Rendy 2

" Ehm.. Maksudnya apa nih? Lu lagi nyatain perasaan ke gua?" Jawabku asal.

"Ya. Gua mau tau apa gua bisa nempatin posisi dihati lu. Atau apa selama ini gua udah berhasil narik perhatian lu?" Tanya nya tegas.

"Iya.. Jujur emang cuma lu sih yang selalu ada buat gua. Apalagi seudah semua yang terjadi. Tapi, gua sendiri gak tau apa gua bisa terima lu. Secara keadaan gua gak lagi baik-baik aja. Dan gua yakin anak SMA kaya lu pasti punya banyak temen yang bisa lu jadiin pacar. Apalagi tahun depan lu udah kuliah. Pasti makin banyak temen dan Sedangkan gua.."

"Udah gak usah banyak drama yang gak perlu. Gua tanya lu mau gak terima gua. Bukan mau denger imajinasi lu yang gak terbukti." Tanya nya yang memutus omonganku.

"Ren, ini mendadak banget tau. Mana bisa gua pikirin sekarang. Gila lu ya. gak nyadar apa gua kaget?" Jawabku

"Nyadar.. Makanya gua yakin, gua gakkan ditolak malam ini." Tegasnya.

"Dih PD bener sih lu! Orang belum tentu gua suka juga sama lu." Gerutuku sambil mengalihkan pandangan.

"Haha becanda deng. Becca, gua gak akan maksa lu kok buat jadi cewe gua. Tapi, gua mau lu tau aja. Kita itu masi terlalu muda Becca buat ambil pusing tentang kehidupan. Maksud gua, please banget lu jangan terlalu serius. Karena gua tau, lu pasti tertekan banget setelah semua kejadian ini. "

"Lu boleh pura-pura kuat depan oma dan Ken. Lu boleh becanda and ketawa-ketawa sama temen kerja lu. Tapi lu gak bisa bohongin gua, kalo sebenernya lu itu cape dan tertekan banget. Gua tau lu juga masi sedih. Jadi please banget lu gak usah tambah beban hidup lu dengan imajinasi yang bikin lu makin jatuh. Lu cukup jalani hidup sehari demi sehari. Lu boleh nangis waktu lu sedih. Lu juga boleh marah waktu lu kecewa. Dan lu juga boleh ngelakuin sesuatu yang membuat lu bahagia." Sambungnya lagi.

"Ren, lu kenapa sih? Lu..."

Aku tidak bisa melanjutkan perkataanku. Tiba-tiba saja air mataku terjatuh. Entah kenapa aku merasa lega setelah mendengar perkataan Rendy. Dia memang benar. Aku terlalu tertekan namun rasa tanggungjawab akan hidup dan keluargaku membuatku menyibukkan diri. Sampai aku tak punya waktu untuk hanya sekedar menangis atau melepas sedih.

Setelah drama tangis dan aku mulai lega. Aku pun permisi ke toilet untuk mencuci muka dan membersihkan sisa air mataku. Sambil memandangi kaca aku melihat wajahku yang sudah basah. Entah kenapa rasanya aku sedikit lebih lega setelah sekian lama aku menahan semua perasaanku sendiri.Ya Rendy memang sahabat terbaik untukku.

Dia selalu ada dan mengerti keadaanku. Bahkan dia pernah beberapa hari bermalam di rumah sakit, hanya untuk menemaniku yang sedang rawat inap. Padahal setiap harinya dia tetap sekolah.

Dia begitu baik untukku. Hanya saja, aku takut. Jika aku salah mengambil langkah, mungkin aku malah akan kehilangan sahabat terbaik ku.

"Udah selesai cuci muka nya? Udah lebih seger? " Tanya Rendy saat aku kembali ke meja kami.

"Udah. Gua udah lebih seger and lebih lega juga sekarang." Jawabku.

"Okey, ya udah. Yuk, kita makan dulu. Keburu dingin makanan nya." Ajak Rendy padaku.

"Oke yuk kita makan." Sahutku.

"Eh tunggu-tunggu. Yuk kita berdoa dulu." Ajaknya lagi.

"Oh oke. Lu yang berdoa."Pintaku.

"Oke yuk.."

Kami pun berdoa bersama dan setelah itu kami menyantap makan malam bersama. Kami mengobrol pembicaraan ringan sambil makan. Membahas tentang aku akan tinggal dimana dan beribadah dimana selama di Jakarta nanti. Lalu kami juga membahas tentang beberapa teman yang masi satu sekolah dengan Rendy. Sampai akhirnya tanpa terasa makanan kami pun sudah habis. Waktu menunjukan pukul 8.30 malam. Saat kami selesai menyantap makanan.

"Ka, gua kedepan dulu ya bentar." Ucap Rendy padaku.

"Oh mau ngapain? Sekalian pulang aja yuk. Udah malem banget. Takut nanti oma marah kalo kemaleman." Tukasku.

"Oke - oke, kalo gitu gua ke toilet dulu deh." Ucapnya lagi.

"Ya udah gua ke cashier dulu ya." Jawabku lagi

"Oke makasih traktiran nya." Sambungnya lagi sambil tertawa meledek.

"Ih, dasar lu. Iya, sama-sama. Jangan lama-lama ya ke toiletnya." Seruku yang dibalas anggukan Rendy.

Aku pun bangkit dari mejaku dan mulai melangkah ke meja cashier.

"Mba, saya mau bayar." Ucapku pada seorang cashier yang bertugas.

"Baik, meja nomor berapa kak?" Tanya nya lagi.

"Saya tadi meja yang itu tuh. Nomor 8 mba." Jawabku sambil menunjuk meja tempatku duduk tadi.

"Baik Meja nomor 8 ya kak.

Oh, maaf kak. Untuk meja nomor 8 sudah dibayar tadi. Mungkin sama teman kakak." Ujar petugas cashier.

"Loh, gak salah mba? Coba di cek lagi. Soalnya belum ada yang ke cashier buat bayar kok tadi." Jawabku heran.

"Iya bener kok kak. Tadi dibayar, gak lama setelah pesan." Tegas sang cashier yang meyakinkan aku.

"Oh oke deh mba. Makasih ya. Nanti saya coba tanya teman saya." Jawabku sambil memasukkan kembali dompet.

"Baik kak. Terimakasih kembali." Jawab petugas Cashier.

Aku pun melangkah ke parkiran motor sambil menunggu Rendy.

"Huh dasar si Rendy. Bukannya bilang kalo udah bayar. Kan malu sama mba cashiernya." Gumamku sambil berjalan ke arah motor Rendy yang terparkir di depan.

"Mana lagi tuh anak. Kok belum ada sih? Gua kira dia udah nunggu di parkiran." Ucapku sambil melirik kanan kiri untuk mencari sosok sahabatku ini.

Tapi saat aku lengah, tiba-tiba saja dari belakang ada seseorang yang menjuntaikan seutas kalung cantik di depan wajahku. Sontak aku terkejut dan berjalan mundur selangkah. Namun sebidang dada yang cukup kokoh menahan tubuhku agar tidak terjatuh. Saat aku berbalik...

"Rendy?" Seruku terkejut.

"Ini buat lu. Ini gambar bulan dan bintang. Yang artinya biarpun lu jauh dari gua. Tapi gua akan selalu dukung lu buat tetap bersinar cantik tanpa harus terkena panas langsung dari matahari." Ujarnya sambil tersenyum.

"Rendy, lu kok sweet banget sih. Lu bener-bener deh hari ini. Lu bikin gua nangis terus tau gak." Jawabku yang mulai meneteskan air mata haru.

"Haha.. Cengeng banget deh lu. Udah sini..."Rendy pun menarik ku dan memasangkan kalung di tangannya ke leherku.

Sungguh sangat membuatku terharu. Aku tidak menyangka teman baikku ini ternyata sangat manis. Tanpa sadar aku malah melingkarkan kedua tanganku di pinggang Rendy.

"Thanks ya Ren. Lu bener-bener buat gua terharu dan happy banget hari ini." Ucapku yang benar-benar senang.

"Iya sama-sama. Love you Becca, gua bener-bener sayang lu." Tukasnya yang balas memelukku.

Setelah selesai berpelukan kami pun langsung bergegas pulang. Dan sepanjang perjalanan kami tidak berbicara sama sekali. Hanya saja aku yang memeluknya erat dari belakang tentu sudah menjawab semua pertanyaan Rendy hari ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!