BAB 4

“Waduh Ra ... Lo tuh udah berani main api. Hati-hati jangan sampai Lo terbakar nanti. Lo pikirkan baik-baik deh, bisa jadi Lo terima Boss karna terobsesi figur seorang Ayah aja. Memang Lo mau di jadikan istri Boss yang ke tiga?. Meskipun istri Boss yang kedua sudah gak sama Boss lagi. Sayangkan kalau sampai itu terjadi, menurut Gue. Lo itu cantik pasti masih banyak laki-laki single yang mau sama Lo. Dan ini sama aja artinya Lo cari penyakit dengan istri dan anak-anaknya Boss,” nasehat Kiki panjang lebar pada sahabatnya.

“Iya Ki, makasih ya nasehatnya. Gue juga masih waras meskipun agak sedikit gila. Cuma memang Gue sayang sama Boss. Apalagi setelah Gue perhatikan bagaimana sikap istri serta anak-anak Boss, yang tidak ada perhatiannya sebagai istri terhadap suaminya dan perhatian seorang anak terhadap Ayahnya.

Lo lihat sendiri kan mereka lebih mementingkan materi, terkadang anak-anaknya datang ke tempat kita kerja hanya untuk mengambil atau meminta uang pendapatan hotel tanpa persetujuan Ayahnya. Istrinya pun sama sering menelepon kita memerintahkan kita supaya jangan kasih uang ke Boss kalau Boss datang mau ambil uang di tempat kerja kita. Makanya Gue jadi bingung, yang punya hotel ini Boss apa istrinya sih,” ucap Zahra pada Kiki sahabatnya.

“Memang sih Ra ... Tapi menurut Gue itu kan urusan internal rumah tangga Boss. Kita Ngga mungkin bisa ikut campur lah. Pokoknya sekarang pesan Gue sama Lo, kalau bisa segera akhiri hubungan Lo sama Boss. Jangan sampai keburu istri dan anak-anaknya tahu. Gue tahu kok, Lo perempuan yang baik. Buktinya Lo Ngga tegaan lihat Boss di perlakukan seperti itu sama istri dan anak-anaknya.”

“Iya Ki ... Tapi kasih kesempatan Gue dulu untuk merasakan bagaimana menjalani hubungan dengan Boss lah, baru juga jadian masa udah putus lagi,” sahut Zahra sambil nyengir.

“Terserah Lo lah ... Pokoknya Gue sebagai sahabat udah mencoba kasih nasehat yang terbaik, mau Lo dengar apa Ngga ya terserah,” ucap Kiki dengan kesal.

“Iya iya ... Gitu aja marah. Tapi Gue minta tolong hal ini jangan sampai Hartadi dan teman-teman yang lain tahu ya,” pinta Zahra kepada Kiki.

“Tenang aja Ra,” sahut Kiki.

“Thanks ya Ki ... Lo memang sahabat Gue yang paling pengertian,” ucap Zahra sambil memeluk sahabatnya.

Setelah Zahra berterus terang pada Kiki sahabatnya tempo hari. Zahra dan Pak Yahya pun memulai kisah kasih mereka. Hari demi hari mereka lalui dengan saling memberikan perhatian, serta kasih sayang yang tulus, meskipun mereka harus bertemu secara sembunyi-sembunyi di luar tempat kerja. Kadang di saat Zahra masuk siang dan pulang jam sepuluh malam, Boss nya akan datang menjemputnya dan menunggu di suatu tempat. Zahra akan berjalan kaki untuk menghampiri mobil Pak Yahya dan mereka pun langsung pergi dari tempat itu.

Mereka menyadari tidak mungkin bertemu di saat siang hari, bisa saja ada orang yang mengenali dan melihat mereka jalan bersama. Dan tidak mungkin juga menjemput Zahra di tempat kerja. Bisa saja di hotel itu ada mata-mata dari istrinya Boss yang di taruh bekerja di sana untuk mengawasi suaminya. Walaupun pertemuan diam-diam mereka yang di lakukan sekarang belum tentu terjamin tidak akan ketahuan.

Tak terasa sudah lima bulan mereka menjalani kisah kasih secara sembunyi-sembunyi. Hingga pada suatu hari Boss nya mengatakan ingin berkunjung ke rumah Zahra untuk berkenalan dengan Ibu dan kakak laki-lakinya Zahra.

