💖
💖
"Kenapa dia selalu kembali ke sana, padahal sudah kabur?" Daryl menatap foto nania yang siang-siang kembali ke rumahnya.
Ini sudah satu minggu dan gadis itu selalu mendatangi tempat tinggalnya. Menemui seorang wanita tua dan memberikan sesuatu kepadanya.
"Oh, bertemu nenek?" Dia menatap foto lainnya.
"Tapi kenapa kamu sembunyi-sembunyi? Apa yang sedang kamu hindari? Ibumu?" Foto berikutnya menampilkan Mirna.
"Apa sih yang sedang kamu jalani ini? Pemberontakan kah, pelarian kah?" Pria itu terdiam, lalu beberapa pesan masuk ke ponselnya.
"Nania Arsyad, umur 19 tahun. Pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama. Ayahnya bernama Arsyad meninggal empat minggu yang lalu. Orang tua bercerai saat Nania 12 tahun. Rumah milik Arsyad dijual tidak lama setelahnya dan Nania ikut bersama ibu dan ayah tirinya."
Daryl mengerutkan dahi.
"Nenek dan Sandi kakaknya adalah penghuni lain rumah. Mereka sudah lima tahun menetap di sana."
"Lalu penyebab Nania kabur?" Daryl segera melakukan panggilan.
"Belum jelas, Pak. Kami bertanya kepada tetangga juga tidak ada yang tahu. Penghuni rumah sangat tertutup dan tidak berinteraksi dengan orang lain."
"Aneh sekali tinggal di pemukiman padat tapi tidak berinteraksi dengan tetangga? Bagaimana ceritanya?"
"Mereka juga bermasalah dengan orang sekitar, Pak."
"Bermasalah apanya?"
"Anak laki-lakinya sering berbuat onar."
"Tidak berguna!"
"Ya Pak."
"Lalu apa lagi?"
"Suami ibunya pengangguran dan penjudi."
"Ah, parah sekali. Kenapa ada manusia seperti itu? Mengotori dunia saja!"
"Ibunya bagaimana?"
"Orang-orang bilang temperamen. Sejak Nania tinggal di sana pasti selalu ada pertengkaran. Sering terdengar teriakan dari dalam rumah, tapi tidak ada yang berani mencari tahu."
"Hmm … apakah itu yang menyebabkan Nania kabur?"
"Bisa jadi Pak."
"Maka cari tahu, bodoh!"
"Iya Pak."
"Cepat! Aku tunggu hasilnya sampai petang."
"Baik Pak." Lalu percakapan pun berakhir.
"Der?" Panggilan Sofia mengalihkan perhatian Daryl.
"Yes Mom?"
"Mau coba pakaiannya?" Perempuan itu menenteng sebuah pakaian di tangannya.
"Pakaian apa?"
"Untuk pengiring pria?"
Daryl bangkit dari kursi malasnya.
"Harus ya?"
"Iyalah, siapa yang akan mendampingi adikmu nanti?" jawab sang ibu.
"Baiklah, berikan padaku pakaiannya!" Pria itu menghampiri Sofia.
"Ah, kenapa harus kemeja?!" Daryl menggerutu saat mendapati stelan jas berwarna coklat muda itu dipadukan dengan kemeja putih.
"Mom, bisakah aku ganti dalamnya dengan kaus atau semacamnya?" Daryl berteriak dari pintu kamarnya.
"Memangnya kenapa?"
"Aku tidak suka kemejanya!"
"Kenapa tidak suka kemejanya? Ini kan acara pernikahan, masa kamu mau memakai kaus?" Sofia naik ke lantai atas.
"Apa yang salah dengan kemejanya?"
"I'm just …, aku hanya nggak suka kemejanya!" ujar Daryl yang menghindar ketika ibunya mendekat.
"Padahal sudah bagus." Sofia menghampiri sang putra lantas merapikan pakaiannya. Menautkan kancing kemeja yang belum terpasang lalu membantu mengenakan jasnya.
"Bagus kan?" Lalu dia juga memasangkan dasi kupu-kupu di bawah kerah kemeja tersebut.
"Ah, kamu juga terlihat seperti calon pengantin!" Sofia dengan tawa renyahnya.
Daryl memutar bola matanya.
"Tunggu Sayang, Mama foto dulu!" Lalu dia mengeluarkan ponsel miliknya dan segera mengambil gambar.
"No, Mom!" Daryl tentu saja menghindar, namun terlambat. Perempuan itu sudah mendapatkan beberapa gambarnya.
Sofia terkekeh.
"Anakku tampan sekali!" katanya dengan suara khasnya.
Kemudian dia memajangnya di storry whats app miliknya.
"Apa kamu tidak mau menikah sekarang, Sayang? Kita adakan pernikahanmu dengan Darren secara bersamaan. Pasti bagus."
"Hah! Mama bercanda. Memangnya siapa perempuannya yang akan aku nikahi?" Daryl bereaksi.
"Siapa saja."
"Mana bisa? Masa aku menikahi perempuan sembarangan? Apa kata dunia?"
"Maksud Mama, tidak perlu perempuan bertitel seperti Kirana atau juara dunia seperti Rania. Yang penting dia perempuan baik-baik."
Daryl mencebik.
"Mau yang cantik banyak di Fia's Secret. Mau yang …."
"Ah … sudah, sudah! Aku tidak mau membicarakan soal ini!" Daryl melepaskan jasnya.
"Lalu bagaimana dengan …."
"Bisakah Mama keluar? Aku mau ganti pakaian." pinta Daryl kepada sang ibu.
"Ganti saja, memangnya kenapa?"
"What? Aku ini sudah dewasa, masa Mama mau melihatku berganti pakaian?"
"Memangnya siapa yang melahirkanmu anak muda? Sebelum kamu mengenali tubuhmu, mama sudah lebih dulu melihat semuanya."
"Ish! Menjijikan!"
Sofia tertawa.
"Please Mom, keluar lah." Daryl mendorong Sofia ke arah pintu sehingga perempuan itu keluar dari kamarnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Hati-hati, Nduk." Nenek menggenggam tangan Nania setelah menerima bungkusan makanan seperti biasa.
"Nenek makan makanannya kan? Nggak dibuang?" tanya Nania sebelum pergi.
"Tentu saja tidak. Mengapa harus Nenek buang?" jawab sang nenek.
"Nia hanya takut Nenek nggak makan."
"Tenang saja. Kalau pun kamu tidak mengirim makanan, kan ada uang yang kamu berikan. Jadi jangan terlalu mengkhawatirkan Nenek ya? Bekerja saja dengan tenang."
Nania mengangguk.
"Cepat sana, pergi. Sebentar lagi Sandi pulang untuk makan." ucap Nenek yang segera mundur menjauhi pagar.
"Nenek hati-hati ya? Simpan uangnya, jangan sampai ibu atau Bang Sandi tahu."
"Iya, Nduk."
"Aku pergi." Lalu Nania pun berlari ke gang sebelah di mana dia memarkirkan motornya seperti biasa.
***
"Eh, kamu merasa nggak kalau laki-laki di seberang itu mencurigakan?" Nindy menyenggol lengan Nania.
Dia baru saja sampai dan hampir meneruskan pekerjaannya setelah mengantar makanan untuk neneknya.
"Mana?" Nania hampir menoleh.
"Jangan langsung dilihat!" Nindy menarik lengannya.
"Orangnya nggak terlalu tinggi, pakai jaket denim agak robek-robek, pakai motor warna merah." Gadis itu mendeskripsikan apa yang dilihatnya.
"Jaket robek-robek? Motor merah?"
"Ya."
Sepertinya Nania ingat sosok dengan penampilan seperti itu.
"Udah tiga hari dia di sana. Diem aja nggak ngapa-ngapain. Aku kok takut ya?"
Samar-samar Nania melirik lewat jendela di dekat kursi. Dan benar saja, itu adalah Sandi.
Gadis itu terhenyak.
"Nna?"
"Hum?"
"Perlu lapor Kak Ara nggak sih? Aku curiga dia orang jahat." ucap Nindy.
"Kalian juga sadar ada orang itu ya?" Raka datang mendekat.
"Kamu tahu?"
"Iya. Kadang dia bolak-balik di depan sambil lihat ke arah sini. Udah beberapa kali aku lihat."
"Lapor gih, aku takut ada apa-apa. Mana Nania tinggal di sini sendirian lagi? Kalau orang jahat gimana?"
Raka terdiam sebentar. Kemudian dia memutuskan untuk berbicara kepada Amara.
Lalu tak lama setelahnya perempuan itu mendekat ke arah jendela dan menatap ke seberang jalan di mana Sandi masih berada di sana.
"Aku udah telfon keamanan. Siapa tahu setelah ini dia pergi." katanya, dan benar saja, seorang pria dengan seragam sekuriti mendatangi Sandi.
Dia berbicara sebentar yang membuat saudara tiri Nania itu pergi.
"Kayaknya kita perlu satpam deh Kak? Siang sih aman, banyak orang. Ada sekuriti juga. Gimana kalau malam?"
"Ada yang patroli." Amara menjawab.
"Kan nggak setiap jam. Gimana kalau orang itu datang pas malam-malam? Nggak ada orang selain Nania?"
"Umm …."
"Duh, kok aku overthinking ya? Hahaha. Jadi parno deh." Nindy berujar, lalu dia beralih pada pekerjaan lainnya.
"Kita minta Kak Galang kirim orang untuk jaga ya? Jangan takut." ucap Amara yang menepuk bahu Nania.
