"Baby Je, yang kuat ya! Ayo berjuang bersama meskipun tidak ada figur Papi yang— aww! Baby Je! Jangan menendang perut Mami terlalu kencang, Sayang!"
Diam-diam Kalandra mendengar semua percakapan Joanna dengan bayinya. Merasa terharu dan iba sebab Joanna jarang mengeluh padanya tentang beratnya menanggung beban itu seorang diri.
Jika saja Joanna tidak keras kepala, menyembunyikan siapa Ayah dari bayi itu, mungkin Kalandra akan membantu Joanna mencari keberadaan pria tersebut dan membawanya bertemu dengan Joanna saat ini juga.
Usia kandungan Joanna memasuki angka delapan. Itu berarti, kurang satu bulan lagi— Joanna akan melahirkan.
Lalu tentang pernikahan Kalandra dan Daren terpaksa harus diundur. Kalandra tidak setega itu membiarkan Joanna melahirkan sendiri apalagi di negara orang.
Oleh karena itu, Kalandra meminta pengertian pada Daren dan Keluarganya hingga mereka sepakat menunda acara tersebut.
Mengizinkan Kalandra menemani Joanna sampai kondisi wanita itu kembali pulih.
"Baby Je, kalau kamu nakal Mami akan mar— ahk! Kenapa perutku tiba-tiba mulas, aduh!"
Tawa kecil Joanna berubah menjadi teriakan kesakitan yang membuat Kalandra tergopoh menghampirinya.
"Joanna! Apa yang terjadi? Eh! Air ketubanmu!"
Joanna tidak sadar jika sesuatu mengalir diantara pahanya. Semua berubah semakin panik saat Joanna tidak berhenti berteriak sambil mengejan.
Seakan ingin Bayinya cepat keluar supaya ia tidak kesakitan lagi.
Dengan tangan gemetaran, Kalandra segera menghubungi rumah sakit dan meminta dikirim ambulance karena Kalandra tidak bisa fokus menyetir dalam kondisi darurat seperti ini.
"Atur napas, Joanna! Kamu dan Baby Je pasti bisa melewati semua ini."
Maksud Kalandra itu baik, namun respon Joanna justru sebaliknya.
"TIDAK BISA! PERUTKU SAKIT SEKALI— AHK! BABY JE! TOLONG KERJASAMANYA, SAYANG! JANGAN BUAT MAMI KESAKITAN TERUS!"
Joanna pun berusaha mengejan, persis seperti simulasi melahirkan yang ia lihat di youtube dan membuat Kalandra semakin panik.
Bahkan wajah Kalandra lebih pucat dari Joanna yang tubuhnya sudah basah karena keringat yang bercucuran.
"SURUH MEREKA DATANG LEBIH CEPAT, KALANDRA! YA TUHAN! AKU TIDAK TAHU KALAU MELAHIRKAN RASANYA SESAKIT INI!"
Joanna terus berteriak pada Kalandra hingga tubuhnya gemetaran; takut, panik dan kesal.
Bahkan saat ingin menghubungi pihak rumah sakit lagi, tangan Kalandra tidak berhenti bergetar.
Seperti menghadapi hukuman mati saja!
"KALA— AHK! KAMU INI SEDANG APA, HAH? KENAPA DIAM SAJA? SAKIT, KALANDRA!"
"BISA SABAR TIDAK? AKU JUGA BERUSAHA MENGHUBUNGI PIHAK RUMAH SAKIT, JOANNA!" bentak Kalandra tak kalah kerasnya.
Kesabarannya sudah habis menghadapi Joanna dan teriakannya itu.
Iya, Kalandra tahu. Rasanya sakit sekali, seperti nyawamu berada di ujung kepala tapi ambulance sedang dalam perjalanan. Kalandra tidak bisa berbuat apa-apa selain menggenggam tangan Joanna yang juga menggenggam erat tangannya sebagai pegangan.
Lagipula, ini Eropa bukan Indonesia. Untuk mencapai pintu utama, dibutuhkan waktu beberapa menit dan tidak selalu bisa menemukan eksistensi orang-orang sedang berkumpul di teras rumah untuk bergosip atau semacamnya.
Jadi percuma Kalandra berteriak minta tolong, tidak akan ada yang mendengar karena selain rumah di kawasan itu mempunyai halaman yang luas— mereka juga lebih suka menghabiskan waktunya dengan bekerja atau quality time bersama keluarga masing-masing.
"Tarik napas lalu buang! Kamu dan Baby Je pasti bisa bertahan! Ambulance akan segera datang! Oh itu mereka!"
Suara sirine ambulance mulai terdengar.
Pengetahuan Kalandra tentang ibu hamil tidak banyak hingga Kalandra bingung dengan prediksi Dokter yang tidak sesuai waktu melahirkan Joanna dari pemeriksaan sebelumnya.
"Ya Tuhan, sakit sekali! Rasanya aku tidak tahan lagi, Kala. Papa, Mama ... Maafkan aku."
"Iya, sabar! Atur napasmu dan jangan panik. Sebentar lagi kita sampai rumah sakit."
Tangis kedunya pun pecah. Berulang kali Kalandra berusaha menenangkan Joanna dan menyuruhnya berdoa supaya proses persalinan wanita itu bisa berjalan dengan lancar.
Begitu juga sebaliknya, Joanna terus meminta maaf dan mengatakan hal yang tidak-tidak hingga membuat Kalandra harus menahan emosi agar tidak membentak Sahabatnya yang sedang berjuang melahirkan Bayinya.
...••••••...
Jean baru saja selesai rapat dengan jajaran petinggi perusahaan.
Memarahi kinerja buruk mereka dalam memberikan pelayanan di Hotel ini hingga membahas kebocoran data yang sengaja dilakukan oleh pegawainya yang curang lalu menjualnya pada salah satu kompetitor.
"Pak Jean, tunggu sebentar!"
Hazel setengah berteriak ketika melihat Bosnya berjalan melewati lobby, hendak masuk ke dalam mobil.
"Ada apa, Nona Hazel?"
"Maaf, Pak. Saya hanya ingin mengingatkan soal makan malam anda bersama Nona Raflesia nanti malam."
"Makan malam?"
Hazel menunjukkan sebuah foto yang terselip diantara lembaran berkas yang ia bawa, "Tuan David menyuruh saya memasukkan makan malam itu dalam agenda hari ini, Pak."
"Terserah. Atur saja semuanya."
Jean terlihat tenang meski dalam hati ia merutuki rencana perjodohan yang dilakukan oleh Ayahnya tanpa berdiskusi dengannya lebih dulu.
"Saya sudah reservasi tempat yang cocok untuk anda berke–"
"Hazel!"
"Maaf, Pak. Maksudnya, pertemuan anda dan Nona Raflesia akan diadakan di Universe Restaurant pukul tujuh."
"Pastikan kamu melakukannya dengan benar! Kirimkan foto kami sebagai bukti supaya Papa percaya, okay!"
Perut Jean tiba-tiba terasa mulas. Padahal Jean tidak sedang ingin buang air besar. Untuk itu, Jean segera melajukan mobilnya agar cepat sampai rumah.
Mungkin saja ia terlalu memaksakan diri untuk bekerja hingga penyakit maag-nya kambuh.
Mungkin?
...••••••...
"Ya, ya! Aku tahu, Mama! Hm, aku bisa jaga diri. Sudah ya? Kututup teleponnya."
Rosa tiba di Amerika sejak dua jam yang lalu. Namun ia sudah tidak sabar bertemu dengan seseorang yang sebentar lagi akan menjadi calon Suaminya.
Ia mengambil beberapa dress yang akan dipakai untuk pertemuan malam ini.
Seolah impiannya akan segera terwujud.
Pukul tujuh malam.
Semua sudah dipersiapkan secara khusus. Meja dan makanan, sudah dipesan sesuai arahan.
Kebersamaan mereka sudah tertangkap kamera seseorang yang duduk tak jauh dari meja kedua pasangan itu.
"Arjean Soenser."
Jean mengulurkan sebelah tangan pada sosok wanita berambut brunette yang tampak salah tingkah saat ditatap olehnya.
Padahal Jean bersikap biasa saja. Layaknya seseorang yang baru berkenalan di pertemuan pertama.
"Rafle– ekhem! Rosalinda Raflesia Arnoldi. Senang bertemu denganmu, Je."
Kening Jean mengerut. Tidak suka dengan panggilan sok akrab wanita itu padanya.
Terdengar berlebihan namun Jean yang tidak terbiasa berhadapan dengan wanita secara emosional seperti ini, membuatnya langsung menarik kembali tangannya dan mempersilahkan Raflesia segera duduk agar acara makan malam mereka bisa cepat selesai.
"Tidak usah salah paham karena makan malam ini sudah diatur oleh Papaku. Ngomong-ngomong ..."
Jean menangkap perubahan raut tak suka di wajah Raflesia ketika mendengar nada bicaranya barusan, "Darimana kamu mengenal Papaku? Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya?"
"Om David salah satu kolega Papaku, Jean. Pemilik Jopy Corporation."
"Ah, kamu putri Pak Dery rupanya–"
"Om Dery, Jean. Panggil Papaku seperti itu saja supaya lebih akrab."
Raflesia— atau yang biasa dipanggil Rosa ini, memang tidak peka orangnya.
Tak kunjung menyadari jika hanya dirinya saja yang bahagia atas pertemuan malam ini.
Sementara Jean ingin sekali secepatnya pulang daripada menghabiskan waktunya bersama wanita yang tidak ia sukai.
...••••••...
TOUCH VOTE, LIKE AND COMMENT!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
NagHazHaqhy
Cuocokke namanyaaa 😅🤣🤣
Ternyata oh ternyataaa.. "Bangkaii"
2022-12-23
7
Rizka Yulistiana
wait...wait...bukannya itu nama bunga bangkai yak?🤣
2022-12-07
0
yu M
yaaaak...ternyata pas banget sii😅
2022-12-01
1