MIMPI

Alunan musik yang diputar oleh Disc Jockey membuat orang-orang yang berada di lantai dansa bergerak semakin liar.

Meliukkan tubuh mereka seiring kepulan asap rokok membumbung tinggi serta aroma alkohol yang menguar diantara meja para penikmat hiburan malam di sana.

Beberapa tangan nakal mencoba menarik paksa tubuh pria jangkung yang berdiri tak jauh dari meja panjang Bartender untuk memasuki salah satu kamar namun langsung ditepis kasar oleh pria tersebut.

"Don't touch me!"

Mata tajamnya menatap sinis pada dua gadis berpakaian minim di depannya itu.

"Sorry, Babe. Maybe next time."

Suara seseorang dari arah berlawanan menginterupsi ketiganya.

Mereka menoleh ke sumber suara dan mendapati pria lain yang tak kalah tampan mengedipkan sebelah matanya pada dua gadis penjaja yang baru saja memberi kecupan singkat di masing-masing pipinya.

"Rileks, Je! Jangan terlalu kaku atau kita cari tempat lain supaya kamu lebih nyaman ngobrolnya?" tawar Jordan sesaat setelah mereka duduk di kursi paling pojok.

Jean yang sudah merasa pusing pun menyempatkan diri menyesap vodka yang baru saja dipesan sampai habis.

"Banyak Cafe yang buka 24 jam di sekitar sini. Ayo, Jo!"

Namun di tengah perjalanan, mereka memutuskan pulang ke Apartemen karena semenjak tadi Jean tidak berhenti mengeluh sakit kepala.

Membuat Jordan khawatir pada kondisi Sahabatnya itu, "Mau kuantar ke rumah sakit?"

Tidak ada sahutan.

Pandangan Jean menatap lurus ke depan. Sibuk memikirkan sesuatu yang mengganggu tidur malamnya akhir-akhir ini.

Soal mimpi itu!

Jean bermimpi bertemu dengan sosok anak kecil yang memanggilnya Papi.

"Astaga bocah ini! Masih melamun juga, ck!"

Tubuh Jean tersentak kaget saat Jordan sudah berdiri di sampingnya dengan rambut setengah basah tanpa mengenakan atasan serta handuk yang masih tersampir di lehernya.

"Maaf, aku tinggal keramas sebentar dan pinjam handukmu juga! Aku tidak tahan soalnya! Rambutku gatal sekali!"

"Pakai bajumu lagi, brengsek! Jangan buat orang-orang salah paham dan mengira kita ini pasangan gay!" desis Jean sambil menepis pelan tangan Jordan yang berada di pundaknya.

Sudut bibir Jordan terangkat membentuk seringaian. Terbesit ide nakal untuk menjahili si pria kaku itu.

"Orang-orang di sini cukup open minded tentang hubungan sesama jenis, Je. Ini Amerika bukan negara 62 yang tabu soal itu. Lagipula ... Tidak ada siapapun di sini selain kita 'kan?"

Jean mengernyit jijik ketika menatap Jordan memasang ekspresi mesum sembari menjilat bibir bagian bawahnya sampai mengkilap.

Mendorong kaki Jean yang masih mengenakan sepatu fantofel berbentuk lancip pada bagian ujungnya itu terayun ke depan, menendang tulang kering Jordan hingga pria itu meringis kesakitan.

DUGH!

"Ahk! Sakit, bodoh!"

Tangan Jordan mengusak berkali-kali bekas tendangan Jean yang terasa ngilu.

"Perbaiki kinerja otakmu itu, Jordan! Jangan hanya memikirkan hal kotor saja karena aku menyuruhmu datang bukan untuk bicara macam-macam seperti itu!"

"Tsk! Aku hanya bercanda, Jean!

"Terserah! Sekarang aku ingin membahas soal malam itu lagi ..."

Jean menuangkan beerenauslese ke dalam dua gelas sekaligus. Membaginya pada Jordan lalu meminum cairan itu dalam sekali teguk.

"Siapa wanita yang kamu bayar untuk menemaniku malam itu?"

"Wanita yang mana?"

Ingatkan Jean agar tidak memukul kepala Jordan saat ini.

Raut wajah Jean berubah semakin dingin ketika menahan pergerakan tangan Jordan yang hendak menuangkan beer ke dalam gelasnya lagi.

"Iya, iya, maaf! Dia temannya Violla. Kenapa? Kamu tertarik tidur dengan wanita itu lagi?" goda Jordan.

"Berhenti bicara omong kosong, Jordan! Siapa itu Violla? Berikan nomornya padaku!"

"Teman kuliahku dulu. Soal itu ... Aku sudah lama tidak berhubungan dengan Violla lagi, Je! Kira-kira tiga bulan setelah kamu pergi ke Amerika. Kalau kamu tidak tertarik dengan temannya Violla, lalu buat apa kamu minta nomornya, huh?"

Jean terdiam. Sejujurnya Jean hanya ingin memastikan kebenaran soal mimpi yang ia alami selama beberapa hari terakhir secara berturut-turut hingga mengganggu kualitas tidur malamnya dan berakhir membuat migrain Jean kambuh lagi.

"Ck! Malah melamun lagi."

"Kenapa, Je?"

"Jangan bilang kamu–"

Kalimat Jordan menggantung saat Jean menyela cepat ucapannya, "Semua ini gara-gara kamu, Jo! Seandainya malam itu kamu tidak iseng, mungkin aku dan wanita itu tidak akan tidur bersama! Ck! Aku benci mengatakan ini tapi aku merasa punya kedekatan secara emosional dengan sosok anak kecil yang ada di mimpiku."