Mendengar niatan Pak Yahya, Zahra terkejut. Apa iya seorang Boss mau datang ke rumahnya yang sederhana, meskipun Boss nya adalah kekasihnya. Selama ini memang Boss nya hanya mengantarkan Zahra pulang sampai di depan pagar saja. Belum pernah satu kali pun Pak Yahya masuk ke dalam rumahnya.

Tepat jam delapan malam akhirnya Pak Yahya datang ke rumah Zahra, di sana Ia berkenalan dengan Nurhayati, Ibunya Zahra dan kakak laki-laki Zahra, yang bernama Wisnu. Ibu dan kakak laki-laki Zahra tidak tahu kalau Pak Yahya adalah laki-laki yang sudah berkeluarga, karna Zahra tidak pernah menceritakan hal itu kepada Ibu dan kakaknya. Zahra takut kalau dia bercerita pada Wisnu, dia akan memukulnya.

Ibu dan Mas Wisnu menerima kedatangan Pak Yahya dengan baik dan mereka saling berbincang-bincang sejenak. Setelah selesai berbincang dan saling mengenal, Ibu dan Mas Wisnu meninggalkan Zahra dan Pak Yahya ke dalam untuk memberikan mereka kesempatan berbincang berduaan.

“HM ... Mas mau minum apa, teh atau kopi?” tanya Zahra pada Pak Yahya.

“Teh aja ... Tapi gulanya dikit aja ya Ra.”

“Iya Mas, sebentar aku buatkan dulu. Ngga apa-apa kan aku tinggal sebentar?.”

“Ngga apa-apa,” ucap Pak Yahya pada Zahra.

Tak berapa lama Zahra kembali ke ruang tamu dengan membawa secangkir teh panas.

“Ini tehnya Mas, awas masih panas,” ucap Zahra sambil menaruh cangkir teh ke atas meja tamu.

“Terima kasih Ra.”

“Sama-sama Mas,” sahut Zahra sambil melangkah duduk di samping Boss nya.

“Jadi kamu hanya tinggal bertiga aja di rumah?,” tanya Pak Yahya sambil menengok kearah Zahra yang duduk di sampingnya.

“Iya Mas ... Ayah sudah tujuh belas tahun meninggalkan kami semua karna sakit kanker. Saat itu aku masih berumur dua belas tahun dan masih duduk di bangku kelas lima sekolah dasar.”

“Sudah lama juga Ayahmu tiada ya dan umur segitu masih butuh-butuhnya kasih sayang dari seorang Ayah.”

“Iya Mas” ... Jawab Zahra dengan mata yang berkaca-kaca.

“Ya sudah jangan bersedih, sekarang kan ada aku. Kamu bisa anggap aku seperti Ayahmu sendiri.”

“Terima kasih Mas.”

Mereka pun kemudian mengganti topik obrolan lain. Saking asyiknya mengobrol ke sana ke mari, tak terasa waktu sudah menunjukkan jam sepuluh malam. Pak Yahya pun pamit pulang, dia merasa tidak enak karna bertamu sampai terlalu malam. Apalagi besok Zahra harus masuk pagi, kekasihnya harus cepat tidur.

Setelah berpamitan kepada Ibu dan kakaknya Zahra, Zahra pun mengantarkan Boss nya sampai ke depan pagar rumahnya. Sebelum memasuki mobilnya, Pak Yahya pun mengecup kening Zahra dengan tiba-tiba sambil mengucapkan,” Selamat tidur Ra.”

Sontak Zahra terkejut atas apa yang Boss nya lakukan. Dia tidak menyangka Pak Yahya akan berani mengecup keningnya di depan pagar rumahnya. Zahra takut kakaknya atau Ibunya melihat kejadian tadi. Dengan takut-takut Zahra memperhatikan sekitar, dia menarik nafas lega karna tidak ada yang melihatnya.

Ketika mendengar Pak Yahya menstater mobilnya, Zahra pun mengatakan, “ agar Boss nya berhati-hati di jalan,” sambil melambaikan tangannya. Mobil pun hilang dari jarak pandang matanya dan gadis itu beranjak masuk ke dalam rumahnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!