"Bapa, hari ini aku lelah sekali. Kenapa rasanya sulit sekali untuk bertahan? Aku sudah bilang pada diriku sendiri untuk tetap bertahan. Jangan menangis lagi. Karena jika kamu terus menangis nanti kamu akan semakin mengasihani diri. Tapi, rasanya sulit sekali. Aku sangat takut sekarang. Apa yang harus kulakukan? apa yang bisa kulakukan sekarang?"
Aku tertidur sambil menangis setelah menulis diary ini.
"Becca, kamu baik-baik saja? Muka kamu pucat loh." Tanya Pak Samikun padaku saat sedang piket membersihkan kelas.
"Eh, selamat pagi Pak. Maaf tadi Becca gak lihat ada Bapak." Jawabku terkejut melihat sosok guruku yang entah sejak kapan berdiri di depan pintu.
"Iya gak apa-apa.
Bapak cuma mau taro tas aja. Kan pagi ini kelas Bapak dulu. Eh kamu jangan mengalihkan perhatian. Kamu kenapa? sakit? Muka kamu pucat gitu." Tanya nya lagi sambil menaruh tasnya.
"Gak kok Pak. Saya baik-baik aja. Cuma emang tadi malem gak bisa tidur sih. Jadi mungkin kurang tidur." Jawabku lagi.
"Iya lah kamu berangkat dari rumah jam berapa? Jam segini udah di sekolah. Udah bersih-bersih kelas lagi." Sambung Pak Sammy.
"Iya Pak tadi jam set 5 dari rumah. Hehe..." Jawabku lagi.
"Ya ampun, kamu ini rajin atau kelewat semangat sih. Gasik amat perginya? Ya sudah deh Bapak mau ke ruang guru dulu. Kamu kalo kira-kira masi ngantuk, tidur aja dulu di UKS sebentar. Tuh muka mu parah banget." Tukasnya sambil berjalan ke ruang guru.
"Iya Pak. Makasih ya Pak." Jawabku yang lanjut bersih-bersih.
Setelah selesai melakukan tugas piketku. Aku pun menyempatkan diri ke toilet untuk mencuci muka dan tanganku. Karena sepertinya aku mulai merasa sedikit ngantuk. Ya bagaimana tidak, semalam aku tidak bisa tidur. Sehingga jam 3 pagi aku sudah beres-beres rumah dan memasak sarapan untuk seisi rumah. Padahal waktu menunjukkan pukul 1 dini hari saat aku tertidur.
"Eh, kamu udah datang Becca? Pagi banget Becca." Sapa Selly yang juga adalah teman sekelas ku.
Ya Selly dan Viola adalah teman sekelas dan sahabat terdekatku selain Rendy dan Willy. Tapi entah kenapa sejak kembali nya aku ke sekolah memang semua berubah. Semua teman dan sahabat yang dulu dekat tiba-tiba saja memilih diam dan menjauhi ku. Memang sudah 2 bulan aku pergi. Tapi, itu pun bukan kemauanku. Entahlah, semua terasa seperti mimpi buruk untukku.
"Iya, Selly. Kamu sendiri kenapa pagi gini udah dateng?" Tanyaku balik.
"Eh ia itu, Selly tadi dianter Ko Nathan jadi kudu pagi banget. Biar nanti dia gak kesiangan. Dia mau ke luar kota Becca."Jawabnya polos.
"Oh, Nathan yang nganter."Kataku tersenyum pahit.
"Iya, Eh gak apa-apakan Ka? Becca gak ada masalah sama Ko Nathan kan?" Tanya Selly lagi.
"Gak kok Sel. Haha santai aja lagi. Gua gak ada apa-apa kok sama Nathan." Jawabku tersenyum.
"Oh, Syukurlah.. Eh, Selly lupa. Maaf Becca. I.. Ini buat Becca. Becca pasti belum sarapan kan? Selly ke kelas dulu ya. Anggap aja kita gak ketemu pagi ini ya. Maaf Becca. Semangat Becca. Bye-bye." Ucap Selly yang tiba-tiba pergi seperti orang ketakutan.
Aku hanya menggenggam sebungkus roti sandwich yang diberi Selly, sambil melihatnya pergi tergesa-gesa.
"Ada apa si Selly? Kaya lagi lihat setan." Gumamku.
"Bentar-bentar. Tadi dia bilang anggap aja gak ketemu? Emang gua salah apa? Pasti ada yang gak beres deh." Ucapku yang langsung bergegas menaiki tangga.
Niat hati ingin bertanya pada Selly apa yang terjadi. Karena dia anak yang baik dan polos, dia pasti tidak akan membohongiku. Tapi, baru saja naik 2 anak tangga tiba-tiba seseorang menjambak rambut dan mendorongku keras. Sehingga aku terbanting ke tembok.
"Aww.. Sakit!" Jeritku sambil memegang rambut dan kepalaku yang ngilu karena terbentur.
"Sakit? Sekarang lu ngerti sakitnya kan?" Bentak seseorang yang mengejutkan ku.
"Sher.. Sherlyn? Lu kenapa sih?" Tanyaku lagi.
