💖
💖
"Makan yang banyak, kamu perlu banyak energi untuk cari kerja." Mirna memberikan dua potong ayam goreng kepada putranya. Itu adalah pagi pertama mereka makan bersama.
"Cari kerja tiap hari, tapi Sandi nggak dapat-dapat, Bu?" Pemuda 25 tahun itu bicara dengan mulut penuh dengan makanan.
"Mungkin belum. Kalau kamu tekun juga pasti dapat." ucap sang ibu dengan suara lembut dan manis.
Sementara Nania terdiam menatap nasinya sendiri yang hanya terdapat sayuran hijau dan tahu goreng. Mirna melarangnya mengambil ayam karena itu khusus untuk anak laki-laki dan suaminya.
"Ini, nenek punya ikan. Makan ya? Biar kamu sehat." Lalu sang nenek memberinya sepotong ikan goreng yang sudah tampak mengering. Kemungkinan sudah beberapa kali dipanaskan.
"Makan, Nak. Nanti kamu sakit." katanya lagi saat Nania menatapnya dalam diam.
Tenggorokannya terasa seperti tercekat.
"Nanti setelah ini kamu bisa istirahat lagi." ucap sang nenek yang suaranya terdengar penuh kasih sayang.
"Bukankah hari ini kamu bekerja?" Mirna menyahut mendengar ucapan ibunya.
"Bekerja saja, sayang kalau kamu libur. Nanti gajimu dipotong. Susah lah kita ini." Perempuan itu melahap makanannya.
"Bosnya Nia ngerti kok Bu, kalau misalnya …."
"Pergi kerja! Kita ini bukan konglomerat yang bisa menghasilkan uang meski hanya tidur seharian. Kalau kamu nggak kerja, nanti kita makan apa?" ucap sang ibu dengan tegas.
Nania bungkam. Dia melirik dua pria yang tengah makan dengan begitu lahap.
"Ingat, sekarang kamu juga ikut bertanggung jawab untuk keluarga ini. Jadi, bekerjalah."
"Mirna, Nania sedang berkabung. Apa tidak sebaiknya …."
"Ibu tidak boleh memanjakannya. Dia harus terbiasa bekerja agar kelak tidak mengalami kesulitan seperti aku. Memangnya ibu punya uang untuk memanjakan dia?"
"Tapi setidaknya biarkan dia …."
"Kita bukan orang kaya Bu! Sehari saja tidak bekerja kita akan kesusahan. Lalu siapa yang akan menanggung biaya bulanan dan segala macamnya? Pemerintah?"
Perempuan tua di samping Nania terdiam.
"Jadi biarkan saja dia bekerja! Kenapa sih selalu menentang aku?"
"Umm … kalau gitu aku kerja dulu. Berangkat dulu ya Nek?" Nania pun bangkit dari kursinya.
"Makan dulu Nak?" sang nenek bereaksi.
"Nenek aja yang makan ya? Nanti aku dapat makan kok di tempat kerja." jawab Nania, dan dia berusaha untuk menyunggingkan senyum.
"Tentu saja kamu dapat makan. Masa kerja di kafe nggak dapat makan?" Suami dari ibunya mulai bersuara.
"Makanannya pasti enak-enak tuh? Nggak kayak kita yang cuma makan beginian?" Sandi menimpali.
"Nah, lebih baik kamu cepat pergi sana!" ujar Mirna dengan acuhnya.
Nania menggigit bibirnya kuat-kuat.
"Tunggu apa lagi?" Perempuan itu sedikit memekik.
"Umm … Nia pergi dulu." Gadis itu pun melenggang keluar.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Lho? Kamu sudah masuk? Baru sehari?" Amara menatap heran kepada salah satu pegawainya tersebut.
"Iya Kak."
"Ayah kamu baru meninggal loh kemarin?" ucap perempuan yang tengah mengandung tersebut.
"Iya."
"Terus kenapa udah masuk?"
"Aku … kesepian." Nania sedikit terkekeh. Namun matanya menyiratkan kesedihan yang teramat dalam.
"Oh …." Amara segera merangkul lalu menepuk-nepuk punggungnya. Dan gadis 19 tahun itu tampak tergugu.
"Nggak apa, kamu pasti bisa melewatinya." Pemilik kedai itu berujar.
"Bekerjalah, tapi jangan memaksakan. Kamu boleh tetap di sini sampai perasaanmu membaik." katanya.
Nania menganggukkan kepala.
Amara's Love cukup ramai pada hari itu. Seperti biasa, mereka selalu kedatangan tamu yang cukup banyak karena popularitasnya di Jakarta semakin tinggi saja.
Bahkan tak jarang ada pengunjung dari luar area yang sengaja datang sekedar untuk mengobati kepenasaran mereka akan tempat tersebut.
Dan terbukti, sebagian besar dari mereka selalu kembali setiap ada kesempatan.
"Hari ini biarkan Raka yang antar makanannya Kak Daryl." ucap Amara yang melihat nania sudah bersiap.
"Tapi ini tugas aku Kak." Nania sudah menenteng helmnya dan bersiap untuk pergi.
"Nggak apa-apa, aku khawatir kalau kamu yang antar. Mungkin untuk beberapa hari ke depan biarkan Ardi, Raka atau Nindi saja ya?"
"Umm …."
"Aku udah bilang sama Kak Daryl."
"Pak Daryl nya nggak apa-apa?" Gadis itu bertanya.
"Nggak apa-apa."
Nania tertegun.
"Sana, kamu kedalam lagi." titah Amara, dan sang pegawai pun menurut.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Kenapa kamu yang antar?" Daryl menerima tote bag berisi makan siangnya yang diantar oleh Raka.
"Iya Pak."
"Saya tanya, kenapa kamu yang antar? Ini kan tugasnya Nania. Dia tidak bekerja hari ini?" Daryl mencerca pemuda itu dengan pertanyaan.
"Kerja Pak." jawab Raka, sedikit terbata.
"Lalu kenapa kamu yang antar?" Pria itu sedikit tidak senang.
"Soalnya Nania …."
"Ini tugasnya lho. Dia mau melepaskan tanggung jawabnya apa?" Daryl tampak tidak senang.
"Iya Pak, tapi Nanianya …."
"Besok-besok suruh dia yang antar! Saya nggak peduli dia sedang bertugas atau apa pun. Dari awal saya sudah memberikan tugas ini kepada dia kok."
"Ba-baik Pak." ucap Raka, sedikit gugup.
"Ya sudah, kamu boleh pergi." Daryl menyentakkan kepalanya.
"Ya Pak, permisi." Pemuda itu pun pergi.
Daryl menjatuhkan bokongnya di sofa lalu dia meraih bungkusan yang baru saja diterimanya.
Pria itu tersenyum saat membuka kotak pertama yang berisi nasi, potongan ayam, dan sayur bayam dicampur jagung. Juga irisan tahu yang digoreng garing berbentuk kipas. Makanan sederhana yang memang dia pesan ketika itu terlintas di otaknya.
Lalu dia membuka kotak kedua yang berisi dessert berupa puding berwarna merah muda dengan irisan buah-buahan di dalamnya. Tidak lupa dengan sebuah tumbler berisi kopi hitam yang masih panas saat dia membukanya.
"Ish! Anak SMP! Manis sekali dia ini!" gumamnya sambil tertawa, kemudian dia segera melahap makanan tersebut.
"Kak Der, mungkin untuk beberapa hari ke depan Nania nggak bisa antar makanan ke Fia's Secret. Dia lagi berkabung, ayahnya meninggal kemarin siang." Pesan dari Amara yang masuk satu jam lalu baru dia baca.
"Aku nggak tega kalau dia antar sendiri ke sana, takutnya ada apa-apa." Pesan lainnya dari Amara.
"Nggak apa-apa kan? Sementara Ardi atau Raka dulu yang antar ya? Mungkin nanti kalau Nanianya udah baikan dia lagi yang antar. Bisa ketemu lagi deh?" Diikuti emot senyum.
Daryl tertegun dengan perasaan tidak tentu. Tiba-tiba saja dia merasa bersalah.
"Baby?" Bella menerobos masuk ke ruangan Daryl.
"Ck!" Pria itu berdecak kesal saat merasa acara makannya terganggu.
"Ma-maaf Pak. Saya sudah melarang Mbak Bella masuk seperti yang Bapak katakan. Tapi Mbak Bella nya tidak mau mendengar." Dinna, sang sekretaris menjelaskan.
"Aku mau mengajakmu makan siang. Kenapa tidak boleh?" Bella merangsek masuk.
"Aku sudah dapat makan." Pria itu mulai melanjutkan acara makannya.
"Makan apa? Kamu bawa bekal dari rumah?" Perempuan itu duduk di sampingnya.
"Diamlah, jangan ganggu aku. Bukankah kau ada pemotretan siang ini?" Daryl menghindar.
"Masih satu jam lagi, dan aku ingin makan dulu denganmu." Bella mengulurkan tangannya untuk mengambil sendok dan hampir saja meraih puding di kotak kedua. Namun Daryl menepuk tangannya dengan keras.
"Baby!!" Bella memekik.
"Jangan ganggu makananku! Pergilah sana cari makananmu sendiri!" Daryl menggeser dua kotak makanya menjauh dari perempuan itu.
"Tapi aku mau mencobanya …."
"No!!! Get out of here! And don't call me baby. I'm not you baby!" Pria itu menggerutu.
Bella mendelik dengan raut tidak senang.
"Just go!! Aku sedang makan sekarang!" Pria itu berujar.
Bella bangkit kemudian melenggang ke arah pintu.
"Enak saja mau makan makananku? Memangnya siapa dia itu? Istriku?" Sementara Daryl bergumam.
"Lain kali jangan masuk kalau aku sedang makan. Atau aku akan memakanmu!" Pria itu setengah berteriak.
💖
💖
💖
Bersambung ...
Ih, Pak Daryl serem. Kok mau makan orang? 🤣🤣
Ayo gaess kirim like komen sama hadiahnya. Hari ini kiya crazy up
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 230 Episodes
Comments
mama kennand
mauuuuuu 😅😅😘😘
2023-07-20
2
fieth92
apa guna nya lu punya suami??buat nyolok doang??gatel
2023-06-26
0
fieth92
geblegg
2023-06-26
0