BAB 8

Bulan demi bulan kebersamaan Zahra dan Agus tetap terjalin dengan baik. Sampai pada suatu hari Agus mengajak Zahra jalan ke puncak, mereka berdua menikmati suasana di riung gunung sambil menikmati satu mangkuk mie rebus dan kopi panas yang mereka pesan. Mereka berdua berbincang-bincang dan bersenda gurau dengan ditemani udara riung gunung yang dingin.

Zahra menikmati momen seperti ini, beda memang rasanya ketika Ia menjalin hubungan dengan laki-laki yang sudah berkeluarga dengan laki-laki yang masih single. Dengan laki-laki single, dia bisa bebas jalan ke mana saja tanpa harus takut ketahuan orang lain dan waktunya pun bisa kapan saja bertemu walaupun Ia dan Agus hanya berteman. Dulu ketika masih dengan Boss nya, dia tidak sebebas ini untuk ketemu kapan saja dan berjalan ke mana saja, semua ada batasannya.

Lagi asyik-asyiknya berbincang-bincang sambil bersenda gurau, Agus menanyakan apa jawaban Zahra atas ungkapan perasaannya waktu itu.

“Ra ... Apa jawaban kamu atas ungkapan perasaanku waktu itu?, sudah empat bulan aku menunggu. Aku benar-benar serius sama kamu, Ra.”

Mendengar pertanyaan Agus, Zahra terdiam. Memang sudah lama Ia mempersiapkan dan memikirkan matang-matang jawaban apa yang akan dia berikan pada Agus jikalau pria itu menanyakan apa keputusannya nanti.

Selama ini Zahra memang belum ada rasa suka sedikit pun dengan Agus, dia hanya menganggap Agus tidak lebih dari seorang teman dan sahabat. Tapi Zahra berpikir, tidak ada salahnya kalau dia mencoba menerima Agus karena ibadah. Zahra yakin perasaan cinta dan sayang itu akan datang dengan sendirinya karena terbiasa.

Apalagi yang Zahra dengar dari orang-orang, lebih enak bila seorang laki-laki yang suka duluan kepada wanitanya dari pada sama-sama suka. Kalau seorang laki-laki suka duluan pada wanitanya, dia akan lebih sayang dan takut kehilangan pasangannya. Entah omongan itu benar atau tidak Zahra pun tak tahu.

Zahra juga sadar bahwa pernikahan itu seperti kita bermain game, bisa kalah ataupun menang, yang artinya bisa awet sampai ajal memisahkan mereka ataupun pisah karena perceraian. Tinggal bagaimana usaha manusia itu sendiri untuk menjalaninya ke depan nanti.

Setelah beberapa saat berperang dalam hati, Zahra mengatakan pada Agus, ” Baiklah Gus, aku terima cintamu dan aku mau menikah denganmu. Tapi dengan syarat, kamu harus menjauhi teman-temanmu itu. Aku tidak mau kamu bergaul dengan mereka lagi yang bisanya hanya mengajak nongkrong tiap malam di tempat-tempat yang tidak baik dan tidak ada manfaatnya.

Karena buat aku, kalau kamu benar-benar mau aku jadi istrimu, sekaranglah waktunya kamu fokus dengan pekerjaanmu dan masa depanmu sendiri. Sudah bukan waktunya lagi kamu main wanita, keluyuran juga nongkrong ke sana sini, karena pernikahan itu bukan permainan yang hanya dijalani untuk satu atau dua hari saja. Bukan aku melarangmu untuk berteman, tapi carilah teman yang baik,” ucap Zahra pada Agus.

Agus terkejut dengan jawaban yang diberikan Zahra, dia merasa seperti sedang bermimpi. Yang tadinya jantungnya berdegup dengan kencang menunggu jawaban dari Zahra, kini mereda. Dia tidak mengira Zahra mau menerima lamarannya dan menerima rasa cintanya. Wajah Agus berseri-seri, bola matanya berkaca-kaca karena terharu Zahra akhirnya mau menerima dirinya. Secara refleks, Agus memeluk Zahra dan berjanji akan memenuhi syarat yang Zahra minta.

“Alhamdulillah” terima kasih Ra, kamu mau menerima cintaku dan pinangan ku. Aku berjanji akan menuruti syarat yang kamu berikan, Ra,” ucap Agus pada gadis yang dicintainya.