"Denger ya Becca. Gua gak peduli lu mau ada masalah apa atau ada kejadian apa sama keluarga lu. Tapi, tolong lu jangan deket-deket apalagi ngejar Willy. Karena sekarang Willy itu milik gue. Jadi kalo sampe gua denger lagi lu nyari Willy. Lu liat akibatnya." Tegas Sherlyn memperingati ku.
"Apaan nih? Lu ngancam gue? Emang sejak kapan Willy jadi milik lu? Willy tuh orang bukan barang. Dan lagi kita gak pernah putus gimana bisa orang yang gak pernah putus. Jadi pacar orang lain?" Tegasku padanya.
"Lu.."
"Sejak lu pergi tanpa ngabarin gue. Sejak itu juga kita putus." Seru Willy yang menghentikan omongan Sherlyn.
"Willy?! Wil, gua bisa jelasin semuanya. Gue gak maksud.."
"Lu gak salah kok. Kita emang jadi deket sejak dia pergi. Dan sekarang biar dia puas, gua juga mau nyatain perasaan gua ke lu. Karena cuma lu yang ada saat gue terbuang." Sahut Willy yang memotong Sherlyn lagi.
"Serius? Wah gua mau Wil.. Udah lama gua juga suka sama Lu." Jawab Sherlyn dengan cepat.
"Oke sekarang semua udah jelas. Gua harap lu berhenti cari masalah sama cewek gua!" Bentak Willy yang tiba-tiba menarik tangan Sherlyn keluar dari toilet.
Aku yang sejak tadi terdiam, bergegas untuk mengejar mereka.
"Willy! Tunggu!" Teriakku yang menghentikan langkah mereka.
"Willy! Lu boleh marah dan nyalahin gua karena tiba-tiba pergi. Tapi asal lu tahu, itu bukan keinginan gua. Dan gua juga berusaha buat balik. Lu mungkin gak tau, dan gakkn pernah tau. Seberapa banyak gua berjuang, dan berkorban demi bisa balik lagi. Tapi asal lu tahu, gua juga sakit, gua juga sedih. dan gak ada 1 hari pun gua lewati tanpa tangis dan kangen sama lu!" Bentakku yang sudah tidak tahan lagi.
"Tapi.. Kalo emang lu udah mantap sama pilihan lu. Semoga lu lebih bahagia sama Sherlyn. Dan tolong bilang sama cewek lu, jangan ganggu gua lagi. Karena bukan gua yang narik dia. Tapi dia yang jambak dan dorong gue!" Bentakku lagi sambil berlari meninggalkan mereka.
Aku berlari sekuat tenaga menuju ke lapangan basket. Ya, karena memang ini tempat yang paling tinggi. Ditambah lagi tempat ini kedap suara. Sehingga aku bisa bebas menangis sepuasku.
"Willy, Lu bego! Lu Bodoh! Lu Brengsek!" Teriaku
"Siapa elu? Siapa lu, bisa nyakitin gua. Mana janji lu yang dulu? Mana omong kosong lu!" Teriakku lagi yang mulai kehilangan tenaga.
"Bukan dia yang bego!" Seru seseorang dari belakangku.
"Ren.. Rendy?" Ucapku terkejut.
"Bukan dia yang bego, kalo lu terus nangis gini." Lanjutnya sambil mulai mendekatiku.
"Apa maksud lu? Emang Lu tau apa tentang gua?" Tanyaku geram.
"Gua gak perlu tau pun, semua udah bisa kebaca. Tapi, yang bego itu lu kalo lu terus nangis. Udah tau dia brengsek, ngapain lu nangis buat orang brengsek?" Sindirnya padaku.
"Karena gua bego. Gua bego udah percaya sama dia. Gua bego karena ninggalin orang tua gua. Gua pulang karena percaya kalo gua bisa selesain ujian tanpa halangan. Karen gua yakin, dia pasti bantu gua ngelewatin semuanya. Tapi apa? Apa yang gua dapet? Gua kehilangan semuanya." Teriakku.
"Mama, papa, cece, Bella. Semuanya pergi Ren. Semuanya pergi karena gua gak milih mereka. Malah gua bawa Ken ikut menderita kayak gua. Dia masih kecil tapi dia kehilangan semua karna kebodohan gua." Lanjutku yang mulai menangis sejadi-jadinya.
Rendy tidak bicara lagi. Dia hanya memelukku sambil menepuk pelan punggungku. Kami menghabiskan waktu bersama. Sebelum akhirnya Bel masuk berbunyi.
"Ren, makasih ya. Sorry gua jadi nyita waktu pagi lu." Ucapku yang sudah mulai tenang.
"Iya, gak apa-apa. Lu yakin mau masuk ke kelas? Apa gak mending lu ijin pulang aja? Lu kelihatan gak sehat hari ini." Ucapnya sambil berjalan turun.
"Gak, gua gak apa-apa kok. Gua ke toilet dulu ya. Cuci muka. Abis itu baru gua masuk kelas." sambungku.
"Oke, ya udah gua ke kelas duluan ya. Nanti pulang sekolah, tunggu gua di basement ya. Gua anter lu pulang deh." Ucapnya lagi.
"Iya makasih ya." Jawabku lemah.
"Oke, bye. Semangat!" Seru nya lagi. sambil berjalan ke arah kelasnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments