"Jelaskan pada Mama, kenapa kamu pulang secepat ini? Bukannya kamu ingin liburan lebih lama karena ada Jean di sana?"
Rosa masih sesenggukan sambil mengelap lelehan ingus yang keluar dari hidung mancungnya. Hasil operasi plastik yang ia lakukan satu tahun yang lalu.
Tidak heran jika Rosa terlihat begitu cantik bak model Victoria Secret dengan tubuh ideal karena semua perawatan yang ia jalani berkat suntikan dana dari Ayah Tirinya yang terus mengalir di rekeningnya setiap bulan.
Mata Nyonya Anne memicing kala melihat guratan merah yang melingkar di pergelangan tangan Rosa. Sangat kontras dengan kulit putih sang Anak.
Lantas ia menarik kasar tangan Rosa hingga si empunya meringis kesakitan saking terkejutnya.
"SIAPA YANG MELUKAIMU? BERITAHU MAMA, ROSA! APA JOANNA YANG MELAKUKAN INI, HAH? BIAR MAMA BALAS WANITA ITU!"
Tangis Rosa yang tadinya mulai mereda, kini kembali terdengar. Ia tidak suka dibentak, diteriaki apalagi disakiti secara fisik.
Ya, meskipun Rosa sering berbuat demikian pada orang lain, namun ia mau menjadi manusia egois dengan tidak mengizinkan siapapun berlaku buruk padanya.
Kalau Rosa yang melakukannya, tidak apa-apa.
"JAWAB MAMA, ROSALINDA RAFLESIA ARNOLDI! KAMU PUNYA MULUT 'KAN? SIAPA YANG—"
"KENAPA MAMA TERUS BERTERIAK PADAKU SEMENTARA AKU MASIH MENANGIS? AKU JUGA INGIN BERCERITA TAPI BIARKAN TANGISANKU MEREDA DULU, MAMA!"
Hening kemudian.
Keduanya sama-sama terengah dan mengatur napas setelah saling berteriak sampai suara mereka terdengar di lantai bawah.
"Mama minta maaf." lirihnya.
Tatapan Nyonya Anne melunak. Satu tangannya terulur mengusap pucuk kepala Rosa lalu memeluknya hingga membuat Rosa menangis, lagi.
"Apa aku begitu buruk sampai Papa dan Jean mengabaikanku? Tidak hanya itu saja, Kalandra juga menyakitiku. Wanita berandalan itu menyerangku tanpa alasan, Mama! Lihat ini! Dia mendorongku sampai jatuh membentur aspal lalu mencengkeramku sampai rasanya tanganku mau patah kalau dia tidak segera melepasnya. Jahat!"
Joanna benar.
Tentang Rosa yang suka mengadu, bersikap kekanakan dan melimpahkan seluruh kesalahan yang ia lakukan pada orang lain.
Padahal Kalandra hanya berusaha membela Joanna serta melindungi rahasia wanita itu sampai Joanna siap menceritakan masalahnya sendiri pada Tuan Dery.
"Itu berarti, kamu sudah bertemu dengan Joanna? Lalu bagaimana dia? Apa kamu berhasil menemukan sesuatu yang mencurigakan?"
"Ish, Mama! Satu-satu tanyanya! Aku pusing!"
"Maaf. Jadi benar kamu sudah bertemu dengan dia di sana?"
Sayangnya Rosa menggeleng, ragu.
Menggegat bibir bawahnya karena takut menyulut emosi Nyonya Anne lagi sebab Rosa telah gagal menjalankan tugasnya kemarin.
"Bodoh! Bagaimana bisa kamu hanya bertemu Kalandra saja tanpa Joanna, huh? Bahkan melawan satu orang saja, kamu tidak bisa!"
Nyonya Anne beranjak dari kursi, mengambil kotak obat yang ada di atas lemari. Mengoleskan salep pereda nyeri pada luka Rosa.
"Biar Mama laporkan masalah ini ke Papamu! Enak saja si Kalajengking itu! Menyakiti Putriku yang sudah susah payah kubuat secantik ini dengan perawatan mahal." omelnya sambil terus menggerakkan jari telunjuknya melingkari pergelangan tangan Rosa.
"Apa Mama tidak marah karena aku gagal mencari informasi tentang Joanna?"
Rosa bertanya sangat hati-hati, takut Nyonya Anne kembali murka dan membentaknya seperti tadi.
"Masih bertanya? Jelas Mama marah! Tapi Mama bisa apa saat melihatmu terluka selain harus menahan diri? Tidak usah pikirkan masalah Joanna dan Temannya itu. Yang penting lukamu harus sembuh dulu. Kalau perlu kita periksa ke Dokter Ortopedi sekalian dan minta hasil pemeriksaannya sebagai bukti supaya Papamu percaya jika di luar sana, Anaknya berteman dengan seorang berandalan kasar dan dia sudah berani menyakitimu!"
"Aku tidak osteoporosis, Mama! Jadi tidak perlu ke Dokter Tulang dan semacamnya." protes Rosa.
"Kamu bilang, dia mendorongmu sampai jatuh 'kan? Bisa jadi, tulangmu ada yang retak atau ada luka dalam yang serius tapi kamu tidak menyadari itu, Rosa!
"Tidak usah! Aku baik-baik saja, Mama! Sebaiknya Mama keluar. Aku mau mandi!"
"Ya sudah! Kalau begitu Mama akan menyuruh Maid menyiapkan baju dan makanan untukmu."
"Iya, iya!"
...••••...
Tiga bulan berlalu.
Itu berarti genap satu tahun, Joanna menetap di Connecticut dan selama beberapa bulan terakhir— Joanna terus menghindari Ayahnya.