Tak hanya itu saja, Agus juga meminta pada Zahra, apabila suatu saat Agus melakukan kesalahan yang tidak ia sadari, Zahra mau menegurnya, karena Agus tahu untuk menuju ke arah yang lebih baik itu tidak mudah, pasti akan banyak aral melintang yang menghalanginya.

Zahra pun menyanggupinya, dia juga mengatakan akan membicarakan hal ini dulu pada Ibu dan kakaknya. Karna bagaimanapun dia harus meminta restu pada Ibu dan kakaknya. Dan Agus pun harus siap seandainya Ibu dan kakaknya tidak merestui, dia harus bisa menerimanya. Agus pun menyanggupinya dan berjanji seandainya Ibu dan kakaknya Zahra tidak merestui, dia akan berjuang untuk mendapatkan Zahra. Karna hari sudah larut malam, mereka berdua pun pulang.

Esok harinya di pagi hari saat Zahra masuk kerja siang, dia mengajak bicara Ibu dan kakaknya mengenai pinangan Agus.

“Bu ... Mas Wisnu ... Ada yang mau Zahra bicarakan pada kalian. Zahra di pinang Agus untuk menjadi istrinya. Tapi Zahra bilang, kalau Zahra harus minta restu dulu pada Ibu dan Mas Wisnu. Zahra Ngga mau menikah kalau Ibu dan Mas Wisnu tidak memberi restu,” ucap Zahra pada kakak dan Ibunya.

“Zahra ... Ibu tahu usia kamu sudah lebih dari cukup untuk membina rumah tangga. Kalau menurut kamu, Agus itu baik untukmu dan bisa membuatmu bahagia, Ibu akan merestuinya,” sahut Nurhayati, Ibunya Zahra.

“Iya Zahra ... Mas Wisnu pun demikian. Kalau pilihan kamu memang sudah mantap dengan Agus, Mas juga merestuinya. Mas Wisnu tidak masalah kalau harus di langkah olehmu, karna Mas tahu umur seorang wanita itu makin berumur akan semakin besar resikonya jika mengandung. Mas Wisnu akan selalu berdoa untuk kebahagiaanmu, jadi tolong kamu kasih tahu Agus untuk datang secara resmi bersama keluarganya untuk melamar adik Mas,” ujar Wisnu pada adiknya.

“Alhamdulillah”... Terima kasih Ibu ... Terima kasih Mas Wisnu, kalian sudah memberikan restu. Nanti akan Zahra beritahukan Agus kabar ini,” ucap Zahra sambil memeluk Ibu dan kakaknya bergantian.

“Sama-sama Nak ... Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu,” balas Nurhayati, Ibunya Zahra.

Setelah perbincangan dengan Ibu dan kakaknya soal pinangan Agus, Zahra sengaja tidak memberitahukan hasil perbincangannya kepada Agus. Setiap Agus menanyakannya, Zahra selalu memberikan jawaban “belum”. Gadis itu sengaja merahasiakan untuk memberikan kejutan kepada Agus.

Di hari Sabtu pagi, Zahra mendapat telepon dari Agus, dia mengatakan kalau sore hari keluarganya akan datang ke rumah untuk melamar Zahra.

Tentu saja Zahra terkejut dengan perkataan Agus, karena dia belum mempersiapkan hidangan apa pun untuk menyambut keluarga Agus nanti sore dan dia tidak menyangka Agus akan secepat ini melamarnya. Setelah Agus menutup teleponnya Zahra langsung memberitahukan hal itu pada Ibu dan kakaknya kalau nanti sore Agus serta keluarganya akan datang untuk melamar Zahra.

Dengan sisa waktu yang ada, Zahra mempersiapkan hidangan ala kadarnya untuk menyambut kedatangan keluarga Agus, Zahra merasa tidak enak bila tidak ada hidangan apapun yang disuguhkan pada keluarga Agus.

Meskipun Agus mengatakan tidak perlu repot-repot, karena memang dia lah yang salah, yang mendadak ingin melamar Zahra tanpa memberitahukan Zahra jauh-jauh hari.

Beberapa saat akhirnya rombongan keluarga Agus tiba di rumah Zahra, kedatangan mereka disambut dengan Zahra, Ibu dan kakaknya Zahra.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!