RESTU(?)

BRAK!

Sebuah tongkat basbol berbahan besi itu dilempar tepat di bawah kaki Jean, sesaat setelah Jean memasuki ruang kerja Tuan David.

Setelah dari kediaman Percy, Jean bergegas menemui Joanna di Apartemennya guna menenangkan si wanita sekalian mengantar Jenan dan Perawat Yo juga namun belum ada satu jam di sana, Tuan David menyuruhnya segera pulang.

Hingga Jean terpaksa meninggalkan Apartemen Joanna dengan berat hati.

Sebab tadinya ingin lovey dovey dulu dengan Joanna, pikirnya.

"Bukankah Papa menyuruhmu tetap di rumah saja setelah banyak kekacauan yang sudah kamu lakukan?"

PRANG!

Bunyi pecahan vas bunga yang beradu dengan dinding menimbulkan serpihan kecil yang berserakan di atas lantai.

Jean tertegun melihat kemarahan Ayahnya.

Berpikir semua masalah sudah selesai dan Jean bisa memulai hidup baru bersama Joanna serta anak mereka, Jenan.

Karena Ayahnya sama sekali tidak keberatan dengan keputusan yang telah diambil. Sesuai kesepakatan mereka.

Namun entah mengapa Ayahnya justru bersikap demikian. Bertolak belakang dengan sikapnya sebelum ini.

"Pukul Papa dengan tongkat itu!" perintahnya tanpa menatap ke arah Jean.

Posisi pria itu membelakangi Jean hingga Jean tidak bisa memperhatikan dengan jelas raut wajah Ayahnya.

"Arjean! Kamu tidak dengar Papa? Pukul Papa dengan tongkat itu! Papa merasa bersalah karena telah gagal mendidikmu menjadi pria yang bertanggung jawab. Itu tidak bisa dimaafkan! Pukul Papa, Jean!"

Tubuh Jean gemetaran dengan kedua mata berkaca-kaca. Jean berlutut di belakang sana.

Berharap Ayahnya tidak mengatakan hal itu karena sangat melukai hatinya.

Jika Jean boleh memilih, lebih baik Tuan David melampiaskan seluruh emosinya dan memukuli Jean sampai babak belur daripada ia disuruh melakukan hal yang sebaliknya karena perasaan bersalah Tuan David atas perbuatan yang telah dilakukan oleh dirinya.

Itu tidak adil.

"Papa."

"Kamu sudah melempar kotoran di wajah Papa, Jean! Papa malu! Mendengar Anak semata wayang Papa, satu-satunya keluarga Papa yang tersisa, yang Papa miliki ... Suka menanam benih sembarangan dengan wanita di Kelab malam."

"Joanna bukan wanita seperti itu, Pa. Kenapa Papa tiba-tiba berubah?" suara Jean mulai bergetar menahan tangis.

"Masih berani kamu membela diri setelah apa yang terjadi?"

Tuan David berbalik, wajahnya tampak sendu dengan mata memerah sebab bukan lagi kemarahan yang menguasai hati, melainkan rasa kecewa karena merasa tidak becus mendidik Putranya.

Tidak masalah Jean ingin mabuk-mabukan tapi di rumah. Bukan mendatangi Kelab yang memiliki resiko buruk dan bisa merusak reputasi keluarga Soenser yang dikenal taat beribadah.

"Pasti di Surga, mendiang Mama kecewa melihat Putranya melakukan ONS! Itu memalukan, Jean!"

"Papa mengerti, **** itu kebutuhan biologis setiap orang. Tidak peduli pria atau wanita, keduanya sama-sama memiliki nafsu tapi caramu melampiaskan nafsu itu yang salah! Berulang kali Papa selalu ingatkan supaya kamu tidak datang ke tempat itu. Apa? Mau menyalahkan Jordan atas perbuatanmu sendiri?" lanjutnya lagi.

"Jean minta maaf, Pa." lirihnya sambil menunduk sendu.

Dadanya terasa sesak menatap wajah tua Ayahnya dengan sorot mata penuh kekecewaan.

Iya. Jean bersalah. Meniduri anak orang sampai dia hamil tapi semua yang dilakukan saat itu diluar kendalinya.

Jean dan Joanna dalam pengaruh obat perangsang. Tidak terbesit di hati Jean melakukan **** sebelum menikah.

Jean bukan seorang maniak.

Yang suka tanam benih sembarangan seperti ucapan Ayahnya barusan. Harga dirinya ikut terluka mendengar hal itu.

"Papa tidak butuh permintaan maafmu, Je. Jika semua kesalahan yang diperbuat bisa diselesaikan dengan kata maaf lalu untuk apa ada hukum dan polisi? Besok pagi kita lakukan tes DNA. Apapun hasilnya, Papa akan berusaha menerima Jenan sebagai Cucu keluarga Soenser. Dan ..."