Hingga Tuan Dery memutuskan menyusul Putrinya secara diam-diam setelah mengantongi beberapa informasi dari koneksi yang ia punya di Amerika.
Sejujurnya, Tuan Dery sudah mengetahui kondisi Joanna sejak satu bulan yang lalu.
Ia menunggu Joanna sendiri yang menceritakan soal kehamilannya namun sampai hari ini, Joanna tak kunjung mau terbuka pada Tuan Dery. Mengabari lewat telepon pun, tidak.
Kecewa?
Sudah pasti.
Sebab tidak ada orangtua di belahan bumi mana pun yang ingin melihat Anaknya mengandung tanpa sosok Suami yang menemani.
Memiliki seorang anak tanpa ikatan suci pernikahan adalah suatu kesalahan besar apalagi bagi mereka yang memegang teguh budaya ketimuran.
Semua dilakukan tanpa sepengetahuan Nyonya Anne.
Melakukan penerbangan pagi dan beralasan mengunjungi kerabat Lian; orang kepercayaan keluarga Percy, yang ada di Cina.
"Maaf, Tuan. Belakangan ini Bu Joanna jarang ke Toko. Terakhir empat hari yang lalu dan itu pun hanya mampir sebentar."
Salah satu pegawai Joanna yang bernama Bella itu menjelaskan sambil melirik rekan kerjanya yang terlihat gugup karena mereka sudah di brifieng oleh Joanna tentang kedatangan seorang pria yang ada di hadapan mereka sekarang.
Dery Antonio Percy.
Pria itu menghela napas dalam, "Jadi kalian benar-benar tidak tahu alamat rumah Bos kalian ya?"
Mereka mengangguk secara bersamaan.
Meski Bella dan Bianca tidak memerankan peran mereka dengan baik, yang penting keduanya sudah berusaha mengikuti perintah Joanna, sesuai ucapannya tempo hari.
"Maafkan kami, Tuan." sesal Bianca.
"Haha, tidak apa-apa! Sudah cukup meminta maafnya. Kalian bisa kembali bekerja dan terimakasih atas waktunya."
Aneh.
Reaksi Tuan Dery tidak seperti dugaan mereka.
Pria itu tampak santai dengan senyum tipis yang tersungging di wajah tuanya.
Entah apa yang sedang dipikirkan oleh Tuan Dery hingga begitu mudah mempercayai dua pegawai Joanna yang jelas begitu kaku saat ditanyai tadi.
"Antarkan aku ke komplek The Green sekarang!"
"Baik, Tuan."
...••••...
Berulang kali terdengar bunyi gebrakan meja hingga membuat semua orang yang berada di ruang rapat itu terlonjak kaget sekaligus takut saat CEO mereka menatap tajam satu-persatu wajah para staff yang sudah tertunduk gelisah.
"Apa kalian tidak belajar dari kasus Alena dan dua teman kalian kemarin, hah?"
Diantara mereka, hanya Hazel yang berani bersitatap langsung dengan sepasang mata tajam Jean yang tampak memerah dengan urat kecil yang menonjol di masing-masing pelipis.
Jean berusaha menahan diri supaya tidak meledakkan seluruh emosinya agar bisa mengambil keputusan dengan benar.
"Banyak tamu yang komplain karena pelayanan Hotel ini sangat buruk dan jangan kalian pikir, saya tidak membaca review Hotel yang banyak mendapat bintang satu karena fasilitas di tempat ini kurang memadai ..."
Jean memijit pelipisnya yang terasa berdenyut. Membuatnya langsung meneguk segelas air putih yang ada di sampingnya itu sampai habis tak tersisa, "Perbaiki semuanya! Ganti fasilitas yang lama dengan yang baru dan pastikan kalian bisa mengarahkan bawahan kalian dengan benar! Rapat hari ini selesai! Kalian bisa kembali ke ruangan masing-masing."
Tanpa bantahan lagi, mereka tergopoh keluar dari ruangan tersebut dengan keringat dingin yang membasahi wajah.
Padahal suhu di ruangan tadi telah diatur serendah mungkin.
Atmosfer ketegangan masih terasa mencengkam. Hazel sudah tahu kecurangan yang telah dilakukan oleh rekan kerjanya di kantor.
Mulai dari penggelapan dana dalam jumlah besar hingga memanipulasi data-data penting perusahaan namun tak banyak yang bisa dilakukan Hazel karena takut dengan ancaman teman-temannya di kantor, yang kapan saja bisa menyerang balik dirinya.
"Pak Jean mau saya buatkan kopi?"
Jean yang tadinya memejamkan mata sambil menyandarkan kepalanya di kursi, langsung menatap Hazel yang sedang berdiri di sisi kanannya.
Memperhatikan seksama penampilan Hazel yang cukup menarik untuk dijadikan sebagai kandidat calon Istrinya.
Namun sayang, hubungan Hazel dan Jean sebatas patner kerja.
Karena Hazel sudah memiliki kekasih.
Jean menggeleng pelan, "Tidak usah! Kamu bisa kembali ke ruanganmu, Nona Hazel."
"Baik. Kalau begitu saya permisi dulu, Pak."
Hanya anggukan kepala sebagai jawaban selanjutnya karena setelah itu, Jean berniat pergi ke suatu tempat dan sekalian melepas penatnya yang terasa mengganggu.
...••••...
TOUCH VOTE, LIKE AND COMMENT!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Rahayu
next Thor semangat nulis nya?
2022-11-30
4
rimbi_123
next kak tetap semangatt teruss nulis nya
2022-11-30
1
Lina Palinggi
lanjut
2022-11-30
1