Tiba di rumah, dengan langkah gontai melangkah masuk, berulang kali menghela napas kadarnya.
Melihat sekeliling rumah tampak sepi, terlihat Arga sambil bersiul menuruni tangga.
Arga berlari kecil sambil menuruni tangga, saat melihat Meysi tengah duduk sendiri di kursi yang ada di rumah tamu.
“Huft ... gagal!” sahutnya dengan nada malas, lalu menyenderkan punggungnya di bahu kursi.
“Bagaimana bisa gagal? Hm ... biasanya Kak Meysi tidak menerima kegagalan! ayo jangan menyerah," ujarnya ikut duduk di samping wanita yang di panggil Kaka olehnya tersebut.
“Hah! entahlah, aku ingin kek kamar dulu. Oh ya, dimana Kakak?” tanya Meysi.
“Sepertinya di ruang kerja bersama Ayahku,” sahutnya.
“Huh! Entah sampai kapan Kakak selalu bekerja?! Tidak ada waktu untuk dirinya sendiri!” gerutu Meysi.
Ia beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan Arga yang sedang bermain ponsel di sofa.
Hingga siang hari, Meysi belum juga keluar kamarnya entah apa yang dia lakukan.
Reyhan baru saja keluar dari ruang kerjanya, ia melirik mobil adiknya berada di garasi yang terparkir rapi
“Bi, apa Meysi sudah turun makan siang?”
“Belum Tuan.”
Reyhan mengangguk mengerti.
Ia melangkahkan kakinya perlahan menaiki tangga, menuju kamar adiknya yang terbuka sebagian.
Tok! Tok!
Reyhan mengetuk pintu kamar adiknya yang terbuka sebagian.
“Kakak. Masuk kak, kenapa berdiri di luar?” ajak Meysi beranjak dari tidurnya untuk membuka pintu lebar.
“Apa yang kamu lakukan? Ayo kita makan siang bersama.”
“Aku sedang malas makan,” jawabnya lesu.
“Kenapa? Apa ada masalah dengan temanmu? Pagi tadi kamu terlihat bahagia, kenapa sekarang justru sebaliknya?” tanya Reyhan sedikit cemas.
Meysi menggelengkan kepalanya, karena tidak mungkin menceritakan masalahnya saat ini, apalagi ini ada hubungan dengan wanita yang ingin di jodohkan pada kakaknya.
“Istirahat saja sekarang, kakak akan meminta Bibi mengantarkan mu makan siang ke kamar.”
Meysi kembali mengangguk, melihat Reyhan keluar dari kamarnya ia kembali menghela napas lega.
*
*
*
Pagi ini terpancar warna keemasan yang tampak keluar menyinari bumi.
Zahra masih setia menunggu ojek online yang ia pesan melalui ponselnya, karena ia harus pulang untuk kembali bekerja.
Sedangkan sang ibu di temani oleh adiknya yang masih terbaring di bangsal rumah sakit.
Tak lama, datang seorang pria bermotor dengan jaket hijau menghampirinya.
“Nona Zahra?” tanyanya.
Zahra langsung mengangguk cepat, ia mengambil helm yang di berikan oleh driver ojek tersebut.
Setelah memastikan penumpangnya duduk dengan benar, driver ojek tersebut melakukan motornya.
Sekitar 26 menit mereka kini tiba di rumah kontrakannya, setelah membayar ojek tersebut Zahra bergegas masuk ke dalam rumah.
Ia melihat pintu rumah sudah terkunci, ia sudah tahu jika adik bungsunya pasti sudah pergi berangkat sekolah.
“Zahra,” panggil pemilik kontrakan tersebut yang tengah duduk menunggunya.
“Maaf Zahra, kedatangan saya kemari terlalu pagi. Tapi saya saat ini memang lagi butuh uang, apa boleh saya meminta uang kontrakannya. Karena sudah menunggak tiga hati,” ujar pemilik kontrakan itu berkata sopan.
Zahra sangat bersyukur, walaupun di tengah kesulitan ekonomi seperti saat ini, ia di kelilingi orang yang sangat baik di daerah tempat tinggalnya.
“Astaga, Bu. Maaf, saya lupa. Masuk dulu Bu, saya akan ambil uangnya.”
Zahra membuka pintu, lalu mempersilahkan pemilik kontrakan tersebut untuk masuk.
Zahra bergegas masuk ke kamar untuk mengambil uang yang ia sisihkan untuk membayar rumah kontrakannya.
“Ini Bu. Maaf ya, saya telat bayar. Kemarin saya kerja full time dan tiba di rumah ibu saya masuk rumah sakit. Jadi, saya minta maaf ya Bu,” Ujarnya merasa bersalah.
“Tidak apa-apa Zahra, terima kasih ya. Uangnya untuk biaya anak saya yang mau masuk kuliah, kalau begitu saya permisi Zahra.”
Setelah melihat pemilik kontrakan tersebut menghilang dari pandangannya, Zahra menutup kembali pintu rumahnya dan segera bergegas mandi.
Setelah selesai bersiap, ia kembali berangkat bekerja.
Zahra bekerja di salah satu katering, perusahaan tersebut tidak terlalu besar. Namun, upahnya cukup untuk biaya mereka hidup dan sekolah adiknya.
Setibanya di sana, Zahra tergesa-gesa masuk ke dapur yang hampir saja terlambat.
“Zahra, kamu di panggil bos.”
“Bos? Kenapa, apa aku melakukan kesalahan?” tanyanya pada wanita sebayanya, yang bekerja di tempat yang sama.
“Aku tidak tahu. Cekat sana, sudah di tungguin.”
Zahra meletakkan tasnya terlebih dahulu, lalu masuk ke ruangan bosnya.
Tok! Tok!
“Masuk.” Terdengar suara dari dalam.
Ceklek!
Zahra memutar kenop pintu tersebut, tampak bosnya masih sibuk dengan layar komputernya.
“Iya, silakan duduk dulu," ujar bosnya setelah melihat kedatangannya.
Zahra menarik kursi pelan, lalu duduk di pesan bosnya hanya meja yang jadi penghalang mereka.
“Jadi begini Zahra. Aku minta maaf sebelumnya,” Ujar pemilik bisnis tempat ia bekerja.
Wanita setengah baya tersebut menatap lembut wajah Zahra, karena memang Zahra adalah karyawan yang sangat rajin.
Zahra mengernyit keningnya bingung, bosnya masih menggantungkan ucapannya.
“Sebenarnya aku tidak tega menyampaikan ini kalian, tapi ini harus aku lakukan. Karena Bisnisku sekarang sedang mengalami kebangkrutan dan hanya mampu membayar gajih terakhir kalian bulan ini.” Wanita tersebut menatap sendu wajah Zahra.
Zahra yang mendengarnya langsung melongo, tenggorokannya langsung terasa cekat bahkan sulit untuk menelan salivanya.
“Sa-saya di pecat Bos?” tanyanya dengan suara terbata.
“Iya, lebih tepatnya di phk ( pemutus hubungan kerja). Maaf Zahra, ini harus saya lakukan. Jika suatu saat bisnis saya buka kembali, orang pertama saya panggil adalah kamu.”
“Iya, Bos. Saya mengerti, semoga bisnis Bos Kembali membaik.”
“Terima kasih Zahra doanya dan kamu juga sudah mengerti saya. Sekali lagi saya minta maaf, hari ini hari terakhir kamu bekerja dan ini gajih terakhir kamu.” Menyerahkan amplop coklat tersebut yang berisi uang.
“Silakan kembali ke pekerjaan mu dan panggil Dani dan Mita kemari ya,” tuturnya.
Zahra mengambil uang pesangonnya di atas meja tersebut, lalu berpamitan untuk keluar.
Rekan kerjanya yang lain menatapnya, menunggu penjelasannya dengan alasan apa bos memanggilnya ke dalam ruangan.
Tampak Zahra menghela napas berat.
“Bisnis Bos akan tutup dan kita semua tidak bekerja lagi di sini mulai besok.”
“Waduh ! kenapa? Bagaimana aku membayar cicilan motorku?!” sela Dani yang terlihat cemas, sama dengan yang lainnya.
“Huftt ... aku juga. Sulit sekali mencari pekerjaan dengan ijazah SMA saat ini!” keluh Mita bersandar di dinding.
“Berhenti mengeluh, mulai besok kita mencari pekerjaan. Jangan patah semangat,” ujar Zahra menyemangati temanya, padahal dirinya saat ini juga hancur.
Zahra wanita berambut sebahu dan selalu di ikat ke atas. Memiliki mata hitam legam, bahkan dagu sedikit tirus.
Ia berusaha membuat para rekan kerjanya agar tidak bersedih dengan keputusan bosnya saat ini.
“Mita, Dani. Kalian di panggil Bos untuk masuk ke dalam, cepat! Jangan sampai Bos lama menunggu,” ujar Zahra.
“Hiks ... Zahra, bagaimana aku bisa membayar hutang ku?” keluhnya memeluk tubuh Zahra dari samping.
“Entahlah Mita, aku saja pusing. Besok kita harus sebar surat lamaran saja,” usulnya.
“Cepat masuk! Apa kalian ingin di marahi Bos!” celetuk Zahra karena melihat dua temannya itu tidak beranjak dari tempat mereka berdiri.
“Hah! Hari ini dia Bos, besok bukan Bos kita lagi!” celetuk Dani yang sedikit kesal, karena tidak memberitahunya dari jauh hari jika mereka semua akan di phk.
Mita menarik paksa tangan Dani agar segera masuk ke ruangan tersebut, karena menurutnya Dani terlalu banyak bicara.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Nenieedesu
Zahra harus bisa melalui semuanya
2023-06-13
0
Annisa
Zahra kamu pasti bisa melalui ini semua, atau terima saja tawaran menikah demgan rey demi keluarga mu
2023-01-02
0
Hanum Anindya
kayanya Zahra bakal ke rumah meysi deh kalau gini ceritanya.😊semangat kak!
2023-01-01
0