"Saya bantu pasang seatbeltnya ya nona. Permisi."
Jantung Indah berdegup kencang kala tubuh kekar dan wangi milik sang pemilik mobil tiba tiba mendekat dan tangannya menyilang melewati tubuhnya agar mempermudah dirinya memasangkan seatbelt.
Bukan berniat tidak sopan, namun sang pemilik mobil bisa menilik bahwa sang penumpang tidak terbiasa naik mobil di depan dan tidak tau cara pasang seatbelt. Wajar saja untuk seorang asisten rumah tangga yang keseringan hanya dikasih ruang duduk di bangku belakang.
"Sudah. Kita berangkat sekarang ya." ujar pemilik mobil.
Indah hanya mengangguk masih dengan wajah tertunduk. Sungguh ia tak kuasa mengangkat wajahnya hanya untuk sekedar melihat seperti apa wajah dari orang yang sudah memperlakukannya sangat baik melebihi suaminya sendiri.
Indah takut jika sampai netranya melihat wajah itu lalu ia terpana dan malah berakibat tambah dosa. Sebisa mungkin Indah berusaha menjaga pendangannya dan hatinya hanya untuk Rajesh. Suami yang sudah dikirimkan oleh Tuhannya melalui perjodohan dari kakek Wardoyo.
Apakah Indah mencintai Rajesh?
Tentu saja awalnya tidak. Tapi Indah sadar betul bahwa sudah jadi tugas seorang istri menyerahkan hati, jiwa dan raganya sepenuhnya untuk suaminya. Jadi dia pasti belajar mencintai Rajesh. Hanya Rajesh. Lelaki yang sedianya ingin ia jadikan pasangan dunia dan akhirat. Satu satunya lelaki yang akan menjabat sebagai suaminya.
"Oh ya, kita bahkan belum berkenalan nona. Kenalkan,,, saya Abdi." pemilik mobil tiba tiba mengulurkan tangannya ketika mobil berhenti di sebuah lampu merah.
Mereka memang cukup lama saling diam di mobil dan pemilik mobil yang mengaku bernama Abdi itu merasa tidak ada salahnya untuk mencairkan suasana. Sedari tadi ia berkali kali melirik pada gadis berhijab dengan wajah tertunduk di sampingnya itu. Hatinya tiba tiba berdenyut nyeri mengingat seseorang yang hanya tinggal kenangan kenangannya saja yang berkelebat di benaknya.
Mungkin jika sosok dalam ingatannya masih ada di dunia ini, dia akan seusia dengan gadis di sampingnya itu meski sudah bisa dipastikan nasibnya jauh lebih baik daripada gadis di sebelahnya yang hanya seorang asisten rumah tangga.
"Nona,,," Abdi kembali menegur gadis kikuk di sebelahnya yang tak kunjung menerima uluran tangannya.
"In,,, In,, Indah." Indah makin gugup dan memutuskan hanya menangkup sepuluh jarinya dan tak menerima uluran tangan Abdi.
"Nama yang bagus. Oh ya Indah, sudah berapa lama kamu kerja di rumah Rajesh?" tanya Abdi mengakrabkan diri.
"Cu,, cukup la,,, la,, lama." Indah hanya pasrah dianggap sebagai asisten rumah tangga Rajesh oleh Abdi yang mengaku sebagai teman Rajesh.
Tidak salah juga kalau teman teman Rajesh tidak tau siapa dirinya. Bahkan mungkin ada yang belum tau bahwa Rajesh sudah menikah mengingat pernikahan mereka yang berlangsung secara tertutup dan tak ada resepsi apa pun sesuai dengan permintaan Rajesh.
Indah sebagai gadis normal layaknya gadis gadis lain sebenarnya menginginkan sebuah pernikahan yang dilangsungkan dengan meriah karena ia mendambakan sebuah pernikahan yang hanya akan terjadi sekali seumur hidup. Jadi apa salahnya jika pestanya mewah?
Namun Indah terlalu sadar diri siapa dirinya yang disandingkan dengan seorang pangeran muda bergelimang harta yang jelas jelas tak menginginkan dirinya sebagai istri. Karenanya, Indah tak ingin menjadi seperti pungguk yang merindukan bulan.
Ia hanyalah sosok upik abu.
Dan si upik abu ini merasa tidak pantas memperkenalkan diri sebagai istri dari Rajesh jika sang pangeran sendiri belum mengenalkannya. Indah takut disebut melangkahi suaminya.
"Tadi kamu dari mana? Dan kenapa sepertinya sedang kebingungan?" tanya Abdi lagi.
"Mm,, Ng,,, Anu,,, Itu,,, itu,,, dompetku,,," Indah berhenti karena bingung mau jawab apa.
Tidak mungkin baginya untuk menceritakan hal yang sebenarnya karena itu akan membuka aib rumah tangganya dan ulah sang suami pada temannya sendiri. Lagipula, bagi teman suaminya itu, dirinya hanyalah asisten rumah tangga biasa bukan istri Rajesh.
"Oh hilang dompetnya? Kecopetan?" cecar Abdi yang merasa makin nyeri hatinya entah karena hal apa.
Berdekatan dan mendengar suara suara lembut Indah membuatnya makin rindu pada sosok dekatnya yang telah pergi dari dunia ini.
"Ng,, i,, iya." Indah memilih berbohong dengan mengiyakannya daripada makin rumit pembahasannya.
Indah hanya berharap semoga mereka cepat sampai dan ia bisa segera turun dari mobil ini. Indah ingin menjauh dari Abdi. Kebaikan dan suaranya membuat kepala Indah berdenyut nyeri. Semacam sedang bekerja keras mengingat sesuatu. Bayangan bayangan samar yang selama ini hanya melintas cepat. Indah memegangi kepalanya yang terasa makin sakit karena memaksakan ingatan itu.
"Kamu baik baik saja?" selidik Abdi yang sempat melihat Indah menggeleng gelengkan kepalanya.
"Saya pusing."
"Oh,, mau berhenti dulu? Mau aku belikan obat?" tawar Abdi membuat kepala Indah makin memaksa mengingat.
Indah segera menggeleng cepat. Makin lama ia makin merasa tidak bisa berlama lama bersama dengan Abdi. Ia tersiksa oleh ingatan kaburnya.
"Saya mau cepat pulang saja." ucapnya kemudian.
"Baiklah. Kalau begitu aku ijin tambah kecepatan ya. Tapi sebelumnya aku bantu menurunkan sandaran joknya dulu biar kamu bisa sedikit rebahkan tubuh dan kepalamu."
Dengan gerakan cepat dan tanpa bisa Indah cegah, Abdi sudah membantu menurunkan sandaran mobil hingga kini Indah bisa sedikit merilekskan posisi duduknya.
"Terima kasih." lirih Indah dengan sudut hati penuh haru.
"Saat suamiku sendiri tak pernah memperlakukanku sebaik ini, orang baru ini malah begitu baik. Astaghfirullah,,, ampuni hamba ya Rabb jika sudut hati ini mulai berpikir yang tidak tidak."
Indah membatin dan mengusap airmata harunya. Ia berusaha keras menolak semua perasaan nyaman karena bersama dengan Abdi yang baru dikenalnya namun rasanya sangat dekat dengannya.
"Sabar ya. Tahan dulu." ucap Abdi yang menyangka Indah menangis karena sakit kepalanya.
Mobil makin cepat melaju membelah jalanan dan akhirnya setelah dua puluh menit, mereka pun tiba di halaman rumah Rajesh.
"Terima kasih." Indah segera turun karena tak ingin Rajesh melihatnya pulang bersama Abdi.
"Tunggu! Kenapa tidak masuk bersama saja?" tanya Abdi.
Indah menggeleng cepat dan berlalu kemudian masuk lewat pintu samping yang biasanya digunakan para asisten rumah tangga. Itu membuat Abdi makin yakin dan bisa menebak mungkin Indah takut kena marah Rajesh selaku tuannya. Indah pasti takut dibilang lancang pulang dengan sahabat tuannya.
"Dasar lo Jesh. Pasti lo galak banget ya jadi bos." gerutunya.
Segera Abdi masuk ke halaman rumah Rajesh yang belum pernah dikunjunginya selama Rajesh dan keluarganya memutuskan pindah terakhir kali. Abdi yang tinggal di kota lain juga sibuk terus dengan segala rutinitasnya jadi tak heran meski dekat dan bersahabat tapi mengunjungi rumah sahabatnya termasuk satu hal yang susah untuk terwujud.
Kali ini ia datang juga karena ia mendengar kabar kecelakaan Rajesh dan mumpung ia masih berada di kota yang sama karenanya ia menyempatkan diri berkunjung ke rumah Rajesh. Selama Rajesh di rumah sakit ia sangat sibuk jadi baru bisa datang hari ini.
...\=\=\=\=\=\=...
...Abdi tuh siapa ya?? 🤔 Coba di inget inget lagi,,, Keknya kok gak asing gitu,,,...
...With love, ...
...Author....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Deklami Agta Musvaria
siapa y kak aku lpa🤦🤦🤦🤦
2022-12-11
1
🍾⃝ᴘᴀͩᴛᷞɴͧᴏᷠᴢͣ Aja
abdi itu Del kan... Yaa Alloh semoga Del segera mengenali ya thor.. ataukah nanti ato suatu saat klo Indah beneran dibuang oleh rajesh dia kan bertemu dgn Del n bekerja dgn Del mengurus Karin n yg ternyata mereka adalah keluarga.. bisa2 sama2 ingat n saling mengobati... n akhirnya mereka saling ingat n bahagia
2022-12-11
2
Ade Safitri
🙏 semoga Indah sama Abdi...Rajesh buang ke kutub Utara aja, jadi makanan beruang kutub 😀
2022-12-11
1