Forbidden Love Zahra And Her Boss
Pada suatu pagi hari, seorang gadis bernama Zahra, berumur dua puluh sembilan tahun, melangkah dengan percaya diri memasuki sebuah hotel di kotanya. Hari ini adalah hari pertama dia bekerja di hotel tersebut. Gadis itu di terima bekerja sebagai resepsionis di salah satu hotel bintang tiga.
Begitu masuk lewat pintu karyawan dan menuju meja resepsionis, Zahra di sambut oleh Pak Ibrahim, Manajernya. Pak Ibrahim langsung mengenalkan Zahra dengan resepsionis senior yang ada di situ.
“Hartadi, Kiki ... Kenal in ini rekan kerja kalian yang baru namanya Zahra, tolong kalian ajari Zahra cara kerja di resepsionis, apa saja yang harus dia kerjakan,” ucap Pak Ibrahim pada Hartadi dan Kiki.
“Baik Pak Ibrahim”, sahut Kiki dan Hartadi.
“Oke Zahra, selamat bekerja ya,” ucap Pak Ibrahim sambil melangkah pergi meninggalkan mereka.
“Terima kasih Pak Ibrahim,” balas Zahra.
Setelah Pak Ibrahim masuk ke ruangannya, Hartadi dan Kiki pun memperkenalkan diri mereka pada Zahra.
“Hai Zahra, kenalkan Gue, Hartadi ... Lo bisa panggil Gue Har,” sapa Hartadi.
“Dan Gue, Kiki,” sapa Kiki pada Zahra.
“Hai juga ... Aku Zahra,” mohon bimbingannya ya,” balas Zahra sambil berjabat tangan bergantian dengan Kiki dan Hartadi.
Selesai perkenalan, mereka pun duduk bertiga sambil memberitahukan Zahra apa saja yang harus di kerjakan. Karena pekerjaan ini bukan pekerjaan yang pertama baginya, Zahra pun cepat menguasainya. Awalnya Zahra pernah bekerja di hotel lain juga, dia mengundurkan diri dari hotel tersebut akibat bertengkar dengan Manajernya.
Gadis itu tidak suka dengan cara Manajernya yang memarahi bawahannya di depan tamu hotel, buat Zahra perbuatan itu sangat tidak etis. Seharusnya seorang Manajer yang baik itu bila ingin menegur bawahannya karna melakukan kesalahan, alangkah lebih baiknya memanggilnya ke ruangan Manajer bukan memarahinya di depan umum atau tamu.
Zahra memang gadis yang pemberani, apa pun yang menurut dia salah, dia akan melawannya meskipun yang di lawan itu jabatannya lebih tinggi darinya. Zahra seorang gadis yang tomboi, supel dan periang. Parasnya cantik, kulitnya putih, hidungnya mancung dan bibirnya mungil. Zahra memang gadis keturunan Indo.
Karena Ibunya memang asli dari Jerman Barat dan Ayahnya dari Jawa Tengah. Hanya satu kekurangan Zahra, tinggi badannya tidak tinggi, tingginya hanya seratus lima puluh delapan sentimeter. Karna parasnya banyak orang yang mengira Zahra orang Manado.
Di tempat kerja Zahra yang baru, rekan-rekan kerja dan tamu laki-laki suka menggodanya. Tapi Zahra hanya menganggapnya angin lalu, bukan hal yang aneh bagi Zahra bila mendapat godaan dari mereka. Termasuk Hartadi, rekan kerjanya. Laki-laki itu juga mulai menunjukkan ketertarikannya kepada Zahra.
Di saat Zahra dan Hartadi satu shift, laki-laki itu terus-menerus menggodanya. Hingga mereka menjadi semakin dekat. Walaupun tidak ada ucapan kata cinta di antara mereka, sikap Hartadi di depan rekan-rekan kerjanya menunjukkan seolah-olah Zahra adalah miliknya.
Melihat sikap Hartadi yang seolah-olah menunjukkan Zahra miliknya membuat gadis itu bingung dengan status hubungan yang sebenarnya dengan laki-laki itu. Sampai enam bulan kedekatan mereka, tapi tidak pernah ada satu patah kata pun yang keluar dari mulut laki-laki itu mengatakan cinta kepadanya.
Hingga suatu hari Hartadi mengajak Zahra main ke rumahnya. Di sana Zahra berkenalan dengan Ibunya Hartadi dan adik-adiknya. Mereka pun menyambut Zahra dengan baik. Selepas magrib, Zahra berpamitan pulang dan Hartadi mengantarkannya.
Beberapa hari kemudian, setelah Zahra berkunjung ke rumah orang tuanya Hartadi, tetap saja tidak ada kepastian hubungannya dengan laki-laki itu. Zahra merasa laki-laki itu telah mempermainkan perasaannya. Apalagi di saat mereka satu shift datang seorang wanita yang mencari Hartadi.
Zahra pun langsung menanyakan siapa wanita itu pada Herman rekan kerjanya yang sudah lama bekerja di sana. Herman mengatakan wanita itu mantan Hartadi, mereka masih suka jalan bareng dan bertemu. Mendengar ucapan Herman, hati Zahra menjadi panas, semakin yakin lah Ia kalau selama ini Hartadi hanya ingin mempermainkan perasaannya saja.
Semenjak kejadian itu Zahra pun mengambil sikap, gadis itu mulai menjauhi Hartadi pelan-pelan. Cukuplah kedekatan mereka hanya sebatas rekan kerja saja sebelum dia terlalu jauh menaruh rasa kepada laki-laki itu.
Hartadi pun merasakan perubahan pada Zahra, dia langsung bertanya kenapa Zahra mulai menjauhinya.
“Kamu kenapa Ra ...” tanya Hartadi pada Zahra.
“Kenapa bagaimana ya maksudnya?” tanya Zahra balik.
“Aku merasa kamu mulai menjauhiku,” jawab Hartadi pada Zahra.
“Ah biasa saja kok. Justru aku yang ingin bertanya ... Maksud kamu selama ini dekati aku itu apa? Tapi status kita selama ini tidak jelas!,” ujar Zahra.
“Aku suka sama kamu, Ra ... Tapi aku Ngga bisa lihat kamu bergaul dengan banyak laki-laki. Aku tahu kamu cewek tomboi, mempunyai banyak temannya laki-laki. Aku Ngga bisa membayangkan kalau kita menikah nanti akan banyak laki-laki yang datang ke rumah kita menemui istriku. Itu permasalahannya,” ucap Hartadi pada Zahra.
Mendengar penjelasan Hartadi, Zahra pun terkejut.
“Jadi karna permasalahan itu kamu tarik ulur aku?. Bukankah dari awal aku sudah bicara terus terang sama kamu mengenai diriku?. Dan sudah aku katakan juga sama kamu, kalau aku lebih suka menunjukkan aku apa adanya dari pada aku harus berpura-pura menutupi semuanya, karna aku bukan orang yang munafik. Dari awal sudah aku katakan juga, kalau kamu mau terima aku apa adanya, silakan. Kalau tidak, silakan mundur. Kamu pikir setelah kita menikah nanti aku tetap bergaul dengan teman laki-laki, belum tentukan?. Aku tidak menyangka pikiran kamu sangat picik!,” ucap Zahra panjang lebar dengan geram.
“Iya Ra ...” Tapi kalau aku pergi kerja, ada teman laki-laki kamu yang datang ke rumah bagaimana?. Ngga mungkin kan kamu mengusirnya pulang. Apalagi dalam Islam, tidak boleh mengizinkan laki-laki lain yang bukan Mahramnya ke dalam rumah di saat suaminya tidak ada,” ujar laki-laki itu pada Zahra.
Terjawab sudah kenapa sampai detik ini Hartadi tidak mengungkapkan perasaannya pada dirinya. Tapi gadis itu pun juga tidak merasa bersalah, karena dari awal dia sudah berkata jujur tentang dirinya.
Zahra merasa perkataan Hartadi tadi seperti mencapnya wanita yang nakal. Zahra akui dari jaman sekolah, dia memang mempunyai banyak teman laki-laki di bandingkan wanita. Itu semua karena Zahra merasa nyaman berteman dengan laki-laki yang tidak mudah tersinggung dibandingkan dengan wanita yang gampang tersinggung sehingga dia harus berhati-hati dalam bertutur kata dengan sesama jenisnya.
“Oke kalau begitu Har, berarti cara berpikir kita berbeda. Sudah bisa aku bayangkan kalau kita berumah tangga, kita pasti akan selalu ribut karna permasalahan ini. Lebih baik memang kita berteman dan sebatas rekan kerja saja,” ucap Zahra menengahi perdebatan mereka.
“Tapi Ra ... “
“Sudahlah Har ... Dengan berteman kita tidak akan bermusuhan dibandingkan kita menjadi pasangan kekasih akhirnya menjadi musuh dan menjauh,” ujar Zahra pada Hartadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments