“Oh begitu, pantas pulangnya tidak seperti biasanya. Sekarang kamu bersih-bersih dulu sana, habis itu kita makan malam sama-sama. Agus dan Zahra juga baru pulang, sekarang mereka lagi bersih-bersih dulu.”
“Tumben mereka pulang jam segini?,” Tanya Wisnu dengan wajah bertanya-tanya.
“Katanya mereka habis dari dokter kandungan.”
“Oh ya? ... Ya sudah kalau begitu Wisnu mandi dulu ya Bu.”
“Iya Mas.” Wisnu pun berjalan menuju kamar tidurnya untuk membersihkan diri.
Selesai semua membersihkan diri, mereka semua berkumpul di meja makan untuk makan malam bersama. Sambil makan, mereka mengobrol santai.
“O ya Ra, Mas Wisnu dengar dari Ibu katanya kamu tadi periksa kandungan ya?.”
“Iya Mas ... Alhamdulillah usia kandungan aku sudah dua minggu. Belum kelihatan sih calon bayinya, soalnya masih sekecil biji kacang hijau.”
“Alhamdulillah ... Jaga calon ponakan Mas baik-baik ya Ra. Terus planing kamu ke depan bagaimana setelah kamu melahirkan nanti, apa tetap bekerja atau bagaimana?.”
“Iya Mas, pasti aku jaga baik-baik calon keponakan Mas. Kalau untuk masalah planing ke depan setelah aku melahirkan, aku belum ada gambaran Mas. Kita lihat saja nanti.”
“Oh begitu, tapi Mas sarankan kamu sudah harus mulai memikirkannya jauh-jauh hari Ra. Kalau kamu masih ingin tetap bekerja setelah melahirkan nanti, kamu kan harus cari orang buat mengasuh anakmu, kasihan kalau harus Ibu yang mengasuh. Ibu cukup mengawasi saja.”
“Iya Mas ... Nanti akan Zahra pikirkan saran dari Mas. Yang pasti Zahra juga tidak mau sampai merepotkan Ibu.”
Mereka pun melanjutkan makan malamnya. Setelah selesai makan malam, seperti biasanya Zahra akan membantu Ibunya merapikan meja makan dan mencuci piring. Saat di dapur.
“Bu ... Zahra minta maaf ya kalau Zahra dan Mas Agus jadi merepotkan Ibu, karna kita masih menumpang tinggal di rumah Ibu. Nanti kalau Zahra sudah melahirkan mungkin Zahra dan Mas Agus akan mengontrak atau membeli rumah sendiri. Biar rumah kecil setidaknya Zahra dan Mas Agus punya rumah sendiri untuk membangun sebuah keluarga.”
“Kamu itu ngomong apa sih Ra, Ibu tidak merasa di repotkan dengan kalian tinggal di sini. Malah Ibu senang di rumah tidak sendirian. Biar kamu kerja, setidaknya di saat kamu masuk pagi, sorenya sudah pulang menemani Ibu. Sudah, kamu jangan berpikiran macam-macam, nanti malah jadi stres dan berimbas ke janin kamu.”
“Iya Bu, terima kasih ya sudah mau menerima Zahra dan Mas Agus tinggal di sini. O ya Bu ... Mas Wisnu belum ada keinginan buat berkeluarga apa?.”
“Sama-sama Nak ... Kalau soal Masmu, Ibu tidak mengerti ... Sampai sekarang saja Ngga ada wanita yang di bawa ke rumah untuk di kenalkan sama Ibu. Biarkan sajalah, toh dia laki-laki ... Sampai kapan pun masih bisa bereproduksi. Nanti kalau dia memang sudah ada jodohnya pasti akan memperkenalkannya pada kita.”
Nurhayati dan Zahra berlalu dari dapur, menuju ruang keluarga untuk bergabung dengan Wisnu dan Agus. Setelah waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, mereka semua beranjak menuju kamar tidur masing-masing untuk beristirahat. Di saat Agus dan Zahra berada di atas ranjang, sang suami mencoleknya.
“Yank ... Mas pengen.”
“Pengen apa Mas? Kalau pengen ngomong, ngomong aja.”
“Ishh ... Bukan pengen ngomong Yank, pengen itu.”
“Itu apa Mas?,” tanya Zahra pura-pura tidak mengerti dan sengaja menggoda suaminya.
“Ishh ...” Dengan gemas Agus langsung menindih dan mencumbu istrinya serta melucuti pakaiannya kemudian terjadilah pertempuran sengit mereka di atas kasur. Selesai bertempur, mereka pun tertidur sambil berpelukan.
Tak terasa kandungan Zahra telah memasuki bulan ke enam. Agus, suaminya mengantarkan Zahra kembali kontrol ke dokter kandungan.
“Selamat sore Dokter Sherly.”
“Selamat sore, ayo silakan langsung naik ke tempat periksa ya. Ibu Ngga ada keluhan kan?.”
“Alhamdulillah sampai saat ini Ngga ada Dok. Hanya nafsu makan Saya aja yang jadi bertambah besar.”
“Tidak apa-apa Bu, namanya juga makan untuk berdua,” sahut Dokter Sherly sambil tersenyum.
Seperti biasa suster mengoleskan gel ke perut Zahra dan Dokter Sherly pun melakukan pemeriksaan.
“Ini Pak ... Bu ... Dede bayinya, Alhamdulillah posisi janinnya bagus dan sehat. Bapak dan Ibu ingin tahu jenis kelaminnya Ngga nih?.”
“Memang sudah bisa kelihatan jenis kelaminnya, Dok?.”
“Bisa. Ibu dan Bapak mau tahu jenis kelaminnya?.
“Boleh Dok.”
“Kalau di lihat di sini jenis kelaminnya perempuan. Tapi terkadang pas lahir bisa laki-laki, karna laki-laki suka menyembunyikan alat kelaminnya waktu di USG seperti ini. Jadi untuk sementara, Saya hanya bisa mengatakan saat ini berjenis kelamin perempuan. Coba nanti kalau sudah masuk usia kehamilan tujuh atau delapan bulan kita lihat lagi ya Bu.”
“Oh memang bisa begitu ya Dok?. Di saat USG yang laki suka menyembunyikan alat kelaminnya jadi kelihatan seperti perempuan?,” tanya Agus dengan penasaran.
“Iya Pak ... Ada beberapa pasien Saya yang seperti itu.”
“Oh oke ... Terima kasih infonya Dok. Kita jadi tahu sekarang.”
“Sama-sama Pak ... Periksanya sudah selesai ya Bu,” ucap Dokter Sherly sambil berjalan ke mejanya.
Suster pun membersihkan gel yang ada di perut Zahra. Agus dan Zahra berjalan menghampiri meja Dokter Sherly dan duduk kembali.
“Seperti yang sudah-sudah, Saya kasih resep vitamin kembali ya. Ini resepnya.”
“Baik Dok ... Kalau begitu kami permisi, selamat malam dan terima kasih.”
“Sama-sama Bu ... Selamat malam dan hati-hati di jalan.”
Agus dan Zahra kemudian melangkah keluar dari ruangan Dokter Sherly menuju apotek. Beres menebus vitamin di apotek, mereka berjalan menuju pintu keluar klinik rumah sakit Seruni.
Ketika berjalan menuju tempat parkiran motor, Zahra melihat ada abang gorengan yang mangkal berjualan pas pintu parkiran motor. Wanita itu melangkahkan kakinya menuju abang gorengan.
“Bang, beli gorengan kroket yang panas sepuluh ribu ya.”
“Iya Neng ... Dengan sigap Abang gorengan langsung menempatinya ke dalam kantong.”
“Ini Neng gorengannya.”
“Terima kasih ya Bang. Cabai rawitnya sudah kan?.”
“Sudah Neng.”
Zahra langsung melihat ke dalam kantongnya.
“Ih Abang ... Cabai rawitnya kurang atuh, tambah in Bang.”
“Ambil saja sendiri Neng cabai rawitnya.”
“Ngga papa Bang ambil sendiri.”
“Ngga papa Neng.”
Mendengar perkataan Abang gorengan, Zahra langsung mengambil cabai rawitnya sendiri.
“Ya ampun Yank ... Kamu itu beli gorengan apa beli cabai rawit sih?,” ucap Agus tiba-tiba dari balik punggungnya.
“Ih Mas apa sih, udah tahu orang beli gorengan malah pakai tanya segala lagi.”
“Bukan begitu Yank ... Gorengan sama cabai rawitnya, banyakan cabai rawitnya tuh. Kasihan Abang gorengannya dong Yank.”
“Sudah Pak, Ngga papa ... Kasihan istrinya lagi hamil, mungkin lagi ngidam makan pedas,” ucap Abang gorengan sambil tersenyum.
“Terima kasih ya Bang,” sahut Agus pada Abang gorengan.
“Sama-sama Pak ... Semoga Ibu dan bayinya sehat selalu dan dilancarkan segalanya saat melahirkan nanti.”
“Aamiin ... Terima kasih untuk doanya Bang.”
Sepasang suami istri itu pun berlalu pergi menuju motor mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments