PULANG!

Mereka terdiam cukup lama sampai suara tangisan Jenan membuyarkan lamunan kedua wanita itu.

Joanna tergesa mendatangi kamar Putranya yang berada tepat di sebelah kamarnya.

Selesai memberi ASI dan mengganti popok Jenan, ia kembali menarik selimut Jenan dan mengecup kening si kecil yang sudah kembali terlelap.

"Maafkan Mami, Sayang."

Saat berbalik, Joanna mendapati Kalandra berdiri di ambang pintu. Mengisyaratkan Joanna agar mengikutinya menuju ruang tamu.

"Pembicaraan kita belum selesai, Joanna."

"Pikirkan lagi soal keputusanmu itu. Apa kamu tega membawa Jenan dalam perjalanan jauh? Meninggalkan Jo's Bakery yang sudah susah payah kita bangun bersama dalam waktu setahun ini?"

"Tidak masalah kalau kamu pergi meninggalkan aku sendirian, toh sebentar lagi aku juga akan menikah dengan Daren tapi dua hal tadi berbeda, Joanna." lanjut Kalandra lagi.

"Apa kamu bisa menjamin jika Papa mau menerima Jenan?"

Kalandra termenung beberapa saat.

"Akan kubantu membujuk Om Dery nanti ..."

Ia melirik satu koper berukuran besar yang diletakkan di sudut ruangan, "Bahkan kamu sudah packing semua barangmu. Jahat sekali!"

Joanna merasa jengah mendengar Kalandra yang tidak berhenti membujuknya agar tetap tinggal.

Ketakutan terbesar Joanna setelah menjadi seorang Ibu adalah rasa takut kehilangan Putranya dan ingin melindunginya dengan seluruh kekuatan yang Joanna miliki.

Jika saja di rumah tidak ada Rosa dan Anne, mungkin Joanna bisa mempertimbangkan keputusannya lagi untuk menghilang sementara waktu sampai Jenanda cukup umur menghadapi kerasnya dunia ini.

"Aku yakin Om Dery tidak setega itu memisahkan kalian."

"Aku tahu."

"Soal Rosa dan Ibunya biar aku yang urus. Tidak usah khawatir, Jo."

"Keputusanku tetap sama! Aku dan Jenan akan berangkat ke Berlin besok siang. Urusan Jo's Bakery kuserahkan padamu. Anggap saja itu hadiah pernikahan dariku untuk kamu dan Daren, Kal!" finalnya.

Kemudian Joanna tak lagi menanggapi ucapan Kalandra. Berpura-pura memainkan ponselnya yang semenjak tadi menampilkan room chat Joanna dan Bella.

...[BELLA]...

Bella

Kemarin mereka datang ke toko lagi, Bu. Sekitar jam dua siang.

^^^Joanna^^^

^^^Ya. Terimakasih informasinya, Bella!^^^

...••••...

Keesokan harinya Joanna dan Kalandra sibuk membereskan sisa barang yang tak sempat dimasukkan ke dalam koper.

Hanya dokumen dan surat-surat penting yang sengaja Joanna simpan di tas lain agar tidak tercampur dengan barang lainnya sebab Joanna kadang ceroboh dan pelupa.

Untuk itu ia sengaja menaruh barang penting di tempat yang terlihat oleh matanya.

"Jenan rewel lagi?"

Tangisan Jenan tak kunjung berhenti meski sudah diberi ASI dan digendong ayun oleh Joanna.

Seakan bayi itu menolak meninggalkan kota kelahirannya tersebut.

"Sini! Biar aku saja. Kamu periksa barang yang lain."

Hati Kalandra sedih. Namun tidak ada yang bisa ia lakukan untuk mencegah Joanna dan keputusannya yang dibuat secara sepihak itu.

Sejak awal Kalandra sudah menawarkan diri membantu Joanna mengatakan semuanya pada Tuan Dery tapi Joanna yang keras kepala tidak mau mendengar ucapan Kalandra.

Bahkan wanita itu siap memasang badan jika Rosa dan Ibunya sampai berani mengganggu Joanna dan Jenan.

Tidak peduli dengan segala resikonya nanti, Kalandra akan menghadapi itu sebab baginya, Joanna sudah dianggap seperti saudara perempuannya.

"Sudah cocok Kal, hihi." goda Joanna saat memperhatikan Kalandra yang begitu telaten menimang pelan tubuh mungil itu.

Joanna berniat mengambil alih Jenan dari gendongan Kalandra namun suara deru mesin mobil yang berhenti di depan gerbang mengalihkan atensi keduanya.

"Tetap di sini, Kal. Biar aku yang lihat!"

Tubuh Joanna terasa kaku dan suaranya tercekat ditenggorokan saat kedua matanya bersirobok dengan sepasang obsidian milik pria yang berdiri di hadapannya itu.

