BAB 2

Setelah perdebatan itu hubungan Zahra dan Hartadi pun menjadi canggung. Yang biasanya mereka kalau satu shift suka bercanda dan mengobrol, kini mereka bingung harus memulainya dari mana.

Hingga suatu hari di saat Zahra dan Hartadi masuk shift pagi. Hotel mereka kedatangan seorang laki-laki paruh baya berusia sekitar empat puluh tiga tahun yang masih terlihat gagah. Laki-laki paruh baya itu datang mengenakan jas safari, sepatu mengkilap dan megenggam sebuah telepon genggam mahal di tangannya.

Hartadi pun mencolek Zahra mengisyaratkan agar wanita itu berdiri mengikutinya untuk menyambut kedatangan laki-laki paruh baya itu. Zahra pun mengikuti kode yang diberikan Hartadi. Saat laki-laki paruh baya itu lewat di depan meja resepsionis, Zahra mendengar Hartadi memberikan salam.

“Selamat siang Pak,” sapa Hartadi pada laki-laki itu.

Mendengar ada yang menyapanya, laki-laki itu pun menoleh kearah meja resepsionis.

“Siang .... Kamu Har, masuk pagi?,” tanya laki-laki paruh baya itu.

“Iya Pak," jawab Hartadi.

Melihat Hartadi, Pak Ibrahim dan rekan-rekan kerjanya menyambut kedatangan laki-laki paruh baya itu, Zahra langsung bisa menebaknya kalau laki-laki itu adalah pemilik hotel tempat dia bekerja. Zahra pun langsung mengikuti menyapa laki-laki paruh baya itu.

“Selamat siang Pak,” sapa Zahra.

“Siang,” balas laki-laki paruh baya itu sambil melihat ke arah Zahra.

“Kamu karyawan baru?,” tanya laki-laki paruh baya itu kepada Zahra.

“Iya Pak.”

”Sudah lama kamu kerja di sini?.”

“Baru enam bulan Pak,” jawab Zahra kembali.

“Oh” sahut laki-laki paruh baya itu sambil melangkah memasuki ruangan Manajer.

Tak lama terdengar pintu ruangan Manajer di tutup. Zahra pun tidak me nyia nyiakan kesempatan untuk bertanya kepada Hartadi, siapa laki-laki paruh baya tadi.

“Itu siapa, Har?.”

”Itu Owner kita, namanya Pak Yahya. Kamu harus hati-hati sama dia,” ujar Hartadi pada Zahra.

“Loh ... Harus hati-hati kenapa?. Kelihatannya dia orang yang baik.”

“Dia itu Ngga bisa lihat perempuan cantik, barusan aja tatapan matanya menatap kamu terus,” ujar Hartadi dengan nada cemburunya. Dia itu istrinya dua, kakak beradik dia nikah in. Cuma karna kakaknya marah, akhirnya adik istrinya mundur dan menghindar terus dari Boss,” terang Hartadi pada Zahra.

“Oh gitu ... Terus yang istri pertamanya kakaknya atau adiknya?,” tanya Zahra.

“Kakaknya, namanya Bu Ibah dan adiknya namanya Bu Endah.”

“Wah ... Hebat juga ya Boss bisa sampai nikahi kakak beradik,” ujar Zahra sambil mangut-mangut kepalanya.

“Kenapa?. Kamu juga tertarik jadi istrinya?,” tanya Hartadi dengan menunjukan rasa tak sukanya.

“Ya Ngga lah, mana mungkin Boss mau sama aku yang bagaikan bubuk rengginang,” sahut Zahra sambil tertawa.

“Awas aja ya kalau kamu sampai dekat sama si Boss!,” ujar Hartadi dengan nada ancaman.

“Ishh ... Emang apa urusannya kalau aku dekat sama si Boss?. Toh kita juga Ngga ada hubungan apa-apa!,” ucap Zahra dengan reaksi masa bodohnya.

“Terserahh ... “ sahut Hartadi dengan kesal.

Tak berselang lama, terdengar Pak Yahya memanggil Hartadi dari dalam ruangannya.

“Hartadi!.”

“Iya Pak,” sahut Hartadi sambil beranjak bangun dari duduknya dan melangkah menuju ruangan Manajer.

“Tok ... Tok ... Tok”

“Masuk!,” Perintah Pak Yahya dari dalam.

Hartadi pun membuka pintu ruangan Manajer dan melangkah ke dalam.

“Iya Pak ... Bapak panggil Saya?.”

“Siapa nama perempuan yang kerja satu shift sama kamu?,” tanya Pak Yahya pada Hartadi.

“Oh itu namanya Zahra, Pak ... Dia karyawan baru di sini, baru kerja enam bulan di sini,” terang Hartadi.

“HM ... Cantik juga ya,” ucap Pak Yahya.

Mendengar perkataan Boss nya, Hartadi pun terdiam. Apa yang dia takutkan di depan tadi ketika berbicara dengan Zahra, sepertinya akan menjadi kenyataan. Boss nya menunjukkan rasa ketertarikan dengan wanita itu.

“Iya Pak, dia memang cantik. Zahra, blasteran Jerman dan Jawa Tengah,” jawab Hartadi.

“Kamu pasti tertarik sama dia kan?,” tanya Pak Yahya dengan nada menyelidiki.

“Ngga Pak, kami hanya berteman saja kok,” jawab Hartadi dengan terpaksa, karna dia tidak mau mencari masalah dengan Boss nya.

“Ya sudah, kamu boleh kembali bekerja,” ucap Pak Yahya menyuruh Hartadi kembali ke tempatnya.

“Baik Pak ... Saya permisi dulu.”

Hartadi pun balik badan dan melangkah menuju pintu untuk keluar ruangan. Belum juga dia memutar knop pintu untuk keluar, terdengar lagi suara Pak Yahya yang bertanya padanya.

“Oya Har, apa wanita itu sudah punya kekasih?.”

Dengan menolehkan kepala ke belakang, Hartadi pun menjawab.

“Setahu Saya sepertinya belum Pak.”

“Oke, terima kasih Har.”

“Sama-sama Pak. Kalau begitu Saya permisi dulu,” Hartadi pun keluar dari ruangan Manajer dan menuju meja resepsionis untuk kembali bekerja.

Begitu melihat kemunculan Hartadi, Zahra langsung mencecarnya dengan pertanyaan.

“Kenapa tadi di panggil Boss?. Ngga ada masalahkan?.”

Hartadi pun menghela nafasnya dan berkata.

“Ngga ada masalah apa-apa. Tadi Boss manggil hanya nanyain soal kamu aja.”

“What?!”, Nanyain aku soal apa?,” Tanya Zahra dengan penasaran.

“Ya seperti yang aku bilang tadi sama kamu soal Boss, kalau dia Ngga bisa lihat perempuan cantik. Boss sepertinya tertarik tuh sama kamu!. Boss tadi nanyain soal kamu ke aku.”

“Apaan sih Har ... Ngga usah aneh-aneh deh ngomongnya.”

“Di kasih tahu Ngga percaya!. Lihat aja paling nanti Boss lama-lama bakalan deketin kamu,” ujar Hartadi dengan kesal.

“Kamu kenapa sih Har, kok jadi kesal sama aku?. Kamu cemburu?. Bukannya kita udah Ngga ada hubungan apa-apa?.”

“Ihh ... Siapa juga yang cemburu!. Itu sih hak kamu mau ngeladenin Boss atau Ngga. Aku cuma bisa berpesan kalau bisa jangan kamu ladenin, apalagi kalau sampai istri dan anak-anaknya tahu.”

“Iyaa ... Thanks nasehatnya Har. Tapi aku Ngga janji juga ya,” ujar Zahra sambil terkekeh-kekeh.

“Terserah ...,” balas Hartadi sambil melangkah pergi menuju toilet.

Melihat Hartadi pergi dengan kesal, Zahra hanya bisa tertawa cekikikan. Gadis itu merasa senang telah berhasil balas dendam dengan membuat laki-laki itu cemburu. Gadis itu masih sakit hati dengan perlakuan dan perkataan Hartadi padanya tempo hari, yang menggantung status mereka dan berpikiran picik tentang dirinya apabila mereka menikah nanti.

Untungnya semua cepat terjawab sebelum mereka suatu saat jadi menikah. Bisa Zahra bayangkan rumah tangganya akan seperti apa kalau jadi menikah dengan laki-laki itu. Pasti Zahra akan merasa bagaikan burung dalam sangkar. Meskipun dia juga tahu kalau sudah seharusnya seorang istri patuh sama suaminya, tapi tidak harus sampai mengekang istrinya juga.

Bisa Zahra bayangkan, pasti di saat dia menikah dengan Hartadi, dia akan kehilangan teman-temannya. Apa iya setelah menikah dia harus menjadi wanita yang kurang pergaulan karna di kekang suaminya nanti?. Sepertinya Zahra tidak akan sanggup menjalani kehidupan rumah tangga yang seperti itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!