'Karena saat melakukan itu, aku tidak memakai pengaman, Jordan brengsek!'

"Kamu takut wanita itu hamil?" Kedua alis Jordan naik-turun, berusaha menebak apa yang dipikirkan oleh Jean.

Dan benar saja.

Jean mengangguk meskipun keraguan itu terlihat jelas pada sepasang mata hitamnya.

"Kamu tidak memakai pengaman?"

"Menurutmu?" jawab Jean ketus.

Jordan pun mengangguk, paham.

"Logikanya, kalau teman Violla— ish! Biar mudah, kita sebut nama dia saja, Celia, okay?"

Kini giliran Jean yang mengangguk. Mendengar dengan seksama penjelasan Jordan yang juga tak kalah seriusnya saat bercerita.

"Logikanya kalau Celia hamil, otomatis Violla langsung menghubungiku dan minta pertanggung jawabanmu karena kamu sudah menghamili temannya. Ngomong-ngomong, Celia masih virgin, Jean."

Tubuh Jean menegang dengan keringat dingin yang mulai bercucuran.

Meski selama ini Jean tidak memiliki pengalaman ****, tapi Jean tidak bodoh jika wanita yang masih virgin akan mengeluarkan bercak darah saat pertama kali bercinta, meski tidak semua wanita begitu tapi pada umumnya, bercak merah itu ada karena sobeknya selaput darah.

"K-kamu serius?"

"Hm, aku juga sudah pesan kamar khusus untuk kalian. Celia sudah menunggumu di room 7, tidak ingat?"

Jean menggeleng pelan.

"Aku tidak sebejat itu menjerumuskan temanku sendiri di awal pengalaman pertamamu bercinta dengan seseorang, Jean. Bahkan aku sudah membayar mahal Violla dan Celia sebagai ucapan terimakasih."

"Tidak usah terlalu dipikirkan, anggap mimpi itu sebagai bunga tidur saja dan kalau pun itu sebuah pertanda ... Mungkin memang sudah waktunya kamu menikah dan punya anak, haha." lanjutnya sambil tertawa keras.

Padahal mereka sedang membicarakan masalah yang serius namun sepertinya, Jean salah memilih lawan bicara karena hidup Jordan tidak sekaku dirinya.

Yang terus dihinggapi perasaan bersalah semenjak kemunculan sosok anak kecil dalam mimpi Jean yang memanggilnya papi.

Apalagi wajah bocah itu sangat mirip dengannya saat tersenyum. Memperlihatkan dua lubang kecil yang menghiasi pipinya, persis seperti Jean saat tersenyum.

"Jangan bercanda, Jordan!"

Tawa Jordan seketika luntur setelah mendapat death glare dari Jean.

"Maaf, tapi yang tadi itu serius, Je. Sumpah!"

Tidak ada kebohongan pada sepasang mata Jordan. Ia terlihat bersungguh-sungguh menceritakan semua itu.

Kini suasana berubah hening. Jordan dan Jean saling terdiam.

Sibuk dengan pikiran masing-masing dan menyimpulkan jika wanita yang menemani Jean malam itu bukanlah Celia.

...••••...

BRAK!

Kedua kalinya Joanna menatap sengit pada sosok yang terekam jelas melalui cctv yang terpasang di Jo's Bakery.

Bukan Ayahnya, melainkan pria yang sudah melakukan ONS dengannya kala itu.

Dunia memang sempit!

Saat fokus memperhatikan layar laptop, tiba-tiba Kalandra datang dan melempar amplop berisi tiket pesawat tujuan Berlin, Jerman.

"Apa maksudnya ini?"

Joanna menghela napas pelan. Segera menutup layar laptopnya lagi sebelum Kalandra ikut melihat apa yang ia lakukan sejak tadi.

"Papa sudah tahu keberadaan kita. Papa mendatangi Jo's Bakery dan menanyakan alamat rumah baruku pada Bianca dan Bella. Seharusnya sejak awal aku memikirkan ini, Kal. Papa tidak mungkin menyerah begitu saja saat aku berusaha menghindarinya."

Iya. Selama ini Joanna memantau situasi toko melalui cctv yang terpasang di sana. Awalnya Joanna terkejut melihat Jean datang bersama Temannya namun kejutan yang didapat tak sampai di situ.

Beberapa hari sebelum itu, Tuan Dery datang dan tampak mengobrol dengan salah satu pegawainya.

Beruntung, Joanna sudah memberitahu mereka tentang apa yang harus dilakukan saat Tuan Dery datang mencari dirinya.

"Kamu egois, Joanna! Jenanda masih kecil dan Jo's Bakery baru saja mendapat pelanggan baru yang aktif memesan roti setiap minggu untuk acara kantor! Lagipula ketakutanmu belum tentu terjadi. Om Dery berhak tahu kalau dia punya cucu! Jenanda Percy ... Bayi itu juga perlu mendapat pengakuan dari keluargamu, Joanna!"

...••••...

TOUCH VOTE, LIKE AND COMMENT!

Terpopuler

Comments

NagHazHaqhy

NagHazHaqhy

Thor, sejak kapan penulisan "Baby" berubah menjadi "Babe"??? 🤔🤔
Babe kan artinya Bapak

2022-12-23

2

🥑⃟Serina

🥑⃟Serina

lanjutt

2022-12-01

3

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!