BAB 13

Mereka berdua pun pergi meninggalkan tempat kerja Zahra. Di tengah jalan, Agus bertanya, “ mau makan siang dulu Ngga Ra atau mau makan apa gitu?.”

“Aku mau makan bakso aja Mas, udah lama Ngga makan bakso nih.”

“Oke ... Mau makan bakso di mana ?.”

“Bakso Jaja aja Mas, di situ enak baksonya.”

“Siap Nyonya ...” sahut Agus sambil melajukan motornya dengan kecepatan sedang menuju tempat bakso langganan istrinya.

Lima belas menit kemudian mereka sampai di tempat tujuan. Zahra memesan dua mangkuk bakso untuknya dan suaminya, tak lupa juga dia memesan dua gelas es jeruk.

Tak lama pesanan mereka pun datang.

“Ya ampun Ra ... Yang benar aja itu sambal dan cukanya banyak amat, nanti kamu sakit perut loh.”

“Ngga Mas ... Kamu tenang aja, aku udah biasa kok makan bakso kaya gini. Kalau Ngga pedas dan asam kayanya gimana gitu.”

“Tapi Ngga sebanyak itu juga kali Ra, mulut kamu mungkin kuat tapi kasihan yang di dalam perut kamu, pasti Ngga kuat. Di kurangi ya makan pedas dan asamnya. Aku takut kamu sakit.”

“Iya iya ... Bawel banget punya suami,” sahut Zahra sambil ngedumel.

“Bukan bawel Ra, ini tandanya Mas sayang sama kamu.”

“Iya Mas ku sayanggg ...”

Agus pun tertawa mendengar perkataan istrinya yang terdengar kesal. Dia hanya menggeleng-geleng kan kepalanya. Selesai menghabiskan pesanannya, mereka pun menuju pulang, karna hari sudah menjelang malam.

Hari demi hari, bulan demi bulan mereka jalani kehidupan rumah tangga dengan bahagia. Walaupun Agus hanya bekerja sebagai marketing pemasaran di perusahaan obat dengan pendapatan tiap bulan yang tidak terlalu besar dan tidak mempunyai mobil, tapi laki-laki itu selalu bisa membuat Zahra tertawa, ada saja omongan Agus yang lucu sehingga sedikit demi sedikit dia bisa menghalau sosok Pak Yahya dari pikirannya.

Tapi bukan berarti rumah tangga Zahra dan Agus tidak ada perbedaan pendapat dan pertengkaran kecil di antara mereka. Semua selalu mereka selesaikan secara baik-baik, karena mereka tahu bagaimana susahnya dua kepala dijadikan satu dalam rumah tangga.

Harus ada salah satu yang mau mengalah, harus ada rasa saling dalam berumah tangga itu kalau kata nasehat orang tua mereka. Apalagi pernikahan mereka masih seumur jagung, yang masih banyak rintangannya.

Menginjak usia enam bulan pernikahan mereka, Zahra akhirnya hamil.

“Uwek ... Uwek ...” suatu hari di pagi hari.

“Kamu kenapa Yank? ... Sakit?,” tanya Agus pada istrinya.

“Ngga tahu Mas, kepala aku pusing dan perutku mual.”

“Kamu masuk angin kali Yank, kadang di tempat kerja kamu suka telat makan kan?.”

“Ngga juga kok Mas, mungkin lagi harus sakit aja kali Mas, nanti di bawa istirahat juga sembuh kok.”

“Ya sudah kamu istirahat aja, nanti Mas kasih tahu tempat kerja kamu kalau kamu tidak bisa kerja hari ini karna sakit.”

“Iya Mas, terima kasih ya.”

Zahra pun kembali naik ke atas ranjang untuk beristirahat. Dia juga mengirim pesan pada Kiki memberi kabar kalau hari ini dia tidak bisa bekerja karna sakit.

Selesai membersihkan diri, Agus bersiap-siap untuk berangkat kerja. Setelah rapi dia berpamitan pada istrinya.

“Mas berangkat kerja dulu ya Yank. Kalau ada apa-apa telepon Mas,” ucap Agus sambil mencium kening istrinya.

“Iya Mas, hati-hati di jalan,” sahut Zahra sambil mencium punggung tangan suaminya.

“Assalamualaikum.” Salam Agus.

“Waalaikumsalam.” Balas Zahra.

Agus pun keluar dari kamar, saat bertemu dengan Nurhayati, Ibunya Zahra, Agus memberitahu Nurhayati kalau Zahra sedang sakit dan menitipkan Zahra pada Ibunya. Agus pun berangkat kerja setelah berpamitan dengan Ibu mertuanya.

Mendengar anaknya sakit, Nurhayati berjalan menuju kamar tidur anaknya.

“Tok ... Tok ... Tok ...”

“Ra ... Boleh Ibu masuk?.”

“Masuk aja Bu, pintunya Ngga Zahra kunci kok.”

Nurhayati pun masuk ke dalam kamar anaknya.

“Kata Agus, kamu sakit?.”

“Iya Bu ... Kepala Zahra pusing dan perut terasa mual.”

Nurhayati terdiam sejenak ketika mendengar penuturan anaknya.

“Apa kamu sudah dapat tamu bulanan Ra?.”

Zahra terkejut mendengar pertanyaan Ibunya.

“Bulan ini belum Bu, tapi kalau di lihat dari tanggalnya harusnya aku udah dapat, memangnya kenapa Bu?.”

Mendengar ucapan anaknya, sang Ibu tersenyum.

“Coba kamu beli test pack, Ra ... Barangkali saja kamu sedang hamil.”

“Hahh” ... Zahra pun terkejut ketika mendengar perkataan sang Ibu. Kenapa juga dia tidak sampai berpikir ke sana, apalagi pernikahannya dengan Agus sudah berjalan enam bulan.

“Iya Bu ... Ibu ada benarnya juga, kenapa aku Ngga sampai mikir ke sana.”

“Terima kasih ya Bu ... Besok Zahra beli alatnya di apotik.”

“Loh ... Kenapa kamu Ngga minta tolong Agus belikan saja Ra?.”

“Ngga usah Bu, biar Zahra aja besok beli sendiri. Lagi pula Zahra ingin kasih surprise Mas Agus kalau memang benar Zahra hamil.”

“Ya sudah kalau itu sudah jadi keinginan kamu. Sekarang kamu sarapan dulu ya?.”

“Nanti aja Bu, Zahra mau istirahat dulu aja. Masih pusing dan mual soalnya.”

“Oh ya sudah. Tapi kamu jangan sampai Ngga makan ya Ra. Ibu tinggal ya, kalau perlu apa-apa panggil Ibu. Met istirahat.”

“Iya Bu, terima kasih.”

Nurhayati pun pergi meninggalkan anaknya untuk beristirahat.

Setelah Ibunya berlalu pergi, Zahra pun termenung. Dia membayangkan jika benar apa yang di katakan Ibunya sedang hamil, betapa bahagianya dia karna akan menjadi seorang ibu. Apalagi usianya sekarang sudah tiga puluh tahun, usia yang rawan untuk mengandung. Zahra dan Agus pernah berdiskusi tidak akan menunda menambah anak bila Zahra telah melahirkan anak pertama. Karna mereka juga harus memikirkan usia mereka berdua yang tidak muda lagi.

Tak terasa hari sudah sore, tepat jam lima Agus pulang.

“Assalamualaikum,” salam Agus,

“Waalaikumsalam,” sahut Zahra dan Ibunya.

Agus pun berjalan masuk ke dalam rumah. Melihat suaminya datang Zahra langsung meraih tangan Agus dan mencium punggung tangannya.

“Gimana Ra, masih sakit?. Kalau masih sakit kita periksa ke dokter aja ya.”

“Ngga usah Mas, udah mendingan kok, mungkin aku cuma masuk angin aja. Iya kan Bu?.”

“Iya Gus, Zahra udah mendingan. Mungkin dia hanya masuk angin,” jawab Ibunya Zahra karna paham kode anaknya ingin merahasiakan sesuatu dari suaminya.

“Ya sudah kalau begitu. Mas mau bersih-bersih dulu ya, abis dari jalan Ngga enak badan terasa lengket.”

“Iya Mas. Mau aku bikin kan kopi, Mas?.”

“Boleh ... Makasih ya Yank,” ucap Agus sambil melangkah menuju kamar tidur mereka untuk membersihkan diri.

“Sama-sama Mas,” balas Zahra sambil melangkahkan kakinya menuju dapur.

Lima menit kemudian Agus keluar kamar tidur dengan penampilan lebih segar dan wangi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!