Hingga suara Kalandra menginterupsi di belakang sana.

"Siapa yang datang, Jo?"

Mata Kalandra melotot kaget saat dirinya juga bertatap muka dengan pria itu.

"Om Dery."

...••••...

Mereka duduk di ruang tamu sementara Jenan diurus oleh Lian.

"Ikut Papa pulang ke Indonesia–"

"Maaf, Joanna tidak bisa, Pa."

Baik Joanna dan Kalandra, sama-sama tertunduk takut menghadapi amarah Tuan Dery yang bisa meledak kapan saja namun hingga lima belas menit berlalu, Tuan Dery tampak tenang menatap mereka secara bergantian.

Sorot matanya terlihat dingin dengan ekspresi wajah yang tak terbaca.

Tuan Dery pandai menyembunyikan perasaannya namun Joanna yakin, kekecewaan itu sedang mentertawakan kebodohan yang telah ia lakukan sekarang.

"Papa tidak butuh persetujuanmu. Kalian bertiga harus ikut pulang ke Indonesia. Kalandra! Om sudah bertemu dengan orangtuamu dan mereka setuju kamu menetap selama beberapa hari di Indonesia ..."

Kemudian Lian datang bersama Jenan yang sudah tertidur dalam gendongannya, "Bawa bayi itu ke mobil. Kita pulang hari ini juga, Lian."

Panik.

Joanna berusaha menghalangi Lian yang hendak berjalan keluar.

"Jangan bawa pergi Putraku, Lian!" pekik Joanna sambil menitihkan airmata.

Joanna takut, apa yang selama ini dipikirkan akan terjadi. Ayahnya akan memisahkan Joanna dan Bayinya setelah sampai di Indonesia.

Lihat saja nanti.

"Lian, sejak kapan kamu jadi lambat begini? Apa perlu, saya ikut turun tangan juga mengurus bayi itu?" ancam Tuan Dery.

"Tidak, Tuanku. Maaf, tolong jangan halangi jalan saya, Nona Muda."

Lian berhasil membawa Jenan keluar rumah setelah dibantu dua perawat berbaju putih yang menahan lengan Joanna.

Melihat hal itu, Kalandra tidak bisa membantu. Ia sibuk packing barang yang perlu dibawa saat Tuan Dery mendekretnya harus ikut.

"PAPA TIDAK BISA MEMISAHKAN AKU DENGAN JENAN!" teriak Joanna berusaha melepaskan diri dari cengkeraman dua perawat tadi.

Bahkan Tuan Dery membuang muka saat Joanna berjalan mendekatinya dan berusaha meraih kedua tangannya untuk meminta maaf.

Tuan Dery takut tidak bisa mengontrol emosi lalu berakhir menyakiti Joanna, Putri Kecilnya yang telah membuat hatinya kecewa luar biasa.

...••••...

Percakapan mereka semalam membuahkan hasil.

Berkali-kali Jordan meminta maaf dan ikut merasa bersalah setelah mengetahui cerita lengkap versi Jean.

Malam itu, Celia dan Jean tidak jadi tidur bersama karena ada wanita lain yang Jean temui di Kelab.

Semua semakin rumit saat Jean belum berkenalan dengan wanita itu. Jean juga tidak sempat menanyakan namanya.

Namun Jordan sudah berjanji akan membantu Jean menemukan wanita itu secepatnya.

"Tsk! Aku tidak mungkin naik pesawat komersil karena akan butuh waktu lama sampai ke Indonesia."

Berulang kali Jean mencoba menghubungi Sean untuk menanyakan kebenaran foto yang dikirim oleh nomor tak dikenal tadi pagi.

Seseorang itu mengirim foto Ayahnya yang terbaring di brankar rumah sakit dengan alat bantu pernapasan yang terpasang di tubuhnya.

Membuat Jean tanpa ragu untuk memutuskan pulang ke Indonesia saat ini juga.

"Coba telepon Sean, Je! Siapa tahu itu hanya hoax!" jawab Jordan enteng.

Ikut pusing dengan jalan hidup Jean bak drama yang ada di televisi.

"Kamu pikir sejak tadi aku sedang apa, huh? Sean! Angkat teleponku!"

"Maaf. Tidak ada yang kosong, Je! Kamu belum beruntung."

"Sial! Malah tidak aktif sekarang!" umpat Jean.

Pria itu mengerang frustasi ketika nomor Sean tiba-tiba tidak bisa dihubungi lagi.

Lalu ponselnya kembali berdering. Menampilkan nama salah satu rekan bisnisnya yang ditemui beberapa waktu lalu.

"Jadi pinjam private jet milikku tidak? Kebetulan ada yang kosong satu."

Jean menarik napas lega

"Akhirnya! Ya, jadi! Tolong kirim lokasinya padaku. Apa? Tentu! Aku butuh sekarang juga. Soal biaya sudah diurus oleh Sekretarisku."

"Haha! Santai saja, Arjean! Tidak usah buru-buru. Oh ya, anak buahku sudah menunggumu di pangkalan udara B. Hati-hati, safe flight!

"Okay, okay! Sekali terimakasih banyak."

Setelah mendapatkan apa yang dicari, Jean langsung mengajak Jordan agar segera bersiap-siap karena hari ini mereka akan pulang ke Indonesia menggunakn jet pribadi yang sudah disewa Jean untuk satu minggu ke depan.

Atau pria itu berniat tinggal di sana lagi karena urusannya sudah selesai.

Sebab tanggung jawab Hotel di cabang Amerika sudah ia serahkan pada Hazel dan menyuruhnya agar melaporkan segala kejadian di kantor jika ada kecurangan lagi.

"Tapi aku belum genap dua hari di Connecticut, Je." rengek Jordan saat diminta packing bajunya lagi.

Jean tak menggubris.

"Je–"

"Terserah! Kamu mau tetap tinggal di sini atau ikut aku pulang."

"Tsk! Padahal aku masih ingin jalan-jalan."

...••••...

Setelah satu tahun lebih menetap di Amerika— Joanna dan Kalandra bisa menghirup udara di kota ini lagi.

Bukan dengan raut bahagia tentunya.

Karena selama perjalanan pulang, Tuan Dery terus mendiami mereka.

"Ma, Papa sudah pul— oh, astaga! Mama! Cepat ke sini! Lihat siapa yang datang bersama Papa!"

"Tidak usah berteriak, Ros! Mama tidak tuli!"

Mereka mengintip melalui jendela kaca saat mendengar suara mesin mobil berhenti di halaman depan.

Melihat empat orang berjalan masuk dengan salah satu perawat menggendong bayi yang terbalut selimut biru.

"Der, kenapa tidak bilang kalau kamu menyusul Joanna? Aku 'kan bisa–"

"Kalian semua ke ruanganku sekarang! Lian, bawa bayi itu ke kamar yang sudah disiapkan."

"Baik, Tuan."

...••••...

Satu minggu kemudian ...

Joanna sudah tidak tahan lagi menghadapi sikap dingin sang Ayah yang terus mendiami dirinya sejak satu minggu yang lalu.

Oleh karena itu, Joanna berniat menemui Tuan Dery ke kantor.

Sementara Kalandra sudah kembali ke Amerika tiga hari yang lalu. Wanita itu merasa bersalah karena ikut menyembunyikan masalah sebesar ini dari keluarga Joanna.

"Maafkan Kalandra, Om."

Kalandra berlutut di depan Tuan Dery sambil menitihkan airmata dan berharap itu bisa melunakkan hati Tuan Dery agar menerima Jenan sebagai Cucunya.

Joanna juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Kalandra.

Menyesali kesalahan mereka yang terlalu menyakitkan bagi Tuan Dery.

Kehamilan Joanna merupakan aib bagi keluarga Percy. Jika sampai media tahu bahwa pewaris Jopy Corp hamil diluar nikah maka saham perusahaan bisa anjlok dan kredibilitas Jopy Corp akan diragukan oleh banyak pihak pesaing yang sejak dulu ingin melihat Jopy Corp bangkrut.

"Lebih baik Papa memukul Joanna sampai puas tapi setelah itu, Papa tidak mendiami Joanna lagi. Joanna ... Hiks! Joanna tidak bisa melihat sikap Papa seperti ini terus, maaf."

"Jadi menurutmu bagaimana seharusnya Papa bersikap pada Putri Papa yang sudah membuat kecewa?"

Sementara Rosa dan Ibunya diam-diam tersenyum puas dalam hati saat melihat pertengkaran Ayah dan anak itu.

Hubungan mereka pasti akan semakin memburuk dengan kehadiran Jenan diantara mereka.

Karena kelahiran bocah itu merupakan aib bagi keluarga Percy.

Anak hasil hubungan diluar menikah?

Benar-benar menjijikkan sekali.

"TAMPAR AKU SAMPAI PAPA PUAS ASAL PAPA MAU BICARA PADAKU LAGI!"

"AKU HANYA PUNYA JENANDA DAN PAPA SEKARANG! JADI KUMOHON, JANGAN PISAHKAN AKU DAN PUTRAKU, PA! AKU MENYAYANGI ANAK ITU LEBIH DARI NYAWAKU SENDIRI!"

DEG!

Tuan Dery tak percaya dengan yang baru saja ia dengar.

Bagaimana bisa Joanna memiliki pemikiran seperti itu tentang dirinya?

Demi Tuhan!

Tidak ada niat sekali pun terbesit di hati Tuan Dery untuk memisahkan Joanna dari Anaknya.

Meskipun Tuan Dery kecewa namun ia tidak setega itu melakukan sesuatu diluar hati nuraninya.

Sebagai orangtua, Tuan Dery perlu waktu menerima keadaan yang menimpa keluarganya. Apalagi Joanna merupakan anak kandung satu-satunya.

"Papa perlu waktu untuk menjernihkan pikiran."

...••••...

Meskipun hubungan Joanna dan Tuan Dery belum kembali seperti dulu, namun pria itu tetap memperlakukan Cucunya dengan baik.

Sengaja membayar dua perawat untuk menjaga Jenan secara bergantian meski Joanna masih sanggup mengurus Anaknya sendiri, tetap saja, Tuan Dery bersikeras menyuruh perawat untuk membantunya agar tidak merasa kelelahan.

"Mau kemana ****** yang satu ini, heh? Pantas saja menghilang berbulan-bulan! Ternyata hamil dul–"

"Tutup mulut sialanmu itu!"

"Kamu yang seharusnya tutup mulut setelah membuat sikap Suamiku berubah sedingin itu!" sahut Nyonya Anne tiba-tiba dari arah belakang.

Membuat Joanna langsung berjalan keluar sebab tidak ingin terpancing emosi karena ucapan mereka.

Moodnya berubah jelek saat bertemu dengan Rosa dan Ibunya.

"Mau diantar kemana, Nona Joanna?"

"Galaxy Mall, Pak!"

"Baik, Nona."

...••••••...

"Haha, sabar! Namanya juga orangtua. Sepertinya Om David terlalu sering menonton sinetron ikan terbang sampai bisa membuat drama kekanakan begitu."

"Ck! Itu tidak lucu, Jo! Padahal kalau Papa menyuruhku pulang, aku juga akan melakukannya dengan senang hati."

"Papa melakukan itu karena ingin menjodohkanku dengan salah satu anak kolega bisnisnya." lanjut Jean bertambah kesal.

Karena setelah tiba kemarin, Tuan David mengatakan umurnya tidak akan lama lagi dan berharap Jean segera merealisasikan permintaannya yang ingin melihat Jean menikah secepatnya.

Namun sampai sekarang, Jean tak kunjung membawa wanita yang akan dikenalkan sebagai calon Istrinya pada Tuan David hingga nekat membuat drama tersebut agar Jean mau menuruti permintaannya itu.

Jordan dan Jean sedang berada disalah satu pusat perbelanjaan setelah menemui kliennya di Restauran Jepang.

BRAK!

"Astaga, hey! Jangan kabur! Bantu aku dulu— ish! Dasar tidak punya adab! Bukannya membantu malah pergi."

Joanna tampak kewalahan memunguti barang-barangnya yang berserakan karena orang yang menabraknya tadi langsung bergegas pergi sebelum meminta maaf.

Membuat Joanna tidak berhenti menyumpahi orang itu.

Dari arah lain, Jean yang melihat seorang wanita kerepotan berniat membantunya.

"Biar saya saja."

Suara berat pria itu membuat Joanna menoleh. Ingin memastikan sesuatu.

"Terimakasih Tu— kamu?"

"Nona Kelab?"

Mata Joanna melotot tajam mendengar panggilan dari Jean padanya.

"Tidak usah! Minggir! Aku bisa membereskannya sendiri."

Jean itu percaya adanya takdir.

Tidak ada kebetulan yang terjadi begitu saja tanpa rencana Tuhan dalam hidup mereka.

Begitu juga dengan pertemuannya dengan Joanna hari ini.

Wajah Joanna tertekuk kesal karena pria itu sungguh bebal, tidak mau mendengar ucapannya setelah diusir.

"Aku yakin kamu tidak tuli, minggir!"

"Kita perlu bicara, Nona." ucap Jean sesekali melirik satu paper bag penuh berisi susu formula.

Tangan Jean menahan langkah Joanna yang hendak pergi namun segera ia tarik kembali karena tidak mau dianggap kurang ajar oleh Joanna.

"Lepas atau aku teriaki maling, mau?"

Jean mengalah. Melepaskan Joanna yang tergopoh memasuki lift menuju parkiran diluar gedung.

Ia pun segera menghubungi Jordan dan meminta pria itu segera menyusulnya ke kantor sebab tadi Jean sengaja meninggalkan Jordan saat masih di toilet

I got you!

...••••...

TOUCH VOTE, LIKE AND COMMENT!

Terpopuler

Comments

Safira Priani

Safira Priani

lanjutt thorrr

2022-12-01

1

Fatmah Wati Mohd Yassin

Fatmah Wati Mohd Yassin

next🌻🌻🌻

2022-12-01

0

Meylia Rahmawati

Meylia Rahmawati

makin seru...semangat ya author..ceritamu bagus

2022-12-01

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!