa panjang tersebut.

“Serius sekali kak. Ini, pesanan Kaka,” ujar Arga meletakkan kacang mete kesukaan Meysi beserta teh hijau.

“Kalian di sini ternyata,” ujar Anton adik kandung Arga yang ternyata juga datang ke balkon dengan secangkir teh di tangannya.

“Iya dong. Kemari duduk bersama kami,” ajak Meysi.

“Ganggu tidak? Aku takut mengganggu kalian yang sedang pacaran,” goda Anton.

Arga langsung melempar satu biji kacang tersebut pada adiknya, beruntung Anton langsung menghindar hingga biji kacang tersebut tidak mengenali dirinya.

“Jaga bicaramu!” sentak Arga.

Membuat Anton terkekeh, melihat wajah kakaknya yang sangat kesal.

“Ekhem ... kalian sedang apa di sini?” tanya Toni yang datang tiba-tiba.

Mereka bertiga menatap ke arah Toni yang berdiri di ambang pintu dengan membawa gelas berisi kopi di tangannya.

“Ti-tidak Paman. Kami hanya mengobrol biasa saja, karena besok hari libur biarkan kami di sini ya Paman.”

Toni tampak berpikir, lalu mengangguk.

“Jangan terlalu larut malam, karena anginnya terlalu kencang,” ujar Toni mengingatkan, lalu beranjak masuk ke dalam meninggalkan mereka bertiga.

Terlihat Meysi menghela nafas lega.

“Eh tumben Ayah mengizinkan, biasanya selalu tidak boleh. Ada apa dengan Ayah? Apa sedang amnesia?” celetuk Anton terkekeh.

Plak!

Tamparan mendarat ke punggung Anton.

“Sembarang saja kalau bicara! Dia Ayahmu, dasar tidak waras!” celetuk Arga kesal pada adiknya.

Anton Langsung menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Sedangkan Meysi malah terkekeh melihat adik Kaka ini, yang jarang sekali akur.

“Apa ada yang lucu kak?” tanya Arga melihat Meysi tertawa kecil.

Meysi terdiam dan menggelengkan kepalanya, kini giliran Anton yang mengulum senyumnya.

Hening sejenak, terlihat Meysi fokus meminum teh hijaunya kesukaannya.

“Arga. Kamu sudah janji, aku tagih janjimu.”

“Weh, janji apa ini?” tanya Anton penasaran menyela ucapan Meysi.

“Sstt ... diam!” celetuk Arga.

“Namanya Zahra Khairunnisa, biasa di panggil Zahra.”

“Zahra merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dia menjadi tulang punggung keluarganya setelah Ayahnya meninggal dunia.”

“Tulang punggung? Kasihan sekali,” sela Meysi mendengar kata tulang punggung, merasa kasihan pada Zahra.

Ia merasa bersalah saat meminta ganti rugi baju, karena Zahra sudah menumpahkan minuman di pakaian pestanya waktu itu.

“Iya, Zahra mencari uang untuk membiayai sekolah kedua adiknya dan juga untuk kebutuhan makan mereka. Bahkan ia harus mencari kerja tambahan, untuk melunasi hutangnya yang ada di rumah sakit, karena untuk biaya operasi Ayahnya dulu. Sungguh kasihan, hanya beberapa hari pasca operasi Ayahnya meninggal dunia.”

“Aku dan Zahra berteman dari sekolah dulu, anaknya sangat pintar dan juga rajin,” tambah Arga lagi.

“Kalian sedang bergosip ya? Ah aku tidak ingin menambah dosa!” celetuk Anton berlari kecil masuk ke dalam rumah.

“Sialan!” kesal Arga melihat adiknya.

“Sudah, biarkan saja. Lanjutkan ceritamu,” ujar Meysi yang melihat Arga kesal pada adiknya.

“Ya begitulah. Zahra anak yang baik,” ujar Arga lagi.

“Hm ... jadi, bagaimana caraku membantumu?” tanya Arga.

“Sebentar, aku masih berpikir.”

Hening sejenak, tampak Meysi berpikir keras.

“Ah ... aku akan memberimu kabar besok. Udaranya sangat dingin, ayo kita masuk. Ayahmu sebentar lagi pasti akan datang,” Ujar Meysi beranjak dari tempat duduknya.

“Iya, bahkan sudah gerimis. Sepertinya akan turun hujan yang sangat lebat,” sahut Arga mengekori Meysi.

Dan benar saja, baru saja melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. Terdengar suara petir yang menggelegar menyambar, beserta kilat dan angin kencang.

Terlihat Toni setengah berlari menaiki tangga, berniat ingin meminta mereka untuk masuk ke dalam rumah.

Namun, diurungkannya setelah melihat Meysi dan Arga masuk ke kamar mereka masing-masing.

*

*

*

Pagi yang cerah, masih terasa sejuk sisa hujan semalam.

Pagi ini, Meysi sudah bangun pagi sekali, bahkan sudah bersiap untuk pergi. tampak Meysi tergesa-gesa menuruni tangga, akan tetapi langkahnya terhenti ketika melihat Reyhan tengah duduk di sofa.

Seperti biasa, styles Meysi yang tidak terlihat seperti wanita anggun.

Selalu memakai sepatu dengan baju kebesarannya, tidak lupa tas selempangnya untuk meletakkan ponsel miliknya.

“Mau ke mana rapi begini?” tanya Reyhan heran, melihat adiknya sudah sangat rapi.

“Mau bertemu teman. Hanya dekat sini saja kok, bolehkan kak?” tanya Meysi memainkan kedua alisnya.

“Boleh. Hati-hati di jalan,” tutur lembut Meysi.

“Oke. Meysi berangkat dulu,” ujarnya langsung beranjak dari tempat duduk.

Reyhan menggelengkan kepalanya.

“Nona mau ke mana sepagi ini, Tuan?” tanya Toni yang baru datang membawa secangkir kopi di tangannya, lalu duduk di sebelah Reyhan.

“Mau bertemu dengan temannya. Biarkan saja, aku tidak ingin adikku merasa tertekan. Awasi dia dari kejauhan saja,” sahut Reyhan sambil menyeruput tehnya.

“Iya, itu sudah pasti Tuan.”

Reyhan mengangguk.

Di pantai, Meysi memainkan pasir menggunakan sepatunya.

Sebelumnya ia sudah berjanji pada Zahra jika akan bertemu di restoran, akan tetapi pagi ini ia mendapatkan pesan jika Zahra tidak bisa bertemu jika terlalu lama.

Dikarenakan ada pekerjaan tambahan agar bisa mendapatkan bonus tambahan juga dari bosnya.

“Nona,” panggil Zahra melihat punggung Meysi.

Meysi menoleh ke sumber suara.

“Iya, kemari duduk,” ajak Meysi melihat Zahra hanya berdiri saja.

“Maaf Nona, saya kemari tidak bisa terlalu lama. Karena sebentar lagi saya harus masuk bekerja.”

“Oh begitu. Aku bisa membayarmu untuk hari ini.”

“Maaf, Nona. Saya sudah berjanji untuk masuk bekerja, saya tidak ingin mengecewakan bos saya,” pungkas Zahra.

“Nona, jujur saja. Saya tidak bisa membayar ganti rugi pakaiannya anda, jikalau sekaligus. Aku akan mencicilnya, apakah boleh Nona?” tanya Zahra.

“Hah ... lupakan itu. Aku mengajakmu kemari bukan karena itu, melainkan ada tawaran untukmu pekerjaan.”

“Pekerjaan?”

“Iya. Jika kamu menerima ini, semua hutang mu lunas dan semua biaya adikmu sekolah akan di tanggung semuanya, termasuk uang bulanan untuk ibumu.”

Zahra mengernyit heran.

“Pekerjaan apa itu Nona? Apakah itu pekerjaan halal?” tanya Zahra penasaran.

“Tentu saja halal!” celetuk Meysi.

“Maaf Nona.”

“Tidak perlu meminta maaf,” Ujar Meysi memegang tangan Zahra.

“Tapi, aku tidak yakin jika kamu mau.”

“Apapun itu, selama masih halal aku terima,” ujar Zahra, karena saat ini ia sangat membutuhkan uang untuk biaya masuk kuliah adiknya.

“Pekerjaan yang mudah. Kamu menikah dengan kakakku,” ujar Meysi langsung, tanpa basa basi lagi.

Zahra membulatkan matanya mendengar ucapan Meysi, sungguh mustahil baginya, wanita yang baru ia kenal dan tiba-tiba ingin memintanya untuk menikahi kakaknya.

“Nona, jangan bercanda ...” ujar Zahra memaksakan senyumnya.

“Apa aku terlihat bercanda?” tanya Meysi menatap Zahra.

“Ini tawaran, jika kamu mau semua hutangmu akan di lunaskan. Bahkan semua biaya kebutuhanmu akan di tanggung.”

“Nona, kenapa harus saya? Mungkin Nona sudah mengetahui kehidupan saya, saya hanya orang miskin tidak terpandang seperti anda. Tapi, kenapa harus saya Nona? Begitu banyak wanita di luar sana yang pintar dan hebat." Zahra masih berusaha menolak tawaran tersebut, karena baginya pernikahan bukanlah untuk di permainkan.

“Karena aku menemukan kriteria kakakku ada padamu,” sahut Meysi.

“Maaf Nona, aku menolak! Ini mustahil bagi saya,” tutur Zahra.

“Kenapa? Apa kamu tidak mau melihat Kakakku terlebih dahulu?”

“Maaf Nona, aku tidak bisa! apa pun itu alasannya, aku tidak bisa!” tolak Zahra tetap dengan pendiriannya.

Sangat mustahil baginya, ia harus menikah dengan orang yang belum pernah ia temui.

“Baiklah. Artinya kamu menolak?”

Zahra mengangguk.

“Baiklah. Karena kamu menolak, kamu harus mengganti rugi gaunku yang sudah terkena noda, karena dirimu nodanya belum hilang hingga sekarang! Gaunku itu di datangkan dari luar negeri, di rancang khusus oleh desainer ternama. Mungkin kamu bisa mencicilnya mulai besok! Kamu harus mengganti rugi sekitar 30 juta,” ujar Meysi tanpa melihat Zahra.

Zahra membulatkan matanya mendengar harga yang akan di ganti rugi olehnya, belum selesai hutang yang menunggak di rumah sakit. kini dirinya harus memberikan uang pada Meysi lagi dengan nominal yang cukup besar.

“Saya permisi,” ujar Meysi beranjak dari tempat duduknya meninggalkan Zahra.

“30 juta. Dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu?” lirih Zahra menghela nafas berat.

Zahra terduduk lemas di kursi, ia bingung harus mencari kemana lagi uang sebanyak itu. sedangkan upah yang ia terima setiap bulan dari pekerjaannya, hanya cukup untuk bayar sebulannya saja.

Terpopuler

Comments

Nenieedesu

Nenieedesu

jangan lupa mampir dan tinggalkan jejak dinovel aq kak

2023-06-13

0

Gadis Gaul

Gadis Gaul

Maju mundur cantik 🤣

2023-01-17

0

Hanum Anindya

Hanum Anindya

boro boro Zahra, aku juga nggak bisa bayar 30 juta.

dilema ya Zahra. maju mentok, mudur apalagi.

menurut aku lihat dulu calonnya baru di putuskan setelah melihat calonnya.

2022-12-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!