Kepala Jean kembali terangkat. Memberanikan diri bertatap muka dengan Ayahnya, "Papa ingin pertimbangkan lagi soal rencanamu yang ingin menikahi Joanna."

DEG!

"Tapi Pa–"

"Kamu mau bertanggung jawab 'kan? Papa tidak melarangmu menyayangi Jenan tapi definisi bertanggung jawab versi Papa di sini bukan berarti harus ada ikatan pernikahan diantara kalian." finalnya.

Karena setelah itu, Tuan David keluar dari ruangannya saat ponselnya berdering.

Menampilkan satu nama yang membuat sudut bibirnya terangkat menyunggingkan seulas senyum.

Tubuh Jean terduduk lemas menatap kepergian Tuan David dengan perasaan sedih luar biasa karena itu artinya, Tuan David tidak merestui hubungan Jean dan Joanna.

'Ya Tuhan, bagaimana ini?'

...••••...

Joanna terlihat bahagia memperhatikan si kecil Jenan yang sibuk dengan dunianya sendiri.

Kaos putih dan celana jeans biru tua bocah itu sudah terkena cipratan berbagai cairan pewarna.

"Mami! Mami! Cat yang ini habis! Je bingung, aduh! Gambar Je belum selesai."

Jenan tampak mengerucutkan bibir, takut hasil gambarnya tidak sesuai yang diinginkan.

Ia juga menolak menggunakan crayon karena katanya, lebih mudah pakai cat cair.

Iya. Jenan sudah menunjukkan ketertarikannya pada seni melukis sejak dua bulan terakhir ketika Joanna mengajak bocah itu ke sebuah pameran lukisan milik salah satu kolega Tuan Dery.

Hingga Jenan seringkali datang ke kamar Joanna lalu mengambil beberapa koleksi lipstiknya dan mencoret-coret dinding menggunakan lipstik sang Ibu.

Joanna mengulas senyum lalu mengambil cat warna kuning dan biru kemudian menyuruh Jenan mencampur kedua warna itu di atas pallet.

"Woah! Sulap!" teriaknya sambil bertepuk tangan sebab hal baru itu membuatnya begitu takjub.

"Ini namanya warna sekunder, Baby. Kalau ada warna cat yang habis, kamu hanya perlu mencampur dua warna primer dan tara! Biru dan kuning bisa berubah menjadi hijau."

Jenan mengangguk lucu.

"Je mengerti! Je suka sulap, haha! Terimakasih, Mami!"

Joanna mengusak gemas pucuk kepala bocah itu. Kembali memperhatikan gambar yang dibuat oleh Jenan hampir jadi.

Meskipun hasilnya tidak sempurna, namun melihat antusias Jenan, tidak menutup kemungkinan kemampuan melukisnya akan berkembang seiring bertambahnya usia Jenan nanti.

"Rumah dan halaman berumput hijau? Apa maksudnya, Baby?"

"Je mau punya rumah seperti ini! Bagus! Seperti rumah Kakek Dery."

"Je juga mau pelihara banyak sapi, hihi!" lanjutnya.

"Pelihara sapi? Buat apa, Sayang?"

"Diambil nenennya! Je suka *****! Enak, Mi!"

Joanna hanya terkekeh mendengar permintaan aneh Putranya.

Kemudian kembali memperhatikan tangan kecil Jenan yang bergerak lincah di atas kanvas. Mencoret setiap bagian menggunakan kuas cat meski hasilnya tidak begitu rapi karena Jenan terlalu banyak mengaplikasikan catnya.

"Yeay! Selesai!"

Jenan menoleh ke belakang sembari menepuk-nepuk kedua tangannya berusaha menghilangkan cat yang menempel, "Je mau ketemu Papi!"

Joanna baru menyadarinya hal itu.

Sebab tadi Jean hanya berpamitan keluar sebentar dan akan kembali lagi sekalian membawakan cat lukis pesanan Jenan

Tangan Joanna mengusap pucuk kepala Jenan, "Nanti ya ketemu Papinya! Je main dulu sama Mami."

Karena Jenan anak baik, jadi ia harus menurut dan tidak boleh merengek.

Selain pandai melukis, Jenan juga pendiam. Maksudnya tidak nakal seperti anak seusianya yang suka rewel jika keinginannya tidak dituruti meski sejauh ini, Jenan belum banyak permintaan yang aneh-aneh pada Ibunya.

...••••...

TOUCH VOTE, LIKE AND COMMENT!

Terpopuler

Comments

Anjellita

Anjellita

lanjut thor

2022-12-06

0

Rahayu

Rahayu

kaya nya yg TLP tuan Dery deh? hanya author yg tau.semangat up nya thor

2022-12-06

0

Rahayu

Rahayu

kayanya tuan David GK serius marah sama Jean ,kayanya mau ngerjain Jean biar bingung GK di restuin papah nya

2022-12-06

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!