"Selamat siang, selamat datang di Amara's Love!" Suara Nindy terdengar melengking saat tamu pada lewat tengah hari itu berdatangan.
Dan pemandangan asing menyita perhatian ketika sosok Daryl muncul.
"Eh, ada Kak Daryl! Tumben?" Amara segera menyambutnya.
"Umm …."
"Habis dari mana? Sengaja muter dari Fia's Secret ke sini? Kangen aku ya? Kayaknya udah lama kita nggak ketemu?" Perempuan itu sengaja menggodanya.
"Sembarangan. Masa aku kangen istri orang? Dosa lah!" Daryl menjawab.
"Cieeee … udah tahu dosa? Kemarin-kemarin nggak." Amara tertawa.
"Apa sih kamu ini?" Daryl masuk lalu duduk di kursi pertama yang dia lihat.
"Nindy! Buatin makanan untuk Kak Daryl!" Amara setengah berteriak.
"Nggak mau ah, Pak Daryl suka marah-marah. Itu kan tugasnya Nania." jawab Nindy yang melenggang ke arah pantry.
"What?"
Amara tertawa sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan.
"Nna?" Amara memanggil Nania yang baru saja mengantarkan pesanan pengunjung.
"Ya Kak?" Gadis itu segera menghampiri.
"Tolong buatin Kak Daryl makan."
"Aku nggak mau makan." jawab Daryl dengan segera.
"Lho, terus ngapain Kakak datang ke sini? Masa cuma mau nemuin aku doang? Nggak asik!" ucap Amara yang membuat Daryl memutar bola matanya.
Kenapa semua orang bertingkah menyebalkan begini?
"Pesan kopi saja lah, aku ada janji dengan seseorang di sini." Daryl mengeluarkan ponselnya.
"Janji?"
Pria itu menganggukkan kepala.
"Kakak ada kencan?"
"Eee …."
"Dengan siapa? Orang mana? Apa aku kenal? Tumben mau kencan? Modelnya Mama Fia lagi ya? Sekarang berhasil kenalan?" Amara meracau.
"Haih!!!" Daryl mengusap-usap telinganya yang terasa pengang.
"Kenapa kamu jadi sangat cerewet begini? Telingaku sakit mendengar suaramu!"
"Habisnya Kakak bikin aku penasaran."
Daryl baru saja membuka mulutnya untuk menjawab sebelum akhirnya Nania kembali dengan secangkir kopi yang dia minta.
"Ayo jujur, siapa orangnya?" tanya Amara lagi.
"Tidak ada!"
"Tadi Kakak bilang mau ketemu orang?"
Daryl tampak salah tingkah.
"Bukan orang penting."
"Masa?"
"Sudah sana, pergilah!" katanya, saat Nania juga meninggalkan mereka.
"Nanti suamimu datang dan salah paham kepadaku! Bagaimana kalau dia cemburu?"
"Dih, Kak Galang nggak cemburuan. Masa salah paham sama keluarga sendiri? Emangnya Kakak?"
"Apa?"
"Eh, maksud aku …."
"Maaf Pak, saya terlambat." Seorang pria muncul dan menyela percakapan.
"Nah, datang juga akhirnya? Kenapa lama sekali?"
"Maaf Pak."
"Dia dengan saya Pak." Galang muncul setelahnya.
"Eh, aku kira Kakak nggak ke sini?" Amara menyambut kedatangan suaminya.
"Mana bisa? Aku kan perlu makan?" jawab Galang yang mendekati perempuan itu.
"Iya iya, ayo kita minta Nania membuatkan makan?" Perempuan itu segera menarik suaminya ke kursi di sudut kedai.
"Jadi … apa yang harus saya lakukan?" Pria yang baru saja tiba itu duduk di seberang Daryl.
"Hanya jaga saja tempat ini, tapi jangan ada sampai ada orang yang menyadarinya." Pria itu menyesap kopinya yang mengepulkan uap tipis.
"Pak Galang sudah tahu kalau saya dapat tugas ini."
"Itu lain lagi, bodoh!"
"Ee … baik, Pak. Selain itu apa lagi?"
"Hanya pastikan saja tempat ini aman, terutama di malam hari."
"Baik Pak."
"Itu saja cukup."
"Baik."
"Sekarang pergilah! Persiapkan dirimu untuk memulai tugas malam ini."
"Ya Pak." Dan pria itu pun pergi. Sementata Daryl memutuskan untuk tetap tinggal menikmati secangkir kopi dan pemandangan di depan matanya.
💖
💖
💖
Bersambung ....
Ehm ... Udah ada kemajuan nih😁😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 230 Episodes
Comments
May Keisya
khilaf neng😂😂
2023-06-08
2
Osin Saharamaryana
ank bujang mami dia bkin meleleh 😄😄😄
2023-03-15
3
Devi Handayani
pedekate kelamaan..... yg gercep dong pak daryl😁😁😁
2023-03